Tanggul Limbah Batubara KPUC Malinau Jebol

Sudah Terjadi Berkali-Kali, Pemerintah Terkesan Lakukan Pembiaran

0 335
Warga kini mengalami krisis Air bersih. (foto : Jatam Kaltara)
Warga kini mengalami krisis Air bersih, Kamis (18/8/2022). (foto : Jatam Kaltara)

DETAKKaltim. Com, TARAKAN: Kolam Penampungan Limbah Batubara milik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) Tuyak di Desa Langap, Kecamatan Malinau Selatan, Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara), kembali jebol, Minggu (14/8/2022) sekitar Pukul 05:00 Wita dan Selasa (16/8/2022).

Jebolnya Tanggul Kolam Limbah Batubara ini berdampak pada Air kebutuhan sehari-hari masyarakat yang bermukim di sepanjang Sungai Malinau, Sesayap, dan Mentarang serta pasokan Air Baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Malinau.

Siaran Pers Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltara yang diterima DETAKKaltim.Com, Rabu (17/8/2022) Pukul 20:38 Wita di Tarakan menyebutkan, jebolnya Tanggul Kolam Penampung Limbah Batubara KPUC bukan yang pertama. Tapi, hampir tiap tahun jebol sejak 2010 sampai sekarang. Dalam tahun ini saja, sudah 2 kali jebol. Tepatnya, 14 Agustus dan 16 Agustus 2022.

“Ini membuktikan Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Provinsi Kaltara, dan Kabupaten Malinau serta aparat penegak hukum terkesan melakukan pembiaran,” kata Andry Usman, Juru Bicara JATAM Kaltara.

Jebolnya Kolam Penampungan Limbah Batubara milik Juanda Lesmana alias A Juk, beberapa hari lalu belum diketahui dampaknya. Tapi untuk kejadian 7 Februari 2021 lalu, kebutuhan Air sehari-hari masyarakat di 14 Desa di sepanjang Sungai Malinau, seperti Desa Sengayan, Langap, Long Loreh, Gong Solok, Batukajang, Setarap, Setaban, terganggu lantaran PDAM Malinau menghentikan pengelolaan dan pasokan Air bersihnya.

Begitu juga di sepanjang DAS Sungai Mentarang terdapat Desa Lidung Keminci, Pulau Sapi. Dan, di pinggir Sungai Sesayap terdapat Desa Tanjung Lapang, Kuala Lapang, Malinau Hulu, dan Malinau Kota, juga mengalami hal yang sama. Operasional PDAM berhenti, karena Bahan Baku Air tercemar.

Baca Juga :

Menurut Andry Usman, hasil uji laboratorium yang diterimanya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI  Nomor : S. 447/HUMAS/PPIP/HMS tanggal 3 Oktober 2021 terkait uji sampel Sungai Malinau menyatakan, “Terdapat parameter yang melebihi Baku air (BMA)kelas 1 PP 82 Tahun 2001 yaitu BOD, COD, P04, N03, N02, Floride, minyak, lemak, MBAS,  CACO3 dan Phenol”.

 Kejadian yang terus berulang, kata Andry lebih lanjut, berpotensi terus terjadi. Dimana mengorbankan lingkungan dan ekosistem Sungai, serta hak hidup masyarakat setempat adalah contoh buruk atas praktik kekuasaan yang lebih berpihak kepada korporasi dan pejabat terkait yang berwenang.

Makanya, kata Andry, JATAM Kaltara meminta Kementerian KLH dan Kehutanan RI menindak tegas, mencabut izinnya serta membawa ke ranah hukum karena jelas telah terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat peristiwa ini.

“Kejadian yang terus berulang tanpa ada evaluasi dan perbaikan berarti patut diduga, dilakukan secara sengaja oleh perusahaan,” kata Andry. 

Dalam siaran pers 12 Februari 2021 lalu, Jatam Kaltara meminta agar izin PT KPUC dicabut dan dipidanakan. KPUC harus bertanggung jawab terhadap pemulihan ekosistem Sungai Malinau.

Menurut Jatam Kaltara, KPUC memiliki 2 Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) SK Nomor: 157/Menhut-II/2009  dengan luas 502,59 Ha dan SK Nomor: 396/Menhut-II/2013 dengan luas 3.973,44 Ha. yang dikeluarkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, kemudian diperpanjang Menhut Siti Nurbaya Bakar.

Bermodalkan izin tersebut, KPUC telah melakukan pemindahan paksa komunitas masyarakat adat di 3 Desa. Desa Punan Rian, Desa Langap, dan Desa Seturan.

“Tidak ada kejelasan proses penanganan pemindahan yang dilakukan perusahaan milik Juanda Lesmana ini,” kata Andry.

Selain penggusuran pemukiman masyarakat adat, pencemaran yang terjadi setiap tahun merusak ekosistem Sungai dan habitat mamalia Ikan Pesut yang terdapat di Sungai Sesayap.

Juanda Lesmana, menurut Siaran Pers Jatam Kaltara, satu-satunya orang berpengaruh di Kaltara. Dia pemain penting dalam industri Perkayuan, Perkapalan, dan Perhotelan seperti Hotel Tarakan Plaza, Hotel Bumi Kayan, dan Hotel Bumi Segah di Tanjung Redeb Berau, Kalimantan Timur.

Putera kelahiran Tanjung Selor Bulungan 65 tahun silam ini dikenal akrab dengan pejabat daerah, provinsi, hingga pejabat pusat. Bisnisnya kini melebar di Bidang Pertambangan yang diberi nama PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC), di Bidang Perkebunan PT Kayan Plantation. Di Bidang Perkapalan dengan nama PT Kayan Marine Shipyard, yang dibangun besar-besaran untuk Dok Kapal dan Pengisian Gas LPG di Belalung Juata Tarakan.

Akankah kasus pencemaran lingkungan bisa dibawa ke ranah hukum, atau ada keengganan oknum-oknum pemerintah untuk melakukan penegakan hukum karena terhalang relasi kepentingan ekonomi dan politik? Jawabannya, allahuallam bi’sawab. (DETAKKaltim. Com)

 Penulis : SL Pohan

Editor  : Lukman

(Visited 31 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!