SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 65

Puluhan sekoci-sekoci itu kini menyebar dalam kecamuk gelombang dan derasnya hujan. La Maddukkelleng meraba pinggang dan buntalan pakaiannya. Memastikan Gecong Pangkajenne masih di sana bersama sebilah keris panjang pemberian Tunreng Talaga.

Ia juga meraba pistol dan beberapa barang pribadi berharganya lainnya. Sekoci-sekoci lain yang membawa meriam-meriam kecil kini terdengar meledakkan mesiu yang diarahkan ke kapal-kapal musuh. La Banna yang berada di kapal rampasan melalui kode yang dikirim Baco Takke telah tahu bahwa kapal mereka telah tenggelam. Sekuat tenaga ia berusaha mendekati titik tenggelamnya kapal.

Namun perang tidak juga mengendur. Seolah ia berlomba dengan hujan yang kian deras. Gelombang juga makin membesar. Maka tak ada pilihan lain kecuali berkonsentrasi pada perang. La Banna memutar kemudi ke arah satu kapal VOC terbesar lainnya. Seperti semula, ia memerintahkan perahu-perahu Bintak perang untuk kembali diturunkan menuju kapal-kapal musuh. Strategi ini kembali berhasil memukul mundur musuh.

Sementara itu, La Maddukkelleng juga mencoba mendekati titik perang, namun ia mengkhawatirkan istrinya dalam sekoci yang tertambat tali dengan sekocinya. Maka di tengah kecamuk itu, ia mengulur tali makin panjang untuk menjauhkan istrinya dari wilayah perang. Puanna Dekke telah memasang dua meriam, tapi kesulitan menyalakan sumbu. Hanya sesekali mampu meledak.

Jarak mereka dengan kapal musuh juga makin dekat. Kondisi darurat ini meski telah membuat kapal besar tenggelam namun sebenarnya membuat peta perang menguntungkan La Maddukkelleng. Perahu-perahu sekoci dan juga perahu Bintak yang menyebar banyak membuat titik sasaran meriam VOC buyar. Bintak-bintak dan sekoci-sekoci itu kini seperti kumpulan serigala laut yang mengepung kapal-kapal besar VOC.

CERITA SEBELUMNYA :

Beberapa dari mereka berhasil menaiki kapal musuh dan bertarung jarak dekat dalam kapal. Pengalaman tempur dan tingkat kepandaian para prajurit La Maddukkelleng yang di atas rata-rata membuat mereka meraih kemenangan. Meskipun ia juga kehilangan banyak sekali prajurit.

Perang masih berlangsung seru ketika La Maddukkelleng  tersadar kalau tali yang menghubungkan sekocinya dengan sekoci istrinya mengendur. Ia mencoba menarik namun tali itu sama sekali tak ada beban. Sejenak ia terlihat panik. Ia berdiri memandang sekeliling, tapi hujan yang masih turun dan kabut pagi menghalangi pandangannya.

Ia perintahkan prajuritnya untuk memutar sekoci dan mendayung ke arah arus laut. Sekejap mata sekoci meluncur deras karena La Maddukkelleng ikut mendayung dengan kepandaiannya.

“Puteri Hinduuunnn…..?!” Berkali-kali ia memanggil dengan pengerahan suara yang sekerasnya. Namun tak ada jawaban. Suaranya yang disertai ilmu passeppung seperti tertelan laut luas. Tak ada arti kepandaian jika berhadapan dengan kekuatan alam yang dahsyat seperti itu.

“Istrikuuuuu…..??!” Ia terus memanggil-manggil dalam kekhawatiran. Tak pernah sekalipun La Maddukkelleng merasakan panik seperti ini dalam hidupnya. Ia telah berputar-putar jauh meninggalkan wilayah perang mengikuti nalurinya.

Puanna Dekke dan keempat prajurit di atas perahu sekoci itu ikut berdiri memandang kesana-kemari mencari. Sambil terus mendayung sesuai perintah La Maddukkelleng. Hujan telah reda dan susana laut mulai terlihat terang. Suara meriam terdengar tinggal sesekali dan jauh dari tempat itu. La Maddukkelleng terkulai tidak tahu harus berbuat apa. Istrinya telah hanyut dan lepas dari pengawasannya.

Betapa lemahnya ia sebagai seorang suami. Ia menyesali diri kenapa harus berpisah perahu dengan istrinya. Ia terduduk dalam perahu lama sekali seperti patung. Puanna Dekke dan empat prajurit pengawal tidak berani bersuara. Hanya menunggu perintah dengan pandangan mata tetap melihat sekeliling. Hingga akhirnya, setelah suara letusan meriam makin terdengar jauh dan satu-satu, Puanna Dekke memberanikan diri bersuara,

“Mohon ampun Puengku, apa tidak sebaiknya kita kembali ke kapal rampasan? Nanti pencarian diteruskan lebih luas. Tabe Pueng.”

Tapi La Maddukkelleng tidak segera menjawab. Lama kembali ia diam. Lalu setelah berhasil menemukan dirinya, ia mengangguk dan menyuruh memutar arah menuju kancah perang yang kini sudah sepi. Tinggal sesekali suara meriam terdengar jauh. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 6 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!