Nilai RTRW Tidak Ramah Masyarakat, KMS Ajukan Judicial Review

0 54

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA :  Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kaltim resmi mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) di Jakarta, Selasa (28/2/2017).

KMS merupakan gabungan sejumlah organisasi non pemerintahan (Ornop) bersama masyarakat ini menggugat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2016, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim.

Hal itu diutarakan Pradarma Rupang, salah seorang pentolan KMS saat menggelar Konferensi Pers yang dihadiri beberapa awak media di Kafe Antara Jalan Dahlia, Samarinda, Kalimantan Timur.

“Kami ajukan judicial review ke MA, karena RTRW yang disusun dan disahkan tidak memberikan partisipasi publik dalam rangka melaksanakan pembangunan,” ujar Pradarma Rupang, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim.

Pada pendaftaran judicial review ini terdapat 6 pemohon dari nelayan, petani dan ibu rumah tangga yang didampingi oleh tim penasehat hukum. Lembaga yang turut mendukung di antaranya Jatam Kaltim, Pokja 30, AMAN Kaltim, WALHI Kaltim, Prakarsa Borneo, Front Nahdliyin Kedaulatan Sumber Daya Alam, SEKNAS FITRA, dan Greenpeace Indonesia.

“Di saat yang sama, saat ini rekan-rekan kami sedang mendaftarkan gugatan ke MA. Ada dua termohon dalam gugatan ini yakni, Gubernur dan DPRD Kaltim,” kata Carolus Tuah, dari Pokja 30.

Tidak hanya itu, iapun menabahkan bahwa KMS tersebut didampingi 6 pengacara dalam melakukan gugatan kali ini.

“Penggugatnya ada 11 orang yang semuanya warga Kaltim. Ada ibu rumah tangga, mahasiswa, swasta, dan lainnya,”  tambah Tuah.

Sementara dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Kaltim, Margaretha Seting, mengatakan KMS menilai RTRW Kaltim sangatlah ramah terhadap investasi, namun tidak ramah terhadap masyarakatnya sekitar.

“Contohnya kawasan karst Kaltim. Dari 3,6 juta hektare, yang dilindungi hanya 307 ribu hektare atau 8,43 persen saja. Padahal, banyak masyarakat yang menggantungkan sumber airnya dari kawasan karst,”  imbuh Margaretha.

Sebagai contoh lain, Margaretha mengatakan, yakni rencana investasi pembangunan jalur kereta api, yang juga sudah diakomodir dalam RTRW.

“Kereta api yang dibangun ini untuk mengangkut batu bara. Bukan untuk membuka isolasi. Dengan demikian, batu bara bisa diangkut dengan mudah, murah dan, cepat. Sementara rakyat jadi korban debu tambang, menerima kerusakan lingkungan, dan menabrak hutan,” tandas Margaretha.(MS77)

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!