Tuntutan PGRI Kepada Gubernur Kaltim di HUT Ke-71
DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Dengan diimplementasikannya Undang-Undang (UU) 23 tahun 2014, membuat pengelolaan pendidikan SMA dan SMK berpindah  dari pemerintah kabupaten/kota ke pemerintah provinsi. Hal ini dinilai akan berimplikasi pada nasib guru dan tenaga kependidikan yang sebelumnya pengelolaannya berdasarkan pada kebijakan kabupaten/ kota.
Sehingga berdasarkan hasil Rakor Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kaltim, Sabtu (19/11/2016) lalu, yang menghasilkan pernyataan sikap yang disampaikan kepada Gubernur Awang Farouk di saat peringatan Hari Guru dan HUT PGRI Kaltim Ke-71, Selasa (22/11/2016) di GOR Sempaja Samarinda.
Pernyataan sikap tersebut berisikan beberapa tuntutan yakni :  Pemerintah Provinsi Kaltim di dalam memberikan tunjangan tambahan penghasilan atau insentif guru yang bekerja di SMA /SMK baik negeri maupun swasta di Wilayah Provinsi Kaltim, hendaknya berdasarkan pada asas keadilan, di mana jarak dan kondisi wilayah menjadi pertimbangan.
Juga disebutkan, jika Pemerintah Provinsi Kaltim diharap tetap memberikan insentif kepada guru dan tenaga kependidikan baik di tingkat PAUD, SD dan SMP negeri dan swasta di seluruh wilayah Kaltim.
Selanjutnya, Pemerintah Provinsi Kaltim dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya, Â dituntut menganggarkan dalam APBD masing-masing gaji bagi para guru dan tenaga kependidikan honorer di Sekolah Negeri, paling sedikit sesuai dengan Upah Minumun Provinsi (UMP) Kaltim saat ini sebesar Rp2,3 juta.
PGRI Kaltim juga meminta selama masa transisi pengangkatan kepala sekolah yang berada di SMA/SMK, di masing–masing kabupaten/kota hendaknya dilakukan dengan mekanisme pemilihan dari guru-guru yang dianggap cakap, sesuai dengan peraturan yang berlaku berasal dari masing–masing kabupaten/kota tersebut.
Dan terakhir, dengan memperhatikan kondisi perekonomian negara pada akhir-akhir ini,  maka PGRI Kaltim mengusulkann kepada  pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota, untuk tidak menetapkan kebijakan “Sekolah Gratisâ€, sehingga pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diharap dapat memberikan peluang yang seluas–luasnya, bagi orang tua siswa untuk berpartisipasi dalam pendidikan.
Musyahrim Ketua PGRI Kaltim, menanggapi pernyataan sikap dari PGRI Kaltim tersebut, dengan menguraikan  jika pernyataan sikap tersebut lahir dari kekhawatiran adanya penerapan UU 23 tahun 2014 tersebut, yang dinilai dapat mengancam nasib insentif guru yang harus dibayarkan oleh pemerintah kabupaten/kota, sedangkan dengan UU tersebut SMA/SMK sudah diambil alih  oleh  pemerintah provinsi.
“PGRI menyampaikan pernyataan sikap tersebut untuk mengingatkan kepada pemerintah provinsi, agar memberikan tunjangan tambahan insentif yang sama, karena selama ini besaran insentif guru, antar kabupaten/kota berbeda-beda. Ada yang memberi insentif  Rp5 juta, namun ada pula  yang memberi Rp1 juta,†jelasnya.
Sehingga, menurutnya, setelah ditangani oleh pemerintah provinsi, maka besaran insentif  tersebut diharapkan adalah sama,  dengan nominal yakni  minimal di atas dari UMP.
Berita terkait :Â Peringatan HUT PGRI Ke-71 Dihadiri 6 Ribu Guru
“Oleh karena itu kami berharap para guru honor tetap diakomodir oleh provinsi, agar tidak bermasalah di lapangan.  Semacam yang terjadi pada satu sekolah SMA di Kaltim,  yang hanya memiki dua orang guru PNS, yakni kepala sekolah dan wakilnya, selebihnya guru honor, dan jika itu tidak diurus siapa yang mau mengajar?†sebutnya.
Begitu pula bagi para guru PAUD, SD dan SMP, Musyahrim juga berharap tetap mendapatkan insentif guru seperti yang selama ini didapatkan.
“Jangan karena pemerintah provinsi sekarang  mengurusi tingkat SMA/SMK, menyebabkan kewenangan dari pemerintah provinsi memberikan insentif guru tersebut menjadi ditinggalkan,†tandasnya.  (*MY).