SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 93

LUAR biasa. La Banna membatin. La Maddukkelleng terus saja asyik melakukan gerakan-gerakan yang sangat cepat. Mendatangkan angin yang kadang menerpa wajah La Banna, kadang juga seperti membuat udara sekitar membeku. Pada jurus terakhir La Maddukkelleng masih dalam gerakan memutar melompat tinggi ke arah bibir air. Lalu, dengan teriakan tinggi ia memukul ke arah ombak yang datang bergulung.

“Hiiyaaaat… Dueessssshhh….” Akibatnya sungguh membuat La Banna takjub bukan main. Itulah pengerahan pukulan dengan tenaga ajaib yang disebut Lemmung Manurung, ciri khas pukulan dari Karame’e ri Tompo Balease’. Tingkat tertinggi Lemmung Manurung hanya mampu dicapai Karame’e. Ia ragu apakah itu sudah hampir mencapai tingkatan Karame’e. Ia sering mendengar gurunya bicara soal keistimewaan ilmu-ilmu dari Balease’.

“Duarrr…. Byaaarrrr….!!” Suara bergemuruh kembali terdengar dari air yang kena terjangan tenaga dahsyat. Air itu muncrat tinggi, sebagian ada yang sampai ke tempat La Banna berdiri. Tuannya ini sudah sangat menguasai Sulapa Seppulo dari jurus itu. Ia sendiri belum mahir melakukan pembukaan Sulapa Enneng. Sungguh peningkatan yang menakjubkan.

La Maddukkelleng tanpa mengubah posisinya yang menghadap ke laut lalu melompat ke arah belakang. Dalam detik berikutnya ia telah berdiri sempurna di samping La Banna. “Bagaimana penilaianmu, Banna?”

“Puengku sudah mencapai kemajuan yang sangat pesat. Silat Sulapa yang tadi Puengku mainkan sudah sangat sempurna. Barangkali tingkatannya sudah menyamai Gurunda Bissu Tungke.”

CERITA SEBELUMNYA :

Tapi dalam hatinya, La Banna yakin tuannya ini telah melampaui paman gurunya itu. Ia sendiri merasa jauh di bawahnya. Meskipun ilmu-ilmu mereka memiliki sumber yang sama. Tunreng Talaga gurunya, memiliki satu asal dengan Karame’e Tompo Ipuang. La Banna benar, sebenarnya tingkatan Bissu Tungke La Cella sudah terlampaui oleh La Maddukkelleng.

Semua ilmu-ilmu gurunya itu telah dilahapnya habis. Bahkan ia sempat mendapatkan didikan langsung beberapa lama dari Karame’e Tompo Balease’. Dalam hal tenaga lemmung, ia sudah mencapai tingkat melampaui gurunya itu. Jika terus berlatih lebih matang, La Maddukkelleng akan mendekati kesempurnaan mahaguru Karame’e Tompo Balease’.

La Maddukkelleng menghela napas.

“Banna, kita ini adalah perantau pelarian. Namun kita bukanlah orang yang berlari dari musuh karena takut. Ini hanya bagian proses hidup yang harus kita lalui. Kita tak pernah membayangkan bahwa kita akan sejauh ini. Pada saatnya nanti kita pasti akan kembali ke Wajo untuk membebaskannya dari penjajahan Bone yang diprakarsai oleh VOC Belanda,”

“Tapi itu masih lama. Kita harus terus membangun kekuatan. Armada yang kita miliki belum seberapa. Pulau Tuah juga bukan tempat yang aman. Pada akhirnya VOC akan menyerang kita di sana. Kita harus mencoba meluaskan pengaruh ke pulau besar Borneo. Setelah dari sini kita akan terus membangun hubungan dengan Negeri Bolongan, Berau, Kutai dan juga Paser,”

Barangkali ada hal-hal baik yang bisa kita kerjasamakan dengan mereka. Tapi yang pertama adalah, kita harus mengejar orang-orang Bone yang membawa lari dua kapal Puangda Daeng Matekko. To Passarai dan orang-orangnya harus membayar utang-utangnya. Bersiaplah untuk berjuang lebih keras. Dan tetaplah di sampingku. Engkau adalah pengawalku yang paling kuandalkan.”

“Iyye, Pueng. Amanah akan saya laksanakan dengan sepenuh jiwa dan raga. Sumpah setia di Ale Labuaja akan terus saya pegang teguh sampai mati. Pesan gurunda Tunreng Talaga akan terus saya nyalakan bersama pasukan lainnya.”

“Belum adakah niatmu menikah, Banna?” Tiba-tiba La Maddukkelleng bertanya sambil menoleh ke arahnya. La Banna sempat kaget tapi segera menjawab,

“Hamba takkan menikah mendahului Puengku. Puengku-lah yang harus menikah lebih dulu. Seorang raja harus punya ratu. Hamba lihat, Puteri Hindun Jamilah adalah seorang puteri yang jelita. Tak salah dihitung-hitung..”

“Ah, engkau seperti membaca isi hatiku saja. Ketahuilah Banna, aku terpikat sejak awal melihatnya di atas perahu. Aku ingin betul bertemu langsung dengannya sebelum berangkat ke Selat Makassar. Bahkan kalau bisa aku ingin meminangnya jadi istriku”

“Iyye, Pueng. Nanti saya atur. Hehe..” La Banna tertawa menggoda. Digoda seperti itu, La Maddukkelleng senyum-senyum. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!