Kejari Samarinda Hentikan Penuntutan Kasus Penipuan

Penghentian Berdasarkan Restorative Justice

0 1,018

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA: Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Samarinda Firmansyah Subhan telah menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) terhadap Baso Mulyadi Bin Baso Muhammad Amin, Rabu (31/5/2023) sekitar Pukul 17:00 Wita.

Kajari Samarinda Firmansyah Subhan memasangkan baju Baso Mulyadi setelah melepas rompi tahanan setelah kasusnya dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif. (foto: Exclusive)
Kajari Samarinda Firmansyah Subhan memasangkan baju Baso Mulyadi setelah melepas rompi tahanan usai kasusnya dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif. (foto: Exclusive)

Dalam Siaran Pers Nomor: PR-23/O.4.11/Dsb.4/05/2023 yang diterima DETAKKaltim.Com, Kajari Samarinda melalui Kasi Intelijen Erfandy Rusdy Quiliem menjelaskan, penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) yang dilakukan terhadap Baso Mulyadi adalah atas perkara Tindak Pidana Penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP.

Firmansyah menyerahkan SKP2 kepada Tersangka, disaksikan Kepala Seksi Tindak Pidana Umum, Kepala Seksi Intelijen, Jaksa Penuntut Umum, korban, keluarga korban, keluarga tersangka, Staff Seksi Tindak Pidana Umum dan tokoh masyarakat. Setelah dilakukan penandatanganan SKP2, kemudian dilanjutkan dengan seremonial pelepasan rompi tahanan terhadap Tersangka.

Erfandy menjelaskan, kronologi kejadian itu bermula pada hari Rabu tanggal 15 Maret 2023 sekitar Pukul 02:34 Wita bertempat di Jalan KH Harun Nafsi, Kelurahan Rapak Dalam, Kecamatan Loa Janan Ilir, Kota Samarinda. Tersangka menghubungi korban dengan cara chat di HP dengan berpura-pura sebagai karyawan korban yang berinisial D.

Baca Juga:

Tersangka meminta agar korban memberikan pinjaman dengan dalih orang tua sedang sakit, dan perlu pengobatan. Selanjutnya perbuatan Tersangka tersebut berhasil menggerakkan korban untuk memberikan uang kepada Tersangka sebesar Rp 500.000,- dengan cara ditransfer melalui nomor rekening yang diberikan oleh Tersangka.

Bahwa beberapa saat kemudian korban mengecek kepada D, dan diketahui bahwa D tidak pernah mengirim chat perihal untuk pinjam uang/Kas Bon. Bahwa atas perbuatan Tersangka tersebut, korban mengalami kerugian materiil sebesar Rp500.000,-.

Minggu, (19/3/2023) sekitar Pukul 16:30 Wita bertempat  di Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Baqa. Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda. Tersangka menghubungi korban melalui chat, dengan berpura-pura sebagai F yang merupakan karyawan korban.

“Tersangka meminta agar korban tersebut mengirimkan uang ke rekening tertentu sebagai ongkos perjalanan ke Samarinda, dan Tersangka dengan mengatakan uangnya akan dikembalikan dari gaji F,” jelas Erfandy.

Perbuatan Tersangka tersebut telah menggerakkan korban untuk mentransfer uang senilai Rp2 Juta ke rekening yang telah diberikan oleh Tersangka kepada korban.

Total kerugian korban adalah sebesar Rp2.500.000,- . Uang tersebut telah Tersangka gunakan untuk keperluan pribadinya.

Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun. Atas dasar tersebut, jelas Erfandy, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Samarinda mempertimbangkan agar Tersangka dan korban dapat menempuh upaya penyelesaian perkara di luar Pengadilan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).

Setelah dilakukan pertemuan antara korban dan Tersangka pada 19 Mei 2023. Jaksa Penuntut Umum sebagai fasilitator mempertemukan pihak yang terlibat sebagai upaya mediasi untuk pelaksanaan Restorative Justice.

Dalam pertemuan untuk upaya mediasi tersebut, Tersangka telah meminta maaf secara langsung kepada korban dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Korban merasa tidak keberatan menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan, dan bersedia untuk memaafkan Tersangka.

“Adapun hasil dari mediasi ini adalah, pihak korban dan Tersangka sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan,” jelas Erfandy lebih lanjut.

Senin (29/5/2023), Kejaksaan Negeri Samarinda telah melakukan ekspose/pemaparan perkara kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr Fadil Zumhana, untuk memperoleh persetujuan atas permohonan penyelesaian perkara berdasarkan Restorative Justice.

Hadir dalam kegiatan ekspose, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI yang diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda (OHARDA) Agnes Triyanti, S.H. M.H., Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur Dr. Harli Siregar S.H., M.Hum., Asisten Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Koordinator di Bidang Pidum Kejati Kaltim, Kasi/JPU Bidang Pidum Kejati Kaltim, dan Kasi Pidum dan JPU Kejaksaan Negeri Samarinda.

Dasar pertimbangan bagi Jaksa Penuntut Umum dalam melaksanakan Restorative Justice diatur dalam Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Adapun syarat dan ketentuannya adalah Pasal 5 Ayat (1). Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif, dalam hal terpenuhi syarat  tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana; tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.

Dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp2.500.000,00.

Pasal 5 Ayat (6), selain memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat.

Telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh Tersangka dengan cara, mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban. Mengganti kerugian Korban, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana. Dan/atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana, telah ada kesepakatan perdamaian antara Korban dan Tersangka, dan masyarakat merespon positif.

Setelah dilakukan pemaparan perkara dan setelah melakukan pertimbangan, JAM Pidum menyetujui permohonan yang diajukan dan memerintahkan kepada Kajari Samarinda, untuk menerbitkan SKP2 Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020, dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (DETAKKaltim.Com)

Sumber: Siaran Pers

Editor: Lukman

(Visited 102 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!