SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 118

DEMIKIANLAH, pulau itu lalu dibersihkan. Seluruh penghuni didata ulang oleh La Banna. Direkrut lagi melalui skrening yang ketat. Bagi yang mau pergi juga dipersilakan. Namun hanya satu dua yang minta ijin pergi dengan alasan menjenguk keluarga. Mereka rata-rata direkrut oleh Wak Kannaco secara paksa. Istri-istri Wak Kannaco tetap menempati rumahnya dan diperlakukan baik, mereka diangkat sebagai penasehat internal.

Bahkan beberapa waktu kemudian, mereka dinikahkan dengan Cambang Balolo dan Ambo Pabbola. Setelah didata, penghuni pulau berjumlah 642 orang, sudah temasuk rombongan La Maddukkelleng dan juga anak-anak. Namun ke depannya, angka itu terus bertambah.

Lalu atas perintah La Maddukkelleng, dibangun sebuah rumah panggung besar di puncak sebuah gunung karang di tengah pulau. Tempat itu sangat strategis. Hanya memiliki dua akses keluar masuk. Satu dari sisi timur melalui hutan, dengan tangga menuju ke atas yang ditutup batu besar sebagai pintu. Satunya lagi berupa terowongan yang bersambung ke tebing laut. Juga memiliki pintu dari batu sebesar gajah.

Tempat itu persis sebuah benteng pertahanan kokoh di tengah pulau. Hanya dua akses, itupun berpintu batu besar yang untuk membukanya melalui panel tersembunyi pula. Dari puncaknya terbentang hamparan luas Selat Makassar yang terlihat tak bertepi. Puncak itu bisa berfungsi sebagai benteng dan juga menara pengawas bagi kapal-kapal yang melintas.

CERITA SEBELUMNYA :

Rumah itu dibuat mirip saoraja di Tosora. Memiliki halaman luas, beratap sirap dengan timpak laja bersusun tujuh menghadap ke timur, menunjukkan ketaatan dan garis asal dari matahari terbit. Juga dibangun ruang-ruang pertemuan dan masjid yang cukup luas menyatu dengan taman-taman dekat sumur alam yang ada di tempat itu.

La Maddukkelleng juga membangun dua pulau terdekat untuk pemukiman baru. Pulau terluar yang dulu mereka singgahi pertama kalinya dijadikan sebagai pulau pengintai, dibuatkan satu rumah sebagai pos besar untuk dua regu pasukan. Dalam waktu empat puluh hari, pulau telah tertata lebih baik dari sebelumnya. Kehidupan bermekaran dan peraturan-peraturan baru dibuat. Hierarki dan struktur pemerintahan pulau juga dirombak ulang.

La Banna To Assa dikukuhkan sebagai orang kedua setelah Baginda La Maddukkelleng merangkap panglima laut bergelar kapitan. Cambang Balolo diangkat sebagai panglima daratan bergelar punggawa yang mengatur kehidupan pulau. Ambo Pabbola mengurus logistik, peralatan dan urusan informasi. Selain itu hierarki organisasi dibuat sampai ke tingkat bawah.

Beberapa bekas anak buah Wak Kannaco seperti Bajak Congkeng diberi kepercayaan khusus. Bahkan bajak tua yang bernama Uwak Simpurung diangkat La Maddukkelleng sebagai salah satu penasehat pulau. Beberapa bagian pulau dijadikan kawasan bercocok tanam, begitu pula kegiatan penangkapan ikan digalakkan.

Pokoknya dalam waktu singkat perkampungan yang tadinya hanya menjadi sarang perompak kasar dirombak besar-besaran menjadi pemukiman layaknya sebuah desa sekaligus markas. Semua warga termasuk wanita diwajibkan ikut latihan militer dan silat. Standar pelatihan ditangani langsung La Banna bersama Cambang Balolo.

Beberapa waktu kemudian, pulau itu, Pulau Tuah, telah menjadi pulau rahasia yang menyimpan gairah kehidupan yang unik. Kegiatan bercocok tanam dan melaut menutupi permukaannya sebagai pulau hunian biasa namun menyimpan kekuatan pasukan kecil yang tangguh. Dari hasil pelatihan-pelatihan militer dan silat, terbentuk pasukan tangguh dengan spesialisasi keahlian masing-masing.

Pasukan tempur darat dan laut dipisah dengan keahlian berbeda. Tapi pada dasarnya memiliki keterampilan yang sama: jago berenang, hebat dalam menyelam, dan menguasai silat minimal Sulapa Dua sebagai ciri ilmu silat pasukan La Maddukkelleng.

Satu pagi, di ketinggian pulau di mana rumah panggung itu kokoh berdiri, La Maddukkelleng mengumpulkan beberapa orang petingginya. Di antaranya Kapitang La Banna, Punggawa Cambang Balolo, Punggawa Ambo Pabbola, Daeng Mangkana, Daeng Manambung, Puanna Dekke, Wak Simpurung _bajak tua bekas anak buah Wak Kannaco dan juga La Congkeng yang kini diberi kepercayaan sebagai kepala informan pulau dan beberapa yang lainnya.

“Kawasan ini telah cukup untuk menjadi perkampungan kita yang aman. Saya ingin menjadikan ini tempat pertahanan sekaligus markas kita melancarkan serangan terhadap kapal-kapal dagang Belanda VOC yang lewat. Kalau perlu kapalnya kita rampas. Kita juga tetap memberlakukan uang keamanan laut terhadap seluruh kapal yang melintas. Kita butuh banyak dana untuk membangun kekuatan. Kita harus membuat armada besar, membeli mesiu dan meriam-meriam. Pelabuhan kita yang tersembunyi bisa menyimpan puluhan kapal. Olehnya itu, mulai kini, kita sudah harus mengoperasi laut sekitar. Tak peduli kapal apapun yang melintas, tarik cukai. Kalau melawan, rampas kapalnya. Khusus kepada semua kapal-kapal Belanda, rampas atau tenggelamkan..!”  (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 10 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!