Hakim Perintahkan Penyidik Sita Barang Bukti SHM

Indra : Kami Keberatan Jaksa Disebut Bermain Recehan

0 100

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Samarinda yang menyidangkan perkara Tindak Pidana Penggelapan, memerintahkan Penyidik untuk menyita barang bukti Sertifikat Hak Milik (SHM) yang ada di tangan saksi Theo selaku penerima gadai dari dua orang Terdakwa pasangan suami istri, Rini Mafriani dan Muhammad Fachrurrozi.

Hal ini disampaikan Majelis Hakim dalam perkara nomor 93/Pid.B/2024/PN Smr, saat menggelar sidang Verbalisan menghadirkan Saksi Penyidik di Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (20/3/2024) siang.

Dalam perkara ini, Majelis Hakim mengeluarkan surat penetapan yang memerintahkan Penyidik melakukan penyitaan barang bukti sertifikat asli untuk diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Diketahui, pada sidang sebelumnya JPU hanya menghadirkan foto copy sertifikat sehingga saksi korban sempat protes kepada Majelis Hakim. Saksi minta agar sertifikat asli dihadirkan Jaksa di Persidangan.

Sidang Verbalisan ini juga digelar, karena Terdakwa menolak dan membantah semua isi BAP Penyidik.

Kasipidum Kejari Samarinda Indra Rivani yang dikonfirmasi wartawan di ruang kerjanya, terkait Sidang Verbalisan membenarkan hal tersebut.

“Iya, hasil sidang Verbalisan tadi Majelis Hakim perintahkan Penyidik agar SHM itu disita ” ujar Indra.

BERITA TERKAIT:

Ketika disinggung mengapa tidak dilakukan penyitaan sejak awal, Indra menjelaskan bahwa sebenarnya Penyidik sudah meminta penetapan penyitaan. Namun tidak berhasil, dikarenakan terkendala tanggungan gadai yang belum dikembalikan setelah dibuatnya PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) antara Terdakwa dan Korban.

Sebagaimana keterangan yang disampaikan saksi Notaris Adhie di Persidangan, bahwa sesuai SOP yang dia laksanakan. Para pihak, Ali Mahpud, Endang Sulasi, Rini dan Agung Wibowo hadir dalam pembuatan PPJB itu.

Masalahnya kemudian muncul setelah Terdakwa Rini menggadaikan SHM itu kepada Theo senilai Rp250 Juta, dan uangnya tidak diserahkan kepada korban Agung.

Belakangan setelah proses sidang berjalan, pihak korban Agung melalui Pengacaranya malah mempermasalahkan terbitnya PPJB itu. Dimana Ali Mahfud selaku orang tua Agung Wibowo sudah  meninggal dunia, tapi dibuat seolah hadir dalam transaksi pembuatan PPJB.

“Sebenarnya pihak korban Agung Wibowo itu sudah tahu, kalau yang berperan sebagai Ali Mahpud adalah orang lain. Saya pikir justru Notaris inilah yang tertipu, dengan permainan Terdakwa dan Korban,” terang Indra.

Baca Juga:

Lebih lanjut disampaikan Indra, korban Agung itu juga sudah mengetahui ketika Theo mengecek dan mengukur obyek lokasi tanah di jalur 2 Kecamatan Tenggarong Seberang.

“Kami ini berada di pihak korban dan bekerja untuk membuktikan laporan dari korban, lah koq malah diserang dengan tudingan Jaksa bermain recehan. Apa maksudnya, dan tolong buktikan. Kami merasa keberatan dengan sebutan itu. Tulisan di Spanduk itu bisa menimbulkan kesan seolah-olah Jaksa ada bermain dengan Terdakwa,” tegas Indra merasa tersinggung usai membaca berita yang tayang di DETAKKaltim.Com, Selasa (19/3/2024).

Saud Marisi Purba yang dikonfirmasi soal Spanduk bertuliskan “Jaksa kok mainnya recehan gini…??” menanggapinya dengan santai.

Menurutnya, bentangan Spanduk di depan Gedung Pengadilan itu adalah sebuah hal untuk mencari perhatian saja.

“Bila tak begitu, tak diperhatikan. Ya kami mohon maaflah kalau ada yang Baper,” kata Saud.

Terkait pembuatan PPJB di Notaris disebutkan Ali Mahfud hadir, padahal yang bersangkutan sudah meninggal, Saud mengatakan itu bagian dari rencana Terdakwa.

Terdakwalah yang mengatur itu semua, termasuk menyiapkan Notaris dan peran pengganti Ali Mahpud seolah masih hidup.

“Korban hanya ikut saja apa arahan Terdakwa, karena saat itu lagi butuh uang.” ungkap Saud menadaskan. (DETAKKaltim.Com)

Penulis: ib

Editor: Lukman

(Visited 90 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!