Terungkap, Pekerjaan PLTS Malinau Baru Selesai 4% Sudah Dibayar

Rekanan Sebut Tidak Pernah Tandatangan Pencairan

0 142

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq SH dari Kejaksaan Tinggi Kaltim memanggil 5 orang saksi untuk memberikan keterangan di persidangan yang mendudukkan Mohammad Djamil dan Aan Gusmana sebagai terdakwa, Selasa (3/8/2021).

Namun hanya 3 orang yang hadir, masing-masing mantan Bupati Malinau Yansen TP, Konsultan Pengawas Nur Hasanah dan Eddy Suhendi yang berada di lapangan. Dua orang saksi tidak bisa memberikan keterangan yaitu Kades Desa Sei Anai Yardi Larsa, dan Riben selaku Sekretaris Desa Data Dian lantaran gangguan jaringan.

Dikonfirmasi usai sidang yang digelar secara virtual, JPU Herman K Siriwa SH MH, Melva Nurelly SH MH, dan Rosnaini Ulfa SH yang mengikuti sidang, melalui Zaenurofiq menjelaskan keterangan saksi-saksi yang hadir.

Dalam keterangannya, Yansen membenarkan pernah membuat dan menandatangani Proposal Bantuan PLTS di 4 Desa, Kecamatan Kayan Hilir, Kabupaten Malinau. Namun untuk pelaksanaan kegiatan, saksi tidak mengetahuinya.

Saksi Konsultan Pengawas Nur Hasanah juga membenarkan telah membuat laporan pengawasan, terkait Pembangunan PLTS di Kabupaten Malinau dengan laporan akhir per 31 Desember 2016 sebesar 4,565%.

“Namun laporan tersebut oleh pihak rekanan Aan Gusmana dan PPK M Djamil tidak dipakai untuk pengajuan pencairan,” jelas Zaenurofiq.

Sedangkan saksi Eddy Suhendi, Tim Konsultan Pengawas di lapangan menjelaskan, secara intens membuat Laporan Pengawasan dengan dokumentasi riil di lapangan dengan laporan akhir per 31 des 2016 4,565%.

“Karena yang dibuat hanya bangunan power house untuk penyimpanan komponen utama saja. Sedangkan di akhir tahun belum datang, belum ada komponen utama PLTS,” jelas Zaenurofiq lebih lanjut.

Sedangkan saksi dari Desa sempat hadir, kata Zaenurofiq, namun saat mau mulai sidang jaringan internet hilang akhirnya tidak jadi memberikan keterangan.

Terkait pencairan pada akhir tahun, sesuai dengan keterangan saksi-saksi sebelumya jika pencairan termin yang 40%, jelas Zaenurofiq lagi, rekanan dan PPK sepakat pencairan dengan menggunakan jaminan Bank Garansi, dengan dilampiri pernyataan dari rekanan untuk kesanggupan menyelesaikan pekerjaannya sesuai kontrak.

“Namun ternyata fakta di lapangan, pekerjaan melewati batas waktu kontrak dengan alasan mobilisasi alat komponen utama terkendala kondisi di lapangan,” jelasnya.

Dikonfirmasi usai sidang, Penasehat Hukum (PH) terdakwa Aan Gusmana membenarkan hanya 3 saksi yang hadir.

Terkait kliennya, Wasti SH MH dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Widya Gama Mahakam Samarinda mengatakan, keterangan Nur Hasanah menyebutkan hasil pengawasan di lapangan pekerjaan memang baru 4 persen.

“Dia melaporkan 4 persen, kalau ada yang buat 100 persen. Bukan dia (Nur Hasanah),” kata Wasti mengutip keterangan saksi di persidangan.

Terkait material proyek yang semestinya dikerjakan mulai Oktober hingga Desember 2016 selama 66 hari, keterangan Eddy menyebutkan, material baru datang di bulan Desember 2016. Meski beberapa barang elektrik disebutkannya, sudah ada datang sebelum bulan Desember.

Berdasarkan pengakuan kliennya sebelumnya, Wasti mengatakan, Aan mengakui menandatangani Surat Perintah Kerja (SPK) Pekerjaan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Malinau.

Namun, ia juga mengatakan tidak pernah menandatangani berkas pencairan pembayaran proyek tersebut. Baik Termin I maupun Termin II.

“Saksi-saksi nggak ada yang melihat Aan menandatangani pencairan Termin I dan Termin II,” kata Supiatno SH MH, PH terdakwa Aan lainnya mengutip keterangan beberapa saksi dari Kementerian PDTT di persidangan sebelumnya.

BERITA TERKAIT :

Sidang kasus dugaan korupsi Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Malinau yang merugikan Keuangan Negara sebesar Rp4.355.335.956,00, dengan nilai Bill of Quantity (BQ) atau Rencana Anggaran Biaya Rp4,9 Milyar melibatkan Ir Mohammad Djamil Budiono M Si Bin Budiman, dan Aan Gusmana Bin Sofyan Ibrahim yang kini jadi terdakwa.

Keduanya didakwa melakukan korupsi pada Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal 5 Kwp, Dalam Rangka Fasilitasi Pelaksanaan Kebijakan Pembangunan Daerah Perbatasan di wilayah Provinsi Kalimantan Utara (Paket 2) tahun 2016.

Terdakwa Mohammad Djamil adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) III Direktorat Pengembangan Daerah Perbatasan di lingkungan Satker Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Republik Indonesia.

Sedangkan Aan Gusmana Bin Sofyan Ibrahim adalah Direktur PT Pijar Visi Indonesia (PT PVI), Penyedia/Pelaksana kegiatan proyek senilai Rp16.329.460.000,- dari Pagu anggaran sekitar Rp16,8 Milyar untuk sejumlah proyek di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.

Terdakwa Mohammad Djamil dan Aan Gusmana kini ditahan di Rutan Samarinda, untuk menjalani persidangan.

Sidang kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) nomor perkara 24/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr dan 23/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr yang diketuai Lucius Sunarno SH MH didampingi Hakim Anggota Arwin Kusmanta SH MM dan Suprapto SH MH M Psi, masih akan dilanjutkan pekan depan. (DETAKKaltim.Com)

Penulis : LVL

(Visited 19 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!