SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 67

TAK ada pencuri biasa yang memiliki keberanian cukup mencuri kuda Arumpone, raja paling berpengaruh di tanah Bugis ketika itu. Tuduhan mengarah ke kedua putera La Maddukkelleng yang sering membuat kekacauan di perbatasan Cenrana. Ini adalah sengaja mempermalukan pasukan Bone yang tak mampu menjaga tunggangan rajanya.

Kejadian itu dilaporkan ke istana yang membuat murka Mangkau’e. Delegasi dikirim ke Peneki meminta To Sibengngareng ikut ke Bone untuk diadili di depan pengadilan Tellumpoccoe atas tuduhan pencurian kuda Raja Bone.

La Maddukkelleng yang tak tahu menahu kejadian marah dan menolak utusan itu. Ketaksukaannya pada Bone yang tetap bersahabat kental dengan Belanda diekspresikan dengan mengusir delegasi itu. Dendam lama juga seolah terbuka kembali. Ia pernah menjadi pelarian selama puluhan tahun karena dikejar-kejar untuk diadili di Bone. Kini, kejadian serupa terulang dan menimpa puteranya.

Ia takkan membiarkan itu terjadi meski resikonya adalah perang, padahal kalkulasinya, saat itu kekuatan Peneki lemah. Tapi ia tetap mempersiapkan pasukan untuk berjaga di pintu perbatasan. Menunggu serangan Bone yang bisa datang setiap waktu.

Benar saja, tak berselang lama Bone datang menyerang untuk menghukum Peneki yang membangkang. Dua pasukan bertemu di perbatasan. Terjadi perang dahsyat. Meski pasukan Peneki kalah secara jumlah, tapi mereka adalah prajurit-rajurit berpengalaman serta terlatih. Terutama sisa pasukan inti Paser dan Kutai.

CERITA SEBELUMNYA :

Dengan gigih pasukan La Maddukkelleng bertempur tak kenal takut. Perang berlangsung berhari-hari. Selama itu pula, Wajo sebagai kerajaan induk belum memperlihatkan tanda-tanda datang membantu. La Maddukkelleng juga pantang meminta bantuan. Ia terlanjur kecewa dengan kerajaan yang pernah dipimpinnya itu. Ia telah bertekad untuk mati dalam peperangan ini.

Berbekal kemarahan itu, raja sakti ini menyerang langsung ke garis terdepan. Ke mana pun ia bergerak, pasukan musuh kocar kacir oleh sepak terjangnya. Pada waktu itu, Baginda La Maddukkelleng telah sampai pada tingkatan sulapa dua belas. Sebuah capaian yang sudah sangat tinggi. Kiranya hanya Karame’e Tompo Balease yang melampauinya. Maka, berhadapan dengan prajurit bersenjata bedil, tombak dan keris tidaklah berarti baginya.

Ia mampu merobohkan banyak prajurit dalam sekali terjang. Namun musuh terlampau banyak. Ditambah lagi di tengah-tengah pasukan Bone juga terdapat banyak orang-orang pandai yang jika bersama maju mengeroyok tetap akan merepotkan. La Maddukkelleng terus mengamuk bersama pasukannya. Telah banyak korban yang jatuh melalui tangannya sendiri. Namun pasukan Bone terlampau banyak dan menang dalam persenjataan.

Perlahan pasukan Peneki terdesak dan hanya mampu bertahan di parit-parit dan sungai-sungai kecil. Keadaan makin genting ketika bala bantuan kembali datang dari Bone. Pasukan Peneki mundur sampai pusat Peneki mendekati istana. Kini, seluruh pasukan telah berkumpul menjadi satu.

To Sibengngareng dan saudara-saudaranya yang lain membentuk barisan dalam benteng-benteng yang mengelilingi istana. Aji Imbut yang belum 15 tahun juga ikut dalam perang dahsyat itu. Seluruh rakyat Peneki turut melibatkan diri dalam perang yang disebutkan oleh La Maddukkelleng sebagai perang mempertahankan siri’ dan harga diri Peneki, tebusannya adalah nyawa.

CERITA SEBELUMNYA :

Ratusan korban telah jatuh bergelimpangan di kedua belah pihak. Rumah-rumah telah banyak dibakar oleh orang-orang Bone. Suasana sangat genting. Meriam-meriam Bone tak pernah berhenti menyalak, sementara amunisi La Maddukkelleng semakin menipis. Hanya sesekali membalas dengan sisa-sisa peluru yang masih ada.

Waktu telah menunggu detik-detik kejatuhan Peneki. La Maddukkelleng berdiri tegak memegang keris panjang di depan istananya bersama Ratu Andin Anjang. Kedua raja dan ratu ini terlihat berwibawa dan anggun bersiap menyongsong menghadapi kematian. Anak-anaknya dan kerabat kerajaan yang lain juga membentuk barisan berlapis di balik benteng dalam posisi siap bertempur sampai titik darah penghabisan.

Aji Imbut berdiri pas di belakang kakek-neneknya itu. Juga dalam keadaan siap untuk berperang habis-habisan sampai mati, membela kakek yang sangat dihormatinya. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com) 

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 8 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!