Sidang Korupsi Rp29 M Penyertaan Modal Pemprov Kaltim, JPU Hadirkan 2 Saksi

Saksi : Yanuar dan Nuriyanto Sempat Buat Surat Pernyataan

0 176
DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Samarinda kembali melanjutkan sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi di Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU) yang mendudukkan Yanuar dan Nuriyanto di kursi terdakwa, Senin (11/1/2021) siang.

Untuk membuktikan dakwaannya, di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Hongkun Otoh SH MH dengan Hakim Anggota Ir Abdul Rahman Karim SH dan Arwin Kusmanta SH MM, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim menghadirkan 2 orang saksi.

Kedua saksi yang dihadirkan masing-masing Evian Agus Saputra sebagai Tim Evaluasi Kinerja BUMD Provinsi Kaltim, dan Encek Muhammad Husni Thamrin Kasubbag Sarana dan Prasarana Perusda Biro Perekonomian Provinsi Kaltim.

Menurut Zaenurofiq, keduanya dihadirkan karena dinilai mengetahui perihal awal mulanya terungkapnya tindak pidana korupsi yang dilakukan mantan Direktur Utama (Dirut) PT AKU Yanuar dan Nuriyanto, mantan Direktur Umum PT AKU yang didakwa menyalahgunakan dana penyertaan modal Pemprov Kaltim sebesar Rp29 Miliar (M).

Saat dikonfirmasi usai persidangan, Zaenurofiq mengatakan, kedua saksi yang dihadirkan di persidangan merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditugaskan untuk masuk dalam Tim Inventaris aset daerah bentukan Gubernur Kaltim. Diawal persidangan, kedua saksi diminta keterangannya terkait temuan dari hasil inventaris aset yang dikelola oleh PT AKU.

“Jadi inti dalam fakta persidangan, saksi ini mengaku telah melakukan inventarisir terhadap aset-aset yang dikelola oleh PT AKU. Kedua saksi telah melakukan pemeriksaan di lapangan, yakni terkait pengelolaan keuangan. Namun hanya berdasarkan laporan yang dibuat oleh Direksi PT AKU,” jelas Zaenurofiq.

Dalam keterangannya, disebutkan oleh masing-masing saksi, bahwa di 2014 mereka memperoleh laporan kalau PT AKU yang telah mendapatkan penyertaan modal sebesar Rp27 Miliar dari Pemprov Kaltim tersebut, sudah bangkrut.

“Lalu dilakukalah audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang kemudian ditemukannnya ada ketidak wajaran dalam mengelola keuangan negara. Dari hasil temuan BPK dan laporan keuangan PT AKU itu, dua saksi ini lalu ditugaskan untuk melakukan inventarisir aset,” bebernya.

Berdasarkan hasil pendataan aset yang dilakukan kedua saksi terhadap PT AKU, mereka menemukan sebanyak 45 item aset milik PT AKU yang kini tidak diketahui keberadaannya. Dari seluruh aset yang terdata, kedua saksi ini hanya mendapatkan aset yang tersisa berupa 2 unit mobil. Sedangkan aset lainnya tidak dapat dijelaskan oleh kedua terdakwa.

Berita terkait : JPU Hadirkan Sekretaris Bawas Perusda PT AKU Bersaksi

“Kemudian dari pendataan aset, PT AKU memiliki dua unit mobil. Lalu ada aset-aset lain, tapi sudah tidak ada lagi. Kurang lebih ada 45 item aset di PT AKU yang sudah tidak ditemukan lagi,” ungkapnya lebih lanjut.

45 aset yang tidak diketahui keberadaannya itu kebanyakan adalah Alat Tulis Kantor (ATK).

“Jadi 45 aset itu seperti ATK di kantor, seperti Laptop atau Komputer. Itu semua sudah tidak ada lagi. Mereka (terdakwa) bilang, ada yang dibawa oleh pengurus yang lama,” sebut Zaenurofiq lebih lanjut menjelaskan keterangan saksi.

Usai melakukan Inventaris aset, kedua saksi ini lalu meminta klarifikasi kepada kedua pimpinan PT AKU Yanuar dan Nuriyanto, untuk menyampaikan laporan pengelolaan keuangan penyertaan modal Pemprov Kaltim. Namun kedua terdakwa selalu mangkir dari panggilan Tim Inventaris Aset bentukan Gubernur Kaltim tersebut.

“Terkait dengan laporan keuangan itu, Tim Inventaris Aset ini lalu meminta klarifikasi dari Direksi PT AKU, yang tak lain adalah kedua terdakwa Yanuar dan Nuriyanto. Namun ketika dilakukan pemanggilan, yang bersangkutan tidak pernah datang,” ungkap Zaenurofiq.

Saksi meminta kedua terdakwa ini untuk mengklarifikasi terkait tanggung jawabnya, dalam pengelolaan keuangan penyertaan modal Pemprov Kaltim.

“Karena tidak ketemu, akhirnya dua terdakwa ini membuat surat pernyataan di 2019,” imbuhnya.

Dalam surat pernyataan itu, kedua terdakwa meminta agar dapat diberikan waktu untuk menyusun laporan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan yang dikelola oleh PT AKU selama satu tahun.

“Mereka menyatakan dalam kurun waktu satu tahun, akan menyelesaikan tanggungjawab keuangan yang dikelola PT AKU. Mereka juga menyatakan, akan mengembalikan uang-uang yang ada di sembilan perusahaan yang bekerja sama dengan PT AKU,” sebut Zaenurofiq.

Seiring berjalannya waktu, laporan pertanggungjawaban itu tidak juga diberikan kedua terdakwa kepada Pemprov Kaltim. Hingga akhirnya menjadi temuan BPK yang menduga adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan keduanya.

“Dalam surat pernyataan itu juga disebutkan, bila dalam kurun waktu satu tahun mereka (terdakwa) tidak bisa mempertanggungjawabkan, maka mereka siap untuk diproses secara hukum. Surat pernyataan itu juga menjadi barang bukti, dan telah dibeberkan di dalam persidangan,” kata Zaenurofiq.

Berdasarkan keterangan kedua saksi, bahwa mereka juga menemukan adanya 9 perusahaan yang bekerja sama dengan PT AKU. Satu di antaranya adalah PT Dwi Palma Lestari. Perusahaan ini turut serta mengelola dana penyertaan modal Pemprov Kaltim yang dikucurkan ke PT AKU. Setelah diteliti ternyata PT Dwi Palma Lestari ini merupakan bentukan Yanuar dan Nuriyanto.

“Dari temuan itu, ternyata Direksinya ya dua terdakwa ini. Di situlah terungkap kalau keduanya menyalah gunakan uang negara. Modusnya mereka bertukar posisi jabatan di PT Dwi Palma Citra Lestari untuk mengelola penyertaan modal dari Pemprov Kaltim,” ungkap Zaenurofiq lebih jauh.

Zaenurofiq juga mempertanyakan dalam persidangan terkait kerja sama yang dilakukan PT AKU dengan PT Dwi Palma Lestari. Terungkap kalau kerja sama itu terjadi tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

“Kemudian saya tanyakan, apakah terdakwa yang melakukan kerja sama ini diketahui ataupun disetujui oleh Dewan Pengawas, saksi bilang tidak ada pak. Lalu saya tanya lagi. Apakah hal ini dibenarkan, saksi bilang tidak dibenarkan,” jelas Zaenurofiq.

Sesuai peraturan daerah (Perda) dari Prov Kaltim, kata Zaenurofiq, terkait dengan kerja sama (Perusda) pada kegiatan bidang usaha maupun penyertaan modal, itu harus diketahui dan sepengatahuan Dewan Pengawas.

“Tapi faktanya tidak, dan ini bisa-bisanya kedua terdakwa saja. Itulah yang menjadi temuan dari BPK, sehingga ditemukannya sebagai kerugian negara. Karena melakukan kerja sama dengan pihak lain itu tanpa persetujuan ataupun sepengetahuan Dewan Pengawas,” tandas Zaenurofiq.

Sidang akan kembali dilanjutkan pada Senin (18/1/2021) mendatang. (DK.Com)

Penulis : LVL

(Visited 6 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!