SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 70

AJI IMBUT memegang batu itu dengan takzim. Meski tak pernah bertemu dengan manusia manrapi yang dikubur di tempat itu, tapi ia merasakan kegentaran seorang anak kepada orang yang jauh lebih tua. Karame’E adalah kakek guru dari kakeknya. Jadi boleh disebut ia adalah turunan perguruan ke lima dari manusia yang seperti dongeng baginya.

Agak lama ia bersimpuh di tempat itu sebelum memutuskan untuk turun. Ia lalu mengambil posisi seperti orang-orang yang turun dari istana di Peneki. Berjalan mundur ke arah tangga yang curam.

Ia menuruni tangga batu yang memanjang jauh ke bawah. Sampai di pintu batu besar, ia mencoba melakukan hal sama saat masuk, menggesernya ke arah samping. Batu tak bergerak, dicobanya lagi namun tetap tak bergeming.

Ia mulai heran, seperti ada yang salah. Ia mengerahkan sepenuh tenaga lemmung dalam tubuhnya lalu disalurkan ke kedua tangannya untuk mendorong. Aneh, batu itu seolah menyatu dengan bebatuan raksasa yang menutupi tempat itu. Berkali dilakukannya dengan berbagai arah. Mendorong, menggeser, menarik, membetot tapi batu itu sama sekali tak bergerak.

CERITA SEBELUMNYA :

Peluh mulai membasahi wajahnya. Ia kaget dan cemas sendiri, bukan takut. Hanya merasa berlomba dengan waktu. Karena saat bersamaan tiba-tiba puncak gunung dipenuhi awan hitam pekat. Angin kencang mulai bertiup. Beberapa butir air sebesar biji jagung turun bagai kerikil yang dihamburkan.

Terus dicobanya menggeser pintu batu dalam keadaan hujan deras yang mulai turun. Badai pegunungan datang! Air hujan menggumpal dan berputar-putar dalam kekacauan yang diciptakan oleh angin ribut. Aji Imbut mendengar seolah hujan membawa suara lolongan panjang menghantam puncak. Tertumpah dari langit.

Batu-batu kecil beterbangan jauh dibawa angin. Beberapa pohon tumbang dan sebagian tercerabut akarnya lalu diterbangkan jauh. Aji Imbut memasang kuda-kuda dan berpegangan di batu raksasa yang banyak di tempat itu. Namun longsoran, batang-batang pohon dan juga air bah dari puncak mulai berjatuhan ke arahnya.

Bertahan di mulut pintu sama saja menunggu terkubur hidup-hidup. Menghitung seperti itu, Aji Imbut nekat menerobos badai yang kian menggila. Ia memenuhi rongga dadanya dengan hawa lemmung lalu disalurkan ke kaki dan tangannya. Ia menerjang ke atas melalui tangga-tangga batu yang beberapa bagiannya telah rontok oleh pohon-pohon besar yang bertumbangan.

Beberapa pecahan batu dan tanah yang berjatuhan tajam dari atas menimpa tubuhnya, namun ia telah di posisi bersiap. Ia menyibak dengan dua tangannya yang mengkilap penuh energi. Batu-batu, pohon dan tanah yang berjatuhan bersama lumpur diterjangnya sambil terus mendaki ke atas. Sampai di puncak, badai kian dahsyat. Sambaran halilintar dan suara guntur bersahutan dekat sekali.

Aji Imbut berpegangan dalam posisi kuda-kuda setengah tiarap. Ia terseret jauh ke dekat sumur sebelah kiri. Suasana sangat kacau, tapi sebagai pesilat, Aji Imbut tetap dalam kewaspadaan. Walau kini pakaiannya telah basah kuyup dan robek di sana sini, ia tidak kehilangan naluri bertahan. Buntalan pakaiannya ia ikatkan lebih kuat seraya tak mengurangi pengerahan tenaga sakti dalam tubuhnya.

Bersamaan suara guntur yang memekakkan telinga, ia ingat di sebelah tebing dekat sumur dingin ada pohon raksasa. Ia bergulingan ke arah sana dan dengan pekikan nyaring ia melompat meraih akar menjuntai di pinggir tebing. Pohon raksasa itu makin rebah ke arah jurang namun cengkeraman akarnya di bumi sangat kuat dan tidak tercerabut. Ia kokoh menghadapi badai yang kian ganas.

Aji Imbut memeluk akar itu dengan pengerahan tenaga penuh. Ia takkan melepasnya apa pun yang terjadi. Ia ikut berayun setiap kali datang angin besar. Pada ayunan ke sekian dan tumpahan air hujan yang besar, ia melihat bahwa di bawah pohon raksasa ada lubang gelap namun samar seperti goa. Ia memandang lebih seksama di antara goncangan hantaman badai.

Yakin pada apa yang dilihatnya, ia lalu nekat. Akar tempatnya menggantung hidup diayunnya lebih keras lalu dilepaskannya seraya melompat ke arah lubang. Ia disambut permukaan yang keras namun rata.

(BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com) 

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!