Sengketa Jual Beli Saham PT SAK,  Kontraktor PT AUB Jadi Korban

Dirut PT AUB Dipidanakan

0 716

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Direktur Utama PT Angka Unggul Borneo (AUB) berinisial EM yang telah ditetapkan jadi tersangka Polda Kaltim sejak 24 September 2019, melalui Kuasa Hukumnya menyampaikan bahwa pihaknya akan mengajukan gugatan Praperadilan terhadap Polda Kaltim atas penetapan kliennya tersebut sebagai tersangka.

Di hadapan sejumlah wartawan dalam jumpa pers yang digelar di sebuah Cafe di Perumahan Alaya Samarinda, Andi Syamsu Alam SH dan Robert Wilson Berlyando SH selaku Kuasa Hukum EM mengatakan, yang mendasari diajukannya permohonan Praperadilan ini adalah didasari atas tindakan termohon selaku penegak hukum dalam melakukan penetapan tersangka terhadap kliennya, dan penyitaan terhadap barang bukti milik kliennya yang tidak sesuai dengan prosedur, sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun1981 tentang Hukum Acara Pidana ataupun Perundang-Undangan yang berlaku lainnya, dan berdasarkan dengan alasan yang tidak logis.

“Kami melihat ada kejanggalan dari perkara tersebut, karena yang dituduhkan terhadap beliau selaku Direktur Utama PT Angka Unggul Borneo. Kapasitasnya hanya sebagai pelaksana, kontraktor untuk pemanenan hasil hutan, yang kami lihat sudah lengkap segala kelengkapan administrasi yang seharusnya sebagai pelaku usaha untuk Bidang Kehutanan,” jelas Robert.

Robert kemudian menjelaskan kronologis kasus yang menimpa kliennya, dimana PT AUB menjalin kerja sama dengan PT Sendawar Adhi Karya (SAK), sebuah Perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 2/ MENHUT-II / 2008, untuk melakukan pemanenan hasil hutan.

Dalam perjalanan kontrak kerja tersebut, terjadi jual beli saham dari Tang Phing Hong dan Agus Basuki kepada Charlie dan Daniel. Dalam jual beli saham tersebut, Tang Phing Hong diberi kewenangan untuk memanen hasil hutan ukuran diameter 40 Cm ke atas dalam skema kerja sama. 39 Cm ke bawah menjadi hak pelapor, dalam hal ini Charlie.

“Klien kami selaku kontraktor yang melakukan pemanenan hasil hutanpun melakukan sesuai kontrak kerja yang mereka telah sepakati, dan anehnya juga ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Robert.

Namun kegiatan pemanenan hasil hutan yang dilakukan kliennya, membuat keberatan Charlie sehingga melaporkannya. Selanjutnya tanggal 24 September 2019 menjadi tersangka dengan Tindak Pidana yang disangkakan ;

“Korporasi yang melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 huruf b ; dan/ atau memiliki hasil penebangan dikawasan hutan tanpa izin sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 12, huruf d dan/ atau yang membawa alat-alat berat dan/ atau dan alat -alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwewenang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 huruf g. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (3) huruf b Jo Pasal 83 ayat (4) huruf a Jo Pasal 85 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2013, pelanggaran Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan”.

Walaupun fakta hukumnya, kata Robert lebih lanjut, PT AUB dalam melaksanakan kegiatan produksi hasil hutan kayu berdasarkan kesepakatan tersebut, dan didukung oleh legalitas–legalitas ketentuan dan/atau peraturan Perundang-Undangan Kehutanan RI yang berlaku, yang pelaksana administrasi legalitas oleh PT SAK, berupa Perizinan Dasar (IUPHHK-HTI), Izin Peralatan dan Legalitas Produksi Kayu (LHP/SO, Pembayaran PNBP (PSDH & DR) dan Penerbitan SKSHHK ) dengan SIPUHH ONLINE.

Terhadapa kasus yang menimpa kliennya, Robert mengatakan, upaya hukum yang dilakukan telah membuat Permohonan Keadilan Kepada Presiden RI, Wakil Presiden RI, Kapolri, Jaksa Agung, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan, dan Komnas HAM tertanggal 25 Agustus 2020 karena ada dugaan kriminalisasi, penyalahgunaan kewenangan dan intervensi oleh oknum penyidik penyidik Ditreskrimsus Polda Kaltim. Berdasarkan fakta hukum yang ada, mengingat dalam pelaksanaan penyidikan tidak profesional, proporsional, objektif, transparansi dan akuntable tanpa melibatkan Polhut dan Gakum.

“Atas permohonan tersebut berharap masih ada keadilan di Republik ini, dan semua warga negara mempunyai hak yang sama dalam hukum,” sebutnya.

Kemudian, masih kata Robert, PT Angka Unggul Borneo mengajukan Praperadilan ke Kepolisian RI Cq. Kepolisian Daerah Kalimantan Timur pada Pengadilan Negeri di Balikpapan Nomor Register : 6/PID.PRA/2020/PN Bpp yang disidangkan pada tanggal 10 September 2020, dengan harapan Hakim di Republik ini bisa melihat fakta hukum dan di Republik Indonesia yang kita cintai ini masih ada keadilan yang hakiki.

Baca juga : KPU Samarinda Gelar Rapat Pleno Rekapitulasi DPHP

Menanggapi upaya hukum Praperadilan yang dilakukan tersangka EM melalui Kuasa Hukumnya, AKBP Joni selaku Kasubdit Tipiter Krimsus Polda Kaltim yang dikonfirmasi melalui telepon selulernya mengatakan, kewenangan setiap warga negara untuk mencari keadilan.

“Untuk kasus itu sudah P21, tinggal menunggu pelimpahan ke Kejakasaan. Namun karena terkendala Covid-19 ini sehingga tertunda,” jelasnya singkat.

Selain EM, menurut Robert, Tang Phing Hong dan Agus Basuki juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. (DK.Com)

Penulis : LVL

 

(Visited 33 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!