Sekretaris Komura Tersangka, 4 Dugaan Pelanggaran Yang Ditemukan

0 72

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Penasehat Hukum (PH) Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) Trisno membenarkan jika DHW, Sekretaris Komura Samarinda telah ditetapkan sebagai tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) atas dugaan terjadinya pungutan liar (Pungli) di Terminal Peti Kemas (TPK) Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur, Jum’at (17/3/2017).

Menjawab pertanyaan Wartawan DETAKKaltim.Com pada Pukul 22:39 Wita, betulkah Sekretaris Komura sudah ditetapkan jadi tersangka, Trisno mengatakan betul.

“Iya betul,” jawabnya singkat, Minggu (19/3/2017) malam.

Dugaan Pungli di TPK Palaran menjadi perhatian Presiden Jokowi lewat Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Sang Menteri datang ke Samarinda karena kasus ini. (foto:MS77)

Trisno juga menjelaskan DHW masih menjalani pemeriksaan saat itu, ia mulai diperiksa sejak Pukul 16:00 Wita.

Disinggung mengenai Ketua Komura Jafar Abd Gaffar, apakah juga diperiksa, Trisno mengatakan belum ada konfirmasi lebih lanjut dari penyidik untuk itu.

Menghadapi dugaan tindakan Pungli oleh Komura Samarinda dari aparat Kepolisian, Koperasi yang menaungi dan menghidupi ribuan Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) dan telah beroperasi selama puluhan tahun tersebut, kini didampingi 10 pengacara.

“Kemarin tujuh orang, sekarang sepuluh orang,” jelas Trisno menjawab pertanyaan awak media ini tentang berapa orang PH Komura dalam menghadapi kasus ini.

Informasi terakhir menyebutkan, pemeriksaan DHW berlangsung hingga Pukul 01:30 Wita, Senin (20/3/2017).

Berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan pihak Kepolisian, Komura diduga melakukan sejumlah pelanggaran. Sebagaimana dilansir dari situs resmi Polda Kaltim, setidaknya ada 4 palanggaran yang ditemukan aparat Kepolisian.

Pertama, Komura terbukti telah melakukan pemerasan dengan cara menolak mengikuti pedoman penentuan tarif bongkar muat yang tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 Permenhub KM No 35 tahun 2007, tentang Pedoman Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Bongkar Muat dari dan ke Kapal di Pelabuhan.

Kedua, Komura menentukan tarif secara sepihak dan menolak untuk berdiskusi dengan  PT PSP selaku Penyedia Jasa Bongkar Muat di Pelabuhan Palaran. Serta menerapkan tarif jasa kepelabuhanan yang seharusnya diterapkan di pelabuhan konvensional, di mana jasa TKBM merupakan komponen utama. Hal ini  seharusnya  berbeda dengan mekanisme

“Tarif yang seharusnya diterapkan di TPK (Terminal Peti Kemas), di mana jasa TKBM seharusnya berdasarkan permintaan TPK Palaran serta dimasukan ke dalam paket CHC ( Container Handling Charge), sehingga biaya TKBM tidak dibebankan kepada pemilik barang,” jelas Ade Yaya Suryana, Sabtu (18/3/2017).

Berita terkait : Sekretaris Komura Jadi Tersangka

Pelanggaran Ketiga yaitu, Komura telah melakukan ancaman terhadap perwakilan PT PSP pada saat perundingan penentuan tarif bongkar muat bersama dengan Pelindo, dengan cara menolak untuk berunding dan membawa massa di luar lokasi perundingan untuk mengintervensi pembentukan keputusan penentuan tarif tersebut.

Keempat,  Komura memaksakan pemungutan uang di luar haknya,  di mana Komura menolak mengikuti mekanisme penentuan tarif pelabuhan dan memilih untuk menetapkan tarif di luar pelayanan/jasa yang diberikan, yang bertentangan dengan Pasal 3 huruf b butir 5 Inpres No 5 tahun 2005, Pasal 109 UU 17 tahun 2008 dan PM 61 tahun 2009 yaitu penarikan tarif kepelabuhanan harus disesuaikan dengan jasa yang disediakan. (LVL/Sumber : Poldakaltim.com)

 

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!