“Kupas Kandidat” Rusmadi-Safaruddin, Solusi Bagi Petani dan Generasi Milenia

0 34

DETAKKaltim.Com, JAKARTA : Ini 4 pertanyaan menohok dari Bustanul Arifin kepada Cagub dan Cawagub Kaltim Rusmadi – Safaruddin pada acara “Kupas Kandidat” yang disiarkan secara nasional dari Studio TVRI Pusat Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6/2018).

Bustanul Arifin dihadirkan TVRI sebagai salah seorang dari 4 panelis. Ahli ekonomi pertanian dari INDEF (Institute For Develoment of Economic and Finance) mendapat giliran kedua bertanya, setelah Siti Zuhro dari LIPI mengupas masalah demokrasi dan politik di daerah.

“Saya buka data. Tambang masih negatif. Saya apresiasi Cagub dan Cawagubnya karena mengatakan untuk fokus pada transportasi. Tapi, pak Cagub dan Cawagub, tolong jelaskan kepada kami nilai tukar Petani masih rendah, masih di bawah 100. Tepatnya 93. Kalau Nelayan sih masih cukup tinggi. Bagaimana cara atau strategi program, jika bapak berdua ini terpilih, dalam memberikan ruang dan tempat untuk Petani mendapatkan kesejahteraannya. Karena sebagian barang masih mahal. Penghasilan Petani masih belum mampu menopang hidupnya. Kami ingin dengarkan hal itu?” ujar Bustanul Arifin.

Rusmadi Wongso yang juga ahli ekonomi pertanian, dengan tangkas menjawab soal nilai tukar petani yang menjadi indikator kemiskinan. Kata Rusmadi, faktor nilai tukar petani masih rendah, berarti biaya produksi lebih besar dari yang dihasilkan.

“Sehingga memang yang harus dilakukan; pertama, selain petani diharapkan mendapatkan harga terbaik terkait pemasarannya, perlu kepastian tentang pasar dari produksinya. Paling penting juga bagaimana menekan biaya-biaya produksi ini,” kata mantan Dekan Fakultas Pernanian Universitas Mulawarman, Samarinda ini.

Pertama, menurut Rusmdi, mengenai tingkat produktifitas. “Jujur di Kaltim ada lahan sekitar 73 ribu hektar, dan baru 13 ribu hektar yang beririgasi. Jadi persoalan irigasi itu, mau tidak mau harus ditingkatkan luasan lahan yang dirigasi,” ujarnya.

“Kemudian soal mekanisasi, kita tak mungkin berharap produktifitas ketika soal mekanisasi belum teratasi. Tapi saya melihat dalam rangka meningkatkan produktifitas air menjadi kunci, kalau selama ini lahan petani rata-rata hanya untuk satu kali tanam selama setahun, kita ingin meningkatkan IP (indek pertanamannya) menjadi dua kali atau tiga kali,” ujarnya.

Faktor lainnya yang menyebabkan biaya produksi petani tinggi adalah jalan produksi. Menurut mantan Kepala Bappeda Kaltim itu, adalah persoalan serius yang dihadapi para petani di Kaltim.

“Saya tidak bicara kewenangan, yang sebenarnya adalah kewenangan Bupati. Tetapi, ketika saya diberi amanah sebagai Gubernur, insya Allah jalan produksi ini saya kerjakan. Saya akan menantang para Bupati; “Bupati punya apa? Kalau punya alat persiapkan alat dong seperti hand traktor, eksavator untuk memperbaiki jalan-jalan produks,” kata Rusmadi, bersemangat.

Menurut Rusmadi, selama jalan produksi itu rusak, maka dapat dipastikan biaya produksi petani jadi tinggi. Baik itu untuk mengangkut sarana produksi maupun ketika menjual hasil pertanian.

Pertanyaan kedua Bustanul Arfin dimunculkan ketika secara tiba-tiba saja lulusan Doktoral University of Wisconsin-Madison, USA  ini tertarik soal irigasi.

“Pak cagub di mana kira-kira ada irigasi ini. Saya sudah cukup lama tidak ke Kaltim?” celetuknya.

Atas pertanyaan itu, Rusmadi langsung menjawab bahwa Kaltim itu punya banyak sungai. Ini adalah potensi sumber air yang sangat besar untuk irigasi.

“Iya, kita paham. Saya kuatir masalahnya di hulu. Kalau di hulu hutannya sudah habis, maka debit airnya bakal perpengaruh dan kemampuan untuk mengairi lahan pertanian juga berpengaruh. Pertanyaan saya, apa yang bapak rencanakan untuk konservasi di hulu?” tanyanya.

Rusmadi yang juga pakar ekonomi pertanian lulusan S3 Bidang Ekonomi Produksi dan Manajemen Pertanian dari  Universitas Los Banos, Filipina, dengan tangkas menjawab bahwa terkait dengan kegiatan pertanian, mau tidak mau lahan pertanian harus kita konservasi.

“Pertama hutan di daerah hulu harus dikonservasi, kalau kita bicara pertanian, bagaimanapun juga kita bicara ekosistem. Terutama padi sawah itu kan kuncinya di air. Kalau di hulunya lahan terbuka, sudah pasti tidak cukup air. Tetapi saya menyadari, swasembada pangan ini adalah pertaruhan bagi Kalimantan Timur, karena potensi lahannya yang luas. Saya kebetulan mantan Kepala Bappeda Kalimantan Timur, jadi kami identifikasi ada 214 ribu hektar lahan yang bisa kita manfaatkan untuk lahan pertanian. Tapi memang tantangannya adalah masih terbukanya lahan-lahan untuk eksploitasi tambang Batubara,” jelasnya.

Pertanyaan ketiga diarahkan kepada Cawagub Safaruddin. Bustanul Arifin memulai dengan menjelaskan bahwa sekarang dia menuju persoalan di sebelah hilir.

“Saya baru baca laporan ini ternyata harga beras sangat mahal. Mencapai Rp13 Ribu per kilogram dengan kondisi beras yang kurang baik. Apa memang ada pemain-pemain yang nakal? Karena Bapak mantan Kapolda, mengetahui apakah ada penimbunan mungkin sehingga harga beras jadi tinggi?” tanyanya.

Irjen Pol (Purn) Safaruddin langsung menyambar. Menurutnya, dalam situasi sekarang ini, memasuki bulan puasa maupun  lebaran, ini menjadi kesempatan pedagang-pedagang memainkan harga. Karena Kaltim itu kan kebutuhan Sembakonya masih mendatangkan beras dari luar pulau. Jadi itu kemungkinan terjadinya.

Menurut Safaruddin, tahun lalu ketika masih menjabat Kapolda Kaltim, harga beras normal saja.

“Karena kami waktu itu diberi tugas sebagai Satgas pangan, jadi tiap hari Kasatserse di Polres itu mendatangi gudang-gudang beras milik pedagang. Kalau di pasar ada kenaikan harga, dan di gudang beras menumpuk, berarti ada penimbunan. Tapi waktu itu distribusi berjalan baik,” ujarnya.

Tapi ada juga faktor lain yang membuat harga beras di Kalimantan Timur melonjak. Kalau kondisi alam tidak menguntungkan, ombak besar. Jadi, kapal-kapal kecil tidak bisa mengangkut Sembako ke Kaltim. Hanya kapal besar. Dan itu sangat berpengaruh terhadap harga beras. Itu sebabnya, kita harus swasembada pangan.

Memasuk pertanyaan keempat, Bustanil kembali ke Cagub Rusmadi.

“Pengangguran terbuka ada penurunan. Tapi, setelah saya bedah lagi pengangguran anak-anak tamat SMA dan Perguruan Tinggi masih sangat besar. Apa upaya menanggulangi hal ini. Apa ada resep khusus, karena mereka adalah generasi milenial harapan bangsa?” tanya Bustanil.

Rusmadi menegaskan, program generasi milenial ini masa depan bangsa.

“Kami sudah mempersiapkan program untuk mereka. Kita mendorong anak-anak muda untuk berwirausaha melalui kegiatan-kegiatan ekonomi kreatif. Bukan saja soal permodalan dengan suku bunga rendah dan tanpa jaminan yang kita sediakan, kita juga memprogram menyediakan 5.000 wifi, karena anak muda ini membutuhkan teknologi dan wifi,” ujarnya seraya menambahkan peluang-peluang itu harus didoroang dengan mengedepankan knowledge dan inovasi teknologi kita berikan ruang untuk mereka.

Cawagub Safaruddin kemudian menambahkan, pihaknya punya program ekonomi kreatif.

“Ini suatu keahliah, punya bakat dengan sentuhan teknologi. Semua yang terlibat kita siapkan anak-anak muda ke depan. Harus ada bimbingan, umpamanya desainer, design grafis, kesenian, seni budaya, handicraf, dan semua harus diberikan bimbingan dari pemerintah. Kemudian juga kita harus berusaha mencari jalan bagaimana memasarkan hasil-hasil ekonomi kratif itu. Ada tempat sentra ekonomi UKM, untuk ikut memasarkan, ikut pameran dan online,” tandas alumni Lemhanas itu. (LVL)

(Visited 2 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!