Sampaikan Pledoi Pribadi, Ismunandar Akui Kesalahan

Minta Uang Pengganti Disesuaikan Dana Yang Terima

0 173

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Terdakwa Ismunandar, mantan Bupati Kutai Timur yang disidang dalam perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12 B Undang-Undang Tipikor kembali disidang, Senin (8/3/2021) sore.

Pada sidang dengan agenda pembacaan Pledoi ini, terdakwa Ismunandar yang didampingi sejumlah Penasehat Hukum (PH), juga menyampaikan Pledoi secara pribadi. Pembacaan Pledoi pribadi itupun dilakukannya usai PHnya membacakan Pledoinya.

Di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Samarinda yang diketuai Joni Kondolele SH MM dengan Hakim Anggota Lucius Sunarno SH MH dan Ukar Priyambodo SH MH, Ismunandar membacakan Pledoi pribadinya secara langsung sebagian setebal 42 halaman yang dibuatnya.

Ia memulai Pledoinya dengan mengungkapkan kisah perjalanan hidupnya yang bermula dari Sangkulirang, yang hanya bisa dilalui lewat jalur laut ke Samarinda tahun 70an. Saat melanjutkan pendidikan di Samarinda di usia 12 tahun sudah harus mandiri yang mengajarinya tentang sikap tenggang rasa, yang berlanjut hingga mengenyam bangku kuliah di Malang.

Ia juga mengisahkan bagaimana ia memulai karirnya sebagai pegawai honorer tahun 1986 di Badan Perencanaan  Daerah  Kaltim,  selanjutnya  diangkat  sebagai CPNS tahun 1987. Dari sinilah mulai meniti karir sebagai Pegawai Negeri Sipil Jabatan Eselon IV, sebagai Kepala Seksi di Dinas PU Provinsi  Kaltim menjadi jabatan  pertama yang diemban. Karirnya terus berlanjut hingga menjabat Sekda, setelah 12 tahun mengabdi di Sekretariat Daerah Kutai Timur.

“Babak baru sebagai Bupati Kepala Daerah mulai saya jalani, tidak hanya sekedar  mengurusi  Administrasi  Pemerintahan  seperti ketika sebagai Sekda,  namun  juga  mengurus  masyarakat,  terutama  memberikan layanan yang sangat mendesak dan dibutuhkan masyarakat. Oleh karena itu, saya fokuskan dalam pembangunan pada pemenuhan Kebutuhan Dasar, seperti Listrik, Air Bersih, Sarana Prasarana, Pendidikan dan Kesehatan serta Infrastruktur jalan,” sebut Ismunandar.

Hal ini disampaikannya, kata Ismunandar, karena  apa  yang  sudah  dilakukan adalah  pemenuhan  kebutuhan  dasar  yang memang sangat diperlukan masyarakat, semangat membangun semua sektor pada tahun pertama sangat  tinggi, namun  apa daya  pada tahun kedua  terjadi tsunami anggaran, Pemerintah Pusat tidak membayarkan Triwulan IV Dana Bagi Hasil sehingga terjadi defisit dan menjadi beban pembayaran terhadap kegiatan  proyek yang telah selesai pelaksanaannya sehingga menjadi hutang Pemerintah Daerah kepada Pihak ketiga.

Dalam  upaya  menutupi  kekurangan  anggaran  tersebut saudara Musyaffa selaku Kepala  Badan  Pendapatan  Daerah  dan saudara Pandji  staf  Bapenda berinisiatif mencari pinjaman ke Bank Jateng, tapi tidak  berhasil.

“Namun  saya  sangat  terkejut ketika Penyidik KPK mempertanyakan adanya Dana Operasional Bupati sebesar  Rp100 Miliar Tahun anggaran 2019. Kenapa saat itu saya dan Wakil  Bupati diajak  ke  Bank  Jateng  untuk  cari  pinjaman  Daerah, sementara kita sendiri  memiliki anggaran. Dari tersebut saudara Musyaffa dan  stafnya yaitu saudara Pandji  tidak  transparan  melaporkan ketersediaan dana,” sebutnya lebih lanjut.

Adanya Dana Operasional  Bupati  tahun anggaran 2019 sebesar Rp100 Miliar disebutkannya tidak diketahuinya dan tidak pernah  diberikan laporannya.

“Otomatis  tidak ada  arahan  saya  untuk digunakan apa saja. Demikian pula halnya Dana Operasional  tahun  2020  sebesar  Rp250 Miliar,” sebutnya lebih lanjut.

Berkaitan dana tersebut, kata Ismunandar, memang benar Musyaffa dan Pandji menghadapnya untuk melaporkan adanya tambahan pendapatan dari sumber Dana Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil  Keuangan  dan Perimbangan  Pusat.

“Selanjutnya  saya  sampaikan agar dibicarakan di dalam  rapat, sedangkan  maksud  diatur  adalah  agar disesuaikan prioritasnya bersama tim TAPD. Keterangan ini berkesesuaian dengan yang telah saudara Pandji sampaikan di persidangan selaku saksi,” kata Ismunandar lebih lanjut.

Selain itu saksi Musyaffa menyampaikan bahwa ia mengarahkan kepada Sekda Irawansyah agar dana  tersebut “jangan diganggu gugat”.

“Untuk  keterangan saudara Musyaffa  ini sudah  dibantahkan oleh saudara Sekda Irawansyah di persidangan, bahwa Bupati  tidak pernah menyatakan atau mengarahkan “jangan diganggu gugat”. Hal ini penting saya sampaikan bahwa Bupati tidak pernah berinisiatif ataupun mengarahkan untuk mengalokasikan Dana Operasional,” jelas Ismunandar.

Melihat kegiatannya yang sangat banyak bersentuhan langsung di masyarakat, pertengahan tahun  2019  Musyaffa menawarkan bantuan kepadanya, apabila memerlukan pendanaan.

“Selanjutnya saya  menyetujui  penawaraan  tersebut  tanpa mempertanyakan  sumber dananya. Saya  menyadari inilah kesalahan saya yang patut disesalkan. Namun sebagaimana bunyi pepatah “Sesal Dahulu Pendapatan, Sesal Kemudian Tak Berguna”. Ini merupakan pembelajaran bagi diri saya sendiri maupun rekan-rekan Kepala Daerah, dapat mengambil pelajaran apa yang sudah saya  alami,” sebutnya.

Sikap  hati-hati  dan  teliti  dalam  menerima  bantuan  harus dilakukan, kata Ismunandar lebih lanjut, walaupun  yang  memberikan  tersebut  adalah  orang  yang sangat kita percaya.

“Atas penggunaan dana yang sumbernya tidak jelas tersebut menghantarkan saya ke Gedung Merah Putih (KPK) dan harus menjalani proses penyidikan. Selama penyidikan saya berusaha kooperatif dan mengakui dana-dana yang sudah dibantukan kepada saya ataupun transaksi yang berkaitan dengan  saya. Sikap saya tersebut menunjukkan bahwa dari awal sudah mengakui atas kesalahan yang sudah dilakukan,” beber Ismunandar dalam Pledoinya.

Berita terkait : Ismunandar – Encek Dituntut KPK 7 dan 6 Tahun Penjara

Dalam Pledoinya tersebut, ia juga memaparkan dana penerimaan melalui Suryansyah/Anto, Musyaffa, Aswandini dan beberapa nama lainnya lagi sejumlah Rp7.040.249.020

Selain  dana tersebut di atas, ia juga mengakui mempunyai pinjaman sebesar  Rp5 Miliar sama Aditya Maharani Yuono dan H Muchtar alias H Atong sejumlah Rp1 Miliar.

“Kepada Majelis Hakim Yang Mulia, saya mohon agar Uang Pengganti yang diwajibkan kepada saya  disesuaikan dengan jumlah yang saya terima. Sebagaimana pengetahuan saya, mengenai Uang Pengganti adalah besarnya dana yang diterima oleh  terdakwa. Oleh karena itu saya memohon keputusan yang seadil-adilnya oleh Yang Mulia Majelis Hakim,” sebutnya.

Terkait tuntutan  pencabutann  hak  politik  selama 5 tahun, ia juga memohon untuk dipertimbangkan seadil-adilnya. Karena 5 tahun itu sama dengan  hukuman yang dijatuhkan kepada tokoh-tokoh politik nasional dan ketua partai.

“Saya ini birokrat murni yang diamanahi jadi seorang Bupati.  Namun, segala keputusan saya serahkan kepada Majelis Hakim Yang Mulia,” sebutnya lebih lanjut.

Pada bagian akhir Pledoinya, Ismunandar yang terdengar suaranya tetap tegar memohon izin mengucapkan terima kasih kepada istrinya yang tercinta Hj Encek U R Firgasih yang sangat tegar menghadapi persoalan ini, sehingga membangkitkan semangatnya untuk lebih tegar.

“Dan juga atas dukungan anak saya Siti Rizky Amalia, Siti Rizka Nuraisya, Rodiansyah, cucu saya Siti Rania dan Siti Qamela, serta doa yang tiada henti dari Ibunda tercinta Hj Faridah Anang Bakrie dan seluruh sanak keluarga,” sebut Ismunandar mengakhiri Pledoinya.

Pada sidang sebelumnya, Ismunandar dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK selama 7 tahun Denda Rp500 Juta Subsidiair 6 bulan kurungan. Selain itu, ia juga dituntut membayar Uang Pengganti sebesar Rp Rp27.438.812.973,00 Subsidair 3 tahun penjara. (DK.Com)

Penulis : LVL

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!