Kasus Dugaan Pencabulan, PH Terdakwa Kecewa Fakta Persidangan Diabaikan

0 100

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Majelis Hakim Pengadilan Negeri Samarinda, Kalimantan Timur, yang dipimpin Feri Haryanta SH didampingi Hakim Anggota Deki Velix Wagiju SH MH dan Parmatoni SH pada sidang putusan, Senin (17/9/2018) sore, menjatuhkan hukuman 9 tahun penjara kepada terdakwa TM (48), terduga pelaku pencabulan anak di bawah umur.

TM dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak di bawah umur berinisial MR (5), sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Chendi Wulansari SH MH yang menjerat terdakwa dengan Pasal 82 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.

Selain divonis 9 tahun penjara, pria belum beristri ini juga dikenakan membayar denda sebesar Rp60 Juta subsidair 3 bulan kurungan penjara.

Atas putusan tersebut, terdakwa melalui Penasehat Hukum ( PH) Syaiful Anwar SH menyatakan pikir-pikir.

Terdakwa TM dengan nomor perkara : PDM-373/SAMAR/06/2018, sebelumnya dituntut JPU Chendi dari Kejari Samarinda 14 tahun penjara dan denda Rp60 Juta subsidair 6 bulan kurungan penjara.

“Sejak awal persidangan, mulai pemeriksaan keterangan saksi-saksi hingga akan menghadirkan keterangan ahli di persidangan penuh dengan kejanggalan,” sebut Syaiful Anwar kepada DETAKKaltim.Com usai menjalani sidang mendampingi kliennya.

Kepada beberapa awak media Syaiful selaku PH terdakwa angkat bicara. Dia menilai apa yang menjadi dakwaan JPU kepada kliennya yang diduga melakukan perbuatan cabul sama sekali tidak bisa dibuktikan di persidangan.

Alasan tidak terbuktinya dakwaan JPU menurut PH Syaiful mulai terlihat dan terungkap dalam fakta persidangan ketika saksi yang dihadirkan JPU hanya satu orang dan notabene adalah ibu kandung korban sendiri.

Sedangkan petunjuk alat bukti selembar celana dalam (CD) warna kuning dan selembar celana pendek (CP) warna biru sebagaimana dalam surat tuntutan JPU tidak pernah dihadirkan di depan persidangan.

Kejanggalannya lainnya sebut Syaiful adalah soal keterangan ahli yang dikatakan JPU bahwa saksi korban MR mengalami trauma akibat pencabulan tersebut, keterangan ahli inipun tidak dihadirkan dalam persidangan.

“Ini sama saja JPU sendiri yang mengatakan korban mengalami trauma, bukan berdasarkan keterangan ahli,” jelas Syaiful dengan nada kecewa.

Mirisnya lagi, sebut Syaiful lebih lanjut, keluarnya bukti surat hasil visum Et Repertum RSUD A Wahab Sjahranie nomor : 57/KTA /IV /2018 tanggal 09 April 2018 kepada korban MR yang dibuat oleh Dokter Daniel Umar, dan menyatakan ditemukan adanya luka lecet pada permukaan anus akibat benda tumpul.

“Kami merasa keberatan dan memohon kepada Majelis Hakim untuk menghadirkan Dokter tersebut untuk didengar keterangannya. Tapi inipun juga tidak dihadirkan,” terang Syaiful.

Kekecewaan PH terdakwa ternyata tidak berhenti sampai di situ, 2 orang saksi yang meringankan terdakwa ternyata juga tidak dihadirkan JPU. Padahal, menurutnya, di saat peristiwa yang dituduhkan ini terjadi terdakwa bersama saksi-saksi tersebut.

Karena itu dia menilai keputusan Majelis Hakim dalam perkara ini tidak mencerminkan rasa keadilan, di mana semua fakta-fakta persidangan yang terungkap dan pembelaan (pledoi) yang diajukan sama sekali tidak dipertimbangkan, sesuai Pasal 184 ayat (1) terkait alat bukti yang sah, seperti keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Dalam perkara ini PH terdakwa merasa sangat kecewa dan miris, di mana keadilan bagi terdakwa yang diyakini tidak pernah melakukan perbuatan cabul harus diganjar hukuman 9 tahun penjara.

“Ini jelas zholim dan mencederai penegakkan hukum kita dengan cara-cara tidak manusiawi,” tandas Syaiful.

Atas putusan tersebut, di luar sidang, Syaiful menyatakan akan melakukan banding. (Ib/LVL)

(Visited 6 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!