Perkara Korupsi MMPKT, Sigit Sebut Piutang Sangat Raksasa

Telusuri Piutang, Saksi Wahyu Buat Satgas

0 1,012

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA: Sidang lanjutan perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di tubuh PT Migas Mandiri Pratama Kaltim (PT MMPKT) dan PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH) Kaltim, digelar di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (31/5/2023) siang.

Dua Terdakwa dalam perkara ini masing-masing Dirut PT MMPKT periode Tahun 2013-2017 Hazairin Adha, dan Direktur PT MMPHKT periode Tahun 2013-2017 Luki Ahmad. MMPKT adalah salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Provinsi Kaltim, sedangkan MMPHKT adalah anak perusahaan MMPKT yang salah satu Komisarisnya adalah Hazairin Adha dibentuk tahun 2012.

Kedua Terdakwa didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp25.209.090.090,- berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur Nomor : LAPKKN-676/PW17/5/2022 tanggal 26 Desember 2022.

Sidang Majelis Hakim yang diketuai Ary Wahyu Irawan SH MH dengan Hakim Anggota Fauzi Ibrahim SH MH dan Suprapto SH MH MPSi memasuki agenda pembuktian Jaksa Penuntut Umum (JPU), dengan menghadirkan saksi-saksi fakta.

Pada sidang kali ini, JPU I Gusti Ngurah Agung Ary Kesuma SH dari Kejaksaan Tinggi Kaltim bersama  Melva Nurelly SH MH dan Rosnaini Ulfa SH menghadirkan 4 orang saksi, masing-masing Direktur Keuangan dan SDM PT MMPKT Beny Rony, Kepala BPKAD Kaltim Fahmi Prima Laksana, Dirut PT MMPKT Wahyu Setiaji pengganti Hazairin Adha, dan Direktur Keuangan PT MMPKT sejak tahun 2016 Sigit Parwoto.

Fahmi yang mendapat giliran pertama memberikan keterangan menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim menjelaskan, dana penyertaan Pemprov Kaltim di PT MMPKT yang bersumber dari APBD Kaltim sebesar Rp159.600.000.000,- (Rp159,6 Milyar). Sedangkan Rp400 Juta berasal dari Koperasi Pegawai Pemrov Kaltim, yang ditransfer ke Rekening PT MMPKT tahun 2010 sehingga totalnya Rp160 Milyar.

Fahmi yang baru menjabat sebagai Kepala BPKAD Oktober 2022, mengungkapkan tidak banyak mengetahui mengenai kegiatan PT MMPKT dengan PT MMPHKT. Ia hanya mengetahui dari dokumen yang ada, baik itu mengenai aset Pemprov Kaltim di Loa Janan yang disewakan maupun yang di Sungai Kapih. Termasuk juga apakah ada kegiatan di lokasi tersebut, dan Workshop di Loa Janan ia mengaku tidak mengetahui.

Fahmi yang bekerja di Biro Keuangan Pemrov Kaltim sejak tahun 2010 menjelaskan, mengetahui penyertaan modal tersebut dari dokumen Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

Saksi Wahyu dalam keterangannya, menjawab pertanyaan JPU Agung mengatakan saat ia masuk menjabat sebagai Dirut PT MMPKT tahun 2016 menemukan piutangnya besar sekali, sedangkan cash flow-nya sekitar Rp14 Milyar.

“Piutangnya besar sekali,” kata Wahyu, seraya menambahkan untuk mengelola piutang tersebut, ia kemudian membentuk Satgas Piutang yang diketuai Sigit Parwoto.

BERITA TERKAIT:

Terkait piutang tersebut, menambahkan keterangan Wahyu, Sigit bahkan menyebut piutang tersebut sangat raksasa terjadi di anak perusahaan yang sudah jatuh tempo tapi belum ada penyelesaian.

Piutang yang besar itu salah satunya ke PT Multi Jaya Concept (MJC) Rp12 Milyar untuk investasi bisnis park, kemudian untuk Pembangunan Workshop – SPBU di KM 4 Loa Janan Rp10 Milyar.

“Itu tercatat semua?” tanya Agung.

“Tercatat di Pembukuan,” jawab Sigit.

Baik Pembangunan Workshop – SPBU di KM 4 Loa Janan maupun bisnis park, saksi masih menjawab pertanyaan JPU mengatakan, tidak ada progres. Berdasarkan laporan yang diterimanya, untuk SPBU hanya ada tiang pancang. Sedangkan untuk Kawasan bisnis park masih rawa-rawa.

“Tidak ada bangunan, tida ada apa-apa?” tanya JPU.

“Tidak ada,” jawab saksi.

Menjawab pertanyaan JPU, apakah ada menemukan dokumen proposal, kajian, feasibility study, izin dari Komisaris dari kegiatan Man Power Supply, Bisnis Park, dan Workshop Km 4 Loa Janan itu dengan pengeluaran sebesar itu. Saksi Wahyu mengatakan, ia tidak menemukan.

“Saya tidak menemukan, itu maka kemudian saya menugaskan Komisaris untuk menelusuri itu, ada nggak itu. Kemudian ada Satgasnya juga waktu itu. Dan semuanya menjadi terang benderang, ketika BPKP masuk di tahun 2020 atas permintaan kita,” jelas Saksi Wahyu seraya menambahkan hasil audit BPKP tidak menemukan itu.

Ditanya mengenai kegiatan bisnis MMPKT, saksi Wahyu mengatakan MMPKT sebagaimana dalam Perdanya dibentuk untuk mengelola bisnisnya Migas di Hulu dan Hilir. Sehingga ketika ia menjabat sebagai Direktur menghentikan semua bisnis di luar itu.

Menjawab pertanyaan JPU Rosnaini, Saksi Wahyu mengatakan saat ia menjabat hingga tahun 2020, untuk proyek bisnis park Multi Jaya Concept (MJC) belum ada pengembalian dana kepada MMPHKT.

“Sampai saat ini?” tanya JPU.

“Saya kurang tahu,” jawab Saksi Wahyu.

Menjawab pertanyaan JPU Ulfa, Saksi Wahyu mengatakan untuk proyek Man Power Supply itu dikerjakan PT Royal Bersaudara (RB). Untuk Property Bisnis Park dikerjakan PT MJC, sedangkan untuk Pembangunan Workshop – SPBU di KM 4 Loa Janan saat disebutkan CV Mustika Jaya Kencana ia mengaku lupa.

Sejumlah pertanyaan masih diajukan JPU dan juga dari Penasehat Hukum kedua Terdakwa kepada saksi-saksi ini, sebelum kemudian giliran Saksi Beny Rony memberikan keterangan.

Menjawab pertanyaan JPU Agung terkait uang PT MMPKT yang digunakan PT MMPHKT, Saksi Beny menyebutkan utang pokok yang masih tersisa sejumlah Rp13.845.454.545,-. (Rp13,8 Milyar) untuk Man Power Supply PT RB dari pinjaman Rp25 Milyar. Telah dibayar sekitar Rp11,1 Milyar.

“Sepengetahuan saudara, Man Power Supply ini proyek apa?” tanya JPU.

“Saya kurang paham,” jawab Saksi Beny.

Untuk Proyek Property Bisnis Park, Saksi Beny menyebutkan, masih tersisa Rp10.622.200.000,- (Rp10,6 Milyar) dari pinjaman Rp12 Milyar.

Sedangkan untuk SPBU di KM 4 Loa Janan tersisa Rp2.799.227.776,- (Rp2,7 Milyar) dari pinjaman Rp3,2 Milyar. Tidak ada SBPU yang terbangun di sana.

Menurut Saksi Beny, pinjaman itu diberikan MMPHKT kepada pihak ketiga.

“Terkait perjanjian kerja sama itu, apakah sudah berakhir sekarang?” tanya JPU Agung.

“Sudah berakhir,” jawab Saksi Beny seraya menambahkan uang belum kembali.

Sejumlah pertanyaan masih diajukan JPU dan Penasehat Hukum kedua Terdakwa dan Majejelis Hakim.

Sebagaimana disebutkan JPU dalam Dakwaannya, Terdakwa Hazairin Adha Nomor Perkara 24/Pid.Sus-TPK/2023/PN Smr dan Terdakwa Luki Ahmad Nomor Perkara 25/Pid.Sus-TPK/2023/PN Smr pada kurun waktu Tahun 2014-2015, telah melakukan, yang menyuruh melakukan, atau yang turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum.

Yaitu telah melakukan pengelolaan keuangan yang bersumber dari penyertaan modal Pemerintah Provinsi KaIimantan Timur senilai Rp159.600.000.000,- (Rp159,6 Milyar) yang digunakan untuk kegiatan di luar bidang usaha, tidak sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP), tanpa persetujuan Dewan Pengawas/Komisaris serta tanpa ada kajian (feasibility study).

Sehingga bertentangan dengan Pasal 3 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 92 Ayat (1) dan (2), Pasal 97 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Pasal 8 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 tahun 1999 tentang Kepengurusan Badan Usaha Milik Daerah, Pasal 4 dan 5 Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 11 tahun 2009 tentang Perseroan Terbatas (PT) Migas Mandiri Pratama Kalimantan Timur.

Pasal 17 Ayat (1) dan (2) Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 19 Tahun 2010, Pasal 12 Ayat (1) Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT MMPKT Nomor 100 tanggal 30 Nopember 2009, dan Pasal 3 Ayat (1) (2), Pasal 12 Ayat (1), Pasal 17 Ayat (1) (2) Akta Pendirian Perseroan Terbatas PT MMPHKT Nomor 29 tanggal 22 Juni 2012.

Kedua Terdakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya diri Terdakwa Hazairin Adha, Terdakwa Luki Ahmad, saksi Wendy selaku Direktur PT Multi Jaya Concept dan (alm) Sudirman Benyamin selaku Direktur Utama PT Royal Bersaudara.

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, Dakwaan Primair.

Subsidair, Pasal 3 Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Sidang masih akan dilanjutkan pekan depan dalam agenda pemerikaan saksi-saksi dari JPU. (DETAKKaltim.Com)

Penulis: LVL

(Visited 81 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!