SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 41

KEHIDUPAN Pulau Tuah semenjak ditinggal ke Johor oleh La Maddukkelleng sebenarnya berjalan damai. Ia mengalir dalam harmoni. Di bawah kendali Cambang Balolo dan Daeng Mangkana, pelatihan-pelatihan rutin tetap dilakukan.

Seluruh penghuni pulau yang jumlahnya mencapai sembilan ratusan adalah serdadu-serdadu yang terlatih. Laki-laki maupun wanita. Mereka terampil dalam formasi-formasi barisan perang, bela diri, tangguh di air dan ahli memainkan berbagai senjata dari pedang, tameng, tombak, badik dan panah.

Mereka juga telah mengenal keampuhan bahan peledak mesiu. Seluruh standar keprajuritan telah mereka kuasai. Mereka tanpa sadar telah terbentuk sebagai mesin perang yang handal. Di jaman itu, hanya beberapa kerajaan-kerajaan yang memiliki kekuatan perang terukur. Rata-rata mereka menekankan jumlah personil perang dibanding barisan terlatih.

Mereka saling menaklukkan di bawah bayang-bayang VOC yang bersenjata lengkap dan terlatih. Sehingga apa yang terbangun di Pulau Tuah, pulau sepi nun jauh di pojok lautan, bisa disebut sebagai ukuran kekuatan personil militer yang memenuhi syarat-syarat armada perang mematikan. Sehingga wajar jika beberapa konflik atau bentrokan dengan VOC mampu mereka menangkan.

Pernah satu ketika mereka menawan satu kapal dagang kongsi VOC yang melintas. Rampasan mereka luar biasa. Selain kapal besar, juga beberapa peti berisi emas perak yang banyak. Di kemudian hari seluruh emas-emas ini ditukar dengan kapal dan perlengkapan perang dari Inggris. Mereka telah memiliki baju perang, tameng, mesiu, berbagai senjata-senajata api termasuk meriam dan senapan-senapan.

CERITA SEBELUMNYA :

Mereka telah menjadi momok. Seluruh pertikaian kecil dengan kapal-kapal yang melintas berhasil diatasi dengan baik. Hukum laut tak tertulis mereka jalankan dengan taktis, yang melawan dihancurkan, sedangkan yang koperatif disuruh membayar pajak berlayar. Sungguh mereka adalah barbar lautan yang kesohor dan ditakuti.

Perdagangan hasil laut yang melimpah dipasarkan ke pulau-pulau besar seperti Bulungan, Palu, Paser, Samarinda, dan juga Banjar. Para pedagang-pedagang yang tadinya menjadi utusan untuk mencari informasi-informasi perkembangan kawasan kini telah menyebar. Beberapa bahkan telah bermukim di daratan besar.

Salah satu yang paling ramai mereka kunjungi adalah Muara Kandilo Paser. Muara itu luas dan menjadi pusat pertemuan perdagangan yang strategis. Ia seperti pertemuan arus utara selatan dan juga penghubung antara daratan dengan pulau. Seperti telah dikemukakan di depan, beberapa di antara mereka telah tinggal menetap di sana.

Waktu itu, diperkirakan akhir 1721 pemukim di Muara Paser bertambah ramai. Kebanyakan dari mereka adalah pengikut-pengikut La Maddukkelleng, baik dari Peneki Wajo maupun yang tadinya bermukim di Pulau Tuah.

Kian lama nama La Maddukkelleng dan pasukannya sebagai penguasa Selat Makassar makin berkibar dan kesohor khususnya oleh Belanda VOC. Kehidupan pulau mulai dirasa kurang aman. Pulau yang tadinya terpencil jauh ke arah utara Selat Makassar, kini telah menjadi target oleh musuh. Bahkan beberapa waktu sebelum kedatangan La Maddukkelleng, mereka diserang oleh 4 kapal perang bermeriam cukup besar.

Pertahanan pulau hampir jebol. Namun penyerang itu tidak berhasil memasuki Pulau Tuah yang memiliki dinding pertahanan tebing yang kuat, mereka tertahan di gerbang yang dipenuhi moncong-moncong pertahanan meriam. Mereka hanya merampas barang-barang dan membakar beberapa perahu yang diparkir agak jauh di luar pulau.

Pos penjagaan di pulau terluar mereka bakar dan satu regu penjaga mereka bantai. Kecuali satu orang yang berhasil selamat dan melapor di Pulau Tuah. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 6 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!