Kasus Pengadaan Bibit Sawit di Malinau, PH Hadirkan 2 Saksi Ahli

0 157

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Sidang lanjutan kasus proyek pengadaan 49.200 bibit Kelapa Sawit senilai Rp1,8 Miliar di Kabupaten Malinau Tahun Anggaran 2011, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Samarinda, Kalimantan Timur, Kamis (2/2/2017).

Setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Herman KS dan Eko menghadirkan empat orang saksi pada persidangan sebelumnya, kini giliran Penasehat Hukum (PH) terdakwa Direktur Utama dan Wakil Direktur CV Citra Prima Utama (CPU) Hansen Awang dan Andre Nauli menghadirkan saksi ahli.

Dua orang saksi ahli yang dihadirkan Alfian dan Jufri Hafid selaku PH terdakwa adalah Dr Agussalim Gadjong, seorang ahli hukum administrasi negara dan pemerintahan daerah, dan Dr Kamri Achmad, ahli hukum pidana. Keduanya merupakan Dosen Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar.

Usai memberikan keterangan di persidangan, Dr Agussalim menjawab pertanyaan Wartawan DETAKKaltim.Com tentang kedudukan hukum seseorang yang melakukan kesalahan administrasi yang berimplikasi hukum terhadap orang lain berupa penahanan, menurutnya hal itu salah besar. Itu persoalan tanggung jawab pemangku jabatan.

“Seperti dalam dakwaan ini kan, itu Jaksa salah objek. Seharusnya, pejabat administrasi negara itu yang dihukum. Tidak bisa ada aspek kelalaian dan kealpaan, adanya kelalaian dan kealpaan itu dikategorikan pelanggaran. Tidak bisa lepas tanggung jawab,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, hal ini yang harus dipahami. Kalau akibat kelalaian itu berimplikasi hukum kepada orang lain, itu salah besar.

“Seharusnya Jaksa itu selaku penuntut umum, Jaksa sebagai penegak hukum, harus melihat sebenarnya ini harus bebas. Jangan ada kepentingan tertentu menyelamatkan orang lain,” tandasnya.

Terpisah, Dr Kamri menjelaskan, dalam kasus ini, awal kesalahan muncul ketika PPTK dan Pengguna Anggaran mengingkari tentang surat yang telah ditandatanganinya mengenai pemenang tender, Kesalahan kedua, penyidik hanya memunculkan specifikasi yang telah ditandatangani Pengguna Anggaran, Kesalahan ketiga, JPU tidak mengungkap mengapa terjadi perbedaan specifikasi dari bibit A ke bibit B.

Berita terkait : Sidang Pengadaan Bibit Sawit, Pembayaran Lunas Barang Belum Diterima

Pertanyaan muncul, siapa yang harus bertanggung jawab, lanjut Dr Kamri. Menurutnya, dalam sistem pertanggungjawaban hukum pidana. Ada empat kriteria yang harus dilihat, siapa pelaku, siapa yang menyuruh melakukan, siapa turut serta, dan siapa uitlokker (penganjur).

“Yang paling tinggi pertanggungjawabannya adalah yang menyuruh melakukan,” jelasnya.

Sehingga dalam perkara ini, lanjutnya, seharusnya yang diangkat (ditahan) adalah PPTK dan Pengguna Anggaran. Karena terjadi pengingkaran secara tidak langsung oleh mereka terhadap perjanjian yang telah dibuatnya, dengan mengubah bibit yang telah diperjanjikan ke bibit yang tidak diperjanjikan. Sehingga penetapan dua tersangka Hansen Awang dan Andre Nauli tidak masuk akal, karena dia orang yang disuruh melakukan. Sedangkan yang menyuruh tidak ditahan.

“Seharusnya yang menyuruh melakukan ikut di sini (ditahan), itu baru objektif,” tandasnya. (LVL)

(Visited 17 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!