SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 337

REKRUTMEN dimulai. Mereka yang dinilai tangguh diikutkan dalam misi besar itu. Orang terusir dari negerinya karena perang haruslah pulang kembali untuk menang atau mati berkalang tanah di medan laga.

Ini adalah kontrak mati. Maka selain pasukan inti La Maddukkelleng, juga datang bergabung pasukan-pasukan khusus lainnya. Johor, Pulau Tuah dan Pagatan mengirim masing-masing lebih dari satu peleton. Sedangkan Kutai mengirim lebih satu kompi serdadu terbaik.

La Maddukkelleng meminta bantuan menantunya untuk menambah anggaran pembelian senjata. Sultan Kutai yang kaya itu bukan hanya membantu membeli senjata-senjata baru tapi juga memutuskan akan ikut serta dalam misi itu, membantu mertuanya melawan musuh.

Dia akan membawa serta pasukan terbaik Kutai. Istrinya yang sedang hamil dan anaknya yang masih kecil dititipkan di kerabat keraton. Dewan Perwalian sementara diserahi tugas mengurusi pemerintahan Kesultanan Kutai selama Aji Muhammad Idris tidak di tempat. Orang-orangnya bergabung dengan pasukan Bugis dari Samarinda.

CERITA SEBELUMNYA :

“Kutai dan Paser telah menjadi saudara sejak lama. Pun dengan Puengta La Maddukkelleng adalah mertua yang saya hormati. Tapi ini bukanlah hanya soal kedekatan hubungan pribadi. Ini menyangkut prinsip hidup saya sebagai Sultan Kutai, bahwa VOC Belanda adalah musuh yang harus dienyahkan dari negeri kita. Perang akan kita mulai gelorakan dari Peneki. Dari sana kita mulai menyulut api sampai Makassar. Jika Belanda di Makassar mampu kita gulingkan, maka Kutai bukan lagi bawahan Banjar. Kita akan menjadi kerajaan yang berdaulat penuh. Tak ada yang bisa mencegah tekad saya ini!” Sultan Kutai dengan baju kebesarannya berkata di depan mertuanya. Seluruh orang mendengarkan dengan sikap menghormat.

Setelah rekrutmen rampung, total personil dalam misi perang itu berjumlah 610 orang. Tidak termasuk La Maddukkelleng beserta keluarganya. Pemberangkatan pun dilakukan. Saat itu diperkirakan dalam tahun 1736. Kekuasaan Paser diserahkan kepada adik Ratu Andin Anjang yakni Aji Negara bin Sultan Aji Muhammad Alamsyah yang bergelar Sultan Sepuh Alamsyah.

Jika dalam tiga tahun Ratu Andin Anjang tak kembali ke Paser, maka serta merta kekuasaan secara definitif diteruskan olehnya. La Maddukkelleng telah menerawang jauh bahwa ini adalah kepulangannya yang terakhir. Namun ia sengaja memberi peluang kembalinya mereka ke Paser, sembari mengupayakan suksesi berjalan damai.

Ia memahami luka perebutan kekuasaan antara orang-orang yang dulu menolak Ratu Andin Anjang masih membekas meski itu tinggal luka yang tersamar. Ia telah berusaha memperbaiki semua selama lebih kurang tujuh tahun dalam pergaulan sosial, pembauran-pembauran dan juga pembangunan masyarakat Paser.

Prestasi kerja ini diapresiasi secara baik oleh para tetuah Paser. Apa lagi memang, Andin Anjang adalah anak tertua dari Sultan Aji Muhammad Alamsyah. Prestasi membangun di semua bidang ditambah melejitnya kekuatan angkatan perang Paser dianggap sebagai perekat dan anugerah kepemimpinan Sang Puteri yang sehari-harinya dijalankan oleh suaminya.

CERITA SEBELUMNYA :

La Maddukkelleng sangat merasakan bahwa ini seperti mengikat simpul semua tatanan yang telah ditorehnya di negeri-negeri yang dijelajahinya sejak remaja. Maka ia memerintahkan agar tak semuanya kembali ke Wajo. Puanna Dekke tetap di Pagatan, demikian pula La Sellang Daeng Mangkana tetap berada di Samarinda. Orang-orangnya yang berasal dari Pulau Tuah diperintahkannya tetap berhubungan dengan Paser.

Hanya tiga pengawal utamanya yang ikut mengemban misi kepulangan, yakni Kapitan La Banna To Assa, Panglima Ambo Pabbola dan Panglima Cambang Balolo. Ia hanya sedikit kaget atas kemauan menantunya yang tetap berkeras ikut membantu perjuangan di Tana Wajo. Sultan Kutai itu memang terkenal berprinsip teguh. Ia sangat membenci orang-orang Belanda yang menjadikan Kutai laksana barang rampasan yang seenaknya dialihtuankan.

Kekalahan Makassar oleh Belanda-Bone berimplikasi pada pelimpahan kekuasaan atas Kutai ke Kerajaan Banjar. Ia mengharapkan kembali kemenangan koalisi Gowa Wajo akan membuka kemerdekaan penuh Kutai dari Banjar yang menjadi sekutu Belanda ketika itu.

Menghitung perjuangan yang membentang demikian panjang ke depan, La Maddukkelleng pun menyampaikan impian bahwa kelak tiga anak puteranya yang saat itu masih kanak-kanak akan kembali merangkai jejak perjuangan yang telah terukir di negeri-negeri pesisir Kalimantan. Bahwa aliansi Selat Makassar tak boleh berhenti, meski panggilan gong perang dipukul bertalu-talu tiada hentinya. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!