SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 64

AWALNYA La Maddukkelleng menolak usul itu. Ia belum siap dan belum mampu melupakan Puteri Hindun Jamilah. Apa lagi sampai saat ini belum ada laporan dari tim ekspedisi yang ditugaskan mencari keberadaan istrinya itu.

Namun desakan untuk menikah juga diaminkan oleh pengawal-pengawal utamanya yang lain. Bahwa seorang raja membutuhkan istri di sampingnya sebagai legitimasi kelengkapan syarat kekuasaan. Tapi sebenarnya, para pengawal-pengawal itu tahu bahwa sejatinya obat hati yang patah karena wanita adalah wanita juga.

Maka, setelah terus didesak, akhirnya La Maddukkelleng menyetujui usul itu. Dipimpin Daeng Mangkana yang senior ditemani elit-elit lain, lamaran itu disampaikan ke Sultan.

Pinangan tak bertepuk sebelah tangan. Sebagai mahar diberikan ke Sang Puteri sebuah kapal layar perang lengkap dengan skuad pendayung dan meriamnya. La Maddukkelleng pelan-pelan telah berhasil melupakan Puteri Hindun Jamilah yang nun jauh entah di mana. Meskipun tak mungkin tergantikan di dalam hatinya yang kecil, tapi ia harus hidup dalam realitas.

Ia harus mengalirkan energi cintanya pada puteri sulung Sultan Paser yang berkulit putih bersih dan memiliki wajah lembut, Puteri Andin Anjang. Meski terdengar pernah digadang-gadang jadi istri salah satu bangsawan muda Paser, tapi peruntungan jodoh berpihak ke La Maddukkelleng, pangeran perkasa dari Tana Wajo.

Pesta pernikahan digelar meriah. Sepanjang Sungai Kandilo, dari muaranya sampai pusat kota dipenuhi hiasan-hiasan di mana pun ada rumah di sana. Pesta itu menegaskan bersatunya trah Wajo tepatnya Peneki dengan trah Paser yang telah berkuasa ratusan tahun semenjak Puteri Petung di Sadurengas menancapkan pertama kali kekuasaan terpisah dari Banjar maupun Kutai. Sungai Kandilo berubah lebih semarak.

CERITA SEBELUMNYA :

Perahu-perahu Jung dan Bintak memenuhi siring-siring sungai sekitar keraton Paser yang terletak di pinggir Kandilo. Keramaian itu mengular sampai muara yang ujungnya menganga menuju laut. Dari kejauhan, armada kapal-kapal La Maddukkelleng mengapung laksana rumah besar di atas laut. Seolah mempersaksikan ikatan dua anak manusia yang dipisahkan lautan namun bertemu di muara sungai.

Sejak itu pula, La Maddukkelleng menjadi salah satu panglima tak resmi Paser, khususnya di Selat Makassar. Kapal terbesarnya berbendera Paser dan Peneki. Sang Puteri Andin, istrinya pun lebih sering di kapal itu menjadi permaisuri laut yang terus berada di sisi suaminya, baik dalam pelayaran maupun saat melepas jangkar di lepas Muara Paser.

La Banna To Assa terus merekrut prajurit dari Paser dan membentuk skuad pasukan-pasukan baru. Paser dalam waktu singkat menjadi wilayah kuat yang dihitung secara militer maupun jumlah pasukan laut. Anggaran militernya ditingkatkan. Pendapatan negara digenjot. Paser tak lagi mengirim upeti ke Banjar sebagai daerah persemakmuran.

Angkatan Darat dibangun untuk menguatkan penguasaan atas tanah-tanah perbatasan. Angkatan darat ini fokus orang-orang Paser. Dilatih langsung oleh Cambang Balolo. Mereka bukan hanya handal dalam pertempuran darat, tapi juga ahli di air. Mereka marinir-marinir tangguh.

Kehidupan mengalir, silih berganti dengan berbagai peristiwa, hingga tahun berikutnya Sang Puteri telah melahirkan seorang bayi wanita mungil, Aji Doya yang kelak kita kenal sebagai Aji Putri Agung, namanya disematkan langsung oleh Baginda Sultan Aji Muhammad Alamsyah, sang kakek yang mencintainya.

La Maddukkelleng meneruskan misi penyebaran orang-orangnya ke beberapa tempat strategis membangun peradaban dan juga persiapan-persiapan yang menyangkut tantangan ke depan. Ia mengumpulkan orang-orangnya di atas kapal perang Peneki. Berbicara laksana resi yang membaca masa depan yang membentang.

Tidak seperti biasa di mana keputusan diambil setelah bermusyawarah, kini La Maddukkelleng telah memiliki ide di kepala yang segera harus diopersionalkan bagi semua. Bahkan tanya jawab ditiadakan. Ini seperti pembacaan wangsit tanpa tawar menawar yang keluar dari mulut raja muda yang harus dijalankan sebagai sebuah keputusan langit tentang bumi yang dipijak.

“Kehidupan di Muara Kandilo ini telah meningkat pesat. Bahkan bisa disebut sudah sangat padat. Olehnya itu, sebagaimana pernah kita bicarakan di Pulau Tuah tentang misi persebaran kita, maka saya memberi instruksi untuk melanjutkannya secara taktis rencana-rencana itu. Kita mencari tanah yang belum berpenghuni di wilayah-wilayah kerajaan. Itu persiapan pemukiman bagi kita yang tak lagi punya keinginan untuk pulang ke Tana Ugi, pun sebagai bukti kalau kita adalah orang-orang yang menghidupkan kehidupan.” Semua diam dalam sikap duduk sempurna.(BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!