Sampaikan Pledoi Pribadi, Ismunandar Akui Kesalahan
Minta Uang Pengganti Disesuaikan Dana Yang Terima
DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Terdakwa Ismunandar, mantan Bupati Kutai Timur yang disidang dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12 B Undang-Undang Tipikor kembali disidang, Senin (8/3/2021) sore.
Pada sidang dengan agenda pembacaan Pledoi ini, terdakwa Ismunandar yang didampingi sejumlah Penasehat Hukum (PH), juga menyampaikan Pledoi secara pribadi. Pembacaan Pledoi pribadi itupun dilakukannya usai PHnya membacakan Pledoinya.
Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Samarinda yang diketuai Joni Kondolele SH MM dengan Hakim Anggota Lucius Sunarno SH MH dan Ukar Priyambodo SH MH, Ismunandar membacakan Pledoi pribadinya secara langsung sebagian setebal 42 halaman yang dibuatnya.
Ia memulai Pledoinya dengan mengungkapkan kisah perjalanan hidupnya yang bermula dari Sangkulirang, yang hanya bisa dilalui lewat jalur laut ke Samarinda tahun 70an. Saat melanjutkan pendidikan di Samarinda di usia 12 tahun sudah harus mandiri yang mengajarinya tentang sikap tenggang rasa, yang berlanjut hingga mengenyam bangku kuliah di Malang.
Ia juga mengisahkan bagaimana ia memulai karirnya sebagai pegawai honorer tahun 1986 di Badan Perencanaan Daerah Kaltim, selanjutnya diangkat sebagai CPNS tahun 1987. Dari sinilah mulai meniti karir sebagai Pegawai Negeri Sipil Jabatan Eselon IV, sebagai Kepala Seksi di Dinas PU Provinsi Kaltim menjadi jabatan pertama yang diemban. Karirnya terus berlanjut hingga menjabat Sekda, setelah 12 tahun mengabdi di Sekretariat Daerah Kutai Timur.
“Babak baru sebagai Bupati Kepala Daerah mulai saya jalani, tidak hanya sekedar mengurusi Administrasi Pemerintahan seperti ketika sebagai Sekda, namun juga mengurus masyarakat, terutama memberikan layanan yang sangat mendesak dan dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu, saya fokuskan dalam pembangunan pada pemenuhan Kebutuhan Dasar, seperti Listrik, Air Bersih, Sarana Prasarana, Pendidikan dan Kesehatan serta Infrastruktur jalan,†sebut Ismunandar.
Hal ini disampaikannya, kata Ismunandar, karena apa yang sudah dilakukan adalah pemenuhan kebutuhan dasar yang memang sangat diperlukan masyarakat, semangat membangun semua sektor pada tahun pertama sangat tinggi, namun apa daya pada tahun kedua terjadi tsunami anggaran, Pemerintah Pusat tidak membayarkan Triwulan IV Dana Bagi Hasil sehingga terjadi defisit dan menjadi beban pembayaran terhadap kegiatan proyek yang telah selesai pelaksanaannya sehingga menjadi hutang Pemerintah Daerah kepada Pihak ketiga.
Dalam upaya menutupi kekurangan anggaran tersebut saudara Musyaffa selaku Kepala Badan Pendapatan Daerah dan saudara Pandji staf Bapenda berinisiatif mencari pinjaman ke Bank Jateng, tapi tidak berhasil.
“Namun saya sangat terkejut ketika Penyidik KPK mempertanyakan adanya Dana Operasional Bupati sebesar Rp100 Miliar Tahun anggaran 2019. Kenapa saat itu saya dan Wakil Bupati diajak ke Bank Jateng untuk cari pinjaman Daerah, sementara kita sendiri memiliki anggaran. Dari tersebut saudara Musyaffa dan stafnya yaitu saudara Pandji tidak transparan melaporkan ketersediaan dana,†sebutnya lebih lanjut.
Adanya Dana Operasional Bupati  tahun anggaran 2019 sebesar Rp100 Miliar disebutkannya tidak diketahuinya dan tidak pernah diberikan laporannya.
“Otomatis tidak ada arahan saya untuk digunakan apa saja. Demikian pula halnya Dana Operasional tahun 2020 sebesar Rp250 Miliar,†sebutnya lebih lanjut.
Berkaitan dana tersebut, kata Ismunandar, memang benar Musyaffa dan Pandji menghadapnya untuk melaporkan adanya tambahan pendapatan dari sumber Dana Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Keuangan dan Perimbangan Pusat.
“Selanjutnya saya sampaikan agar dibicarakan di dalam rapat, sedangkan maksud diatur adalah agar disesuaikan prioritasnya bersama tim TAPD. Keterangan ini berkesesuaian dengan yang telah saudara Pandji sampaikan di persidangan selaku saksi,†kata Ismunandar lebih lanjut.
Selain itu saksi Musyaffa menyampaikan bahwa ia mengarahkan kepada Sekda Irawansyah agar dana tersebut “jangan diganggu gugatâ€.
“Untuk keterangan saudara Musyaffa ini sudah dibantahkan oleh saudara Sekda Irawansyah di persidangan, bahwa Bupati tidak pernah menyatakan atau mengarahkan “jangan diganggu gugatâ€. Hal ini penting saya sampaikan bahwa Bupati tidak pernah berinisiatif ataupun mengarahkan untuk mengalokasikan Dana Operasional,†jelas Ismunandar.
Melihat kegiatannya yang sangat banyak bersentuhan langsung di masyarakat, pertengahan tahun 2019 Musyaffa menawarkan bantuan kepadanya, apabila memerlukan pendanaan.
“Selanjutnya saya menyetujui penawaraan tersebut tanpa mempertanyakan sumber dananya. Saya menyadari inilah kesalahan saya yang patut disesalkan. Namun sebagaimana bunyi pepatah “Sesal Dahulu Pendapatan, Sesal Kemudian Tak Bergunaâ€. Ini merupakan pembelajaran bagi diri saya sendiri maupun rekan-rekan Kepala Daerah, dapat mengambil pelajaran apa yang sudah saya alami,†sebutnya.
Sikap hati-hati dan teliti dalam menerima bantuan harus dilakukan, kata Ismunandar lebih lanjut, walaupun yang memberikan tersebut adalah orang yang sangat kita percaya.
“Atas penggunaan dana yang sumbernya tidak jelas tersebut menghantarkan saya ke Gedung Merah Putih (KPK) dan harus menjalani proses penyidikan. Selama penyidikan saya berusaha kooperatif dan mengakui dana-dana yang sudah dibantukan kepada saya ataupun transaksi yang berkaitan dengan saya. Sikap saya tersebut menunjukkan bahwa dari awal sudah mengakui atas kesalahan yang sudah dilakukan,†beber Ismunandar dalam Pledoinya.
Berita terkait : Ismunandar – Encek Dituntut KPK 7 dan 6 Tahun Penjara
Dalam Pledoinya tersebut, ia juga memaparkan dana penerimaan melalui Suryansyah/Anto, Musyaffa, Aswandini dan beberapa nama lainnya lagi sejumlah Rp7.040.249.020
Selain dana tersebut di atas, ia juga mengakui mempunyai pinjaman sebesar Rp5 Miliar sama Aditya Maharani Yuono dan H Muchtar alias H Atong sejumlah Rp1 Miliar.
“Kepada Majelis Hakim Yang Mulia, saya mohon agar Uang Pengganti yang diwajibkan kepada saya disesuaikan dengan jumlah yang saya terima. Sebagaimana pengetahuan saya, mengenai Uang Pengganti adalah besarnya dana yang diterima oleh terdakwa. Oleh karena itu saya memohon keputusan yang seadil-adilnya oleh Yang Mulia Majelis Hakim,†sebutnya.
Terkait tuntutan pencabutann hak politik selama 5 tahun, ia juga memohon untuk dipertimbangkan seadil-adilnya. Karena 5 tahun itu sama dengan hukuman yang dijatuhkan kepada tokoh-tokoh politik nasional dan ketua partai.
“Saya ini birokrat murni yang diamanahi jadi seorang Bupati. Namun, segala keputusan saya serahkan kepada Majelis Hakim Yang Mulia,†sebutnya lebih lanjut.
Pada bagian akhir Pledoinya, Ismunandar yang terdengar suaranya tetap tegar memohon izin mengucapkan terima kasih kepada istrinya yang tercinta Hj Encek U R Firgasih yang sangat tegar menghadapi persoalan ini, sehingga membangkitkan semangatnya untuk lebih tegar.
“Dan juga atas dukungan anak saya Siti Rizky Amalia, Siti Rizka Nuraisya, Rodiansyah, cucu saya Siti Rania dan Siti Qamela, serta doa yang tiada henti dari Ibunda tercinta Hj Faridah Anang Bakrie dan seluruh sanak keluarga,†sebut Ismunandar mengakhiri Pledoinya.
Pada sidang sebelumnya, Ismunandar dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK selama 7 tahun Denda Rp500 Juta Subsidiair 6 bulan kurungan. Selain itu, ia juga dituntut membayar Uang Pengganti sebesar Rp Rp27.438.812.973,00 Subsidair 3 tahun penjara. (DK.Com)
Penulis : LVL