SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 71

HARI keberangkatan tiba, mereka bertolak dari Muara Kandilo berbendera Peneki, Paser dan Kutai. Itu panji gabungan tiga pilar. Sebagaimana dalam banyak filosifi disebutkan unsur-unsur tiga di setiap tema kebijksanaan perantauan.

Inilah iringan sejarah yang mengusung spirit “lao sappa deceng lisu mappedeceng”. Beriringan dua kapal besar, mereka memotong selat dari Kandilo ke Mandar untuk meneruskan langkah ke selatan ke arah Makassar di mana panji-panji VOC berkibar bersama kebesaran Bone sebagai penguasa tunggal jazirah Sulawesi Selatan ketika itu.

Dalam perjalanan di pesisir Mandar, bentrokan terjadi dengan Mara’dia Balanipa. La Banna mengusulkan untuk menyerang memberi hukuman pada Mandar yang Rajanya pro Belanda. Melalui pertempuran beberapa hari, La Banna terpukul mundur ke Puteanging. Tapi kemudian dibalas dengan pengerahan puluhan Bintak oleh La Maddukkelleng.

Perang berbalik situasi. Pasukan La Maddukklleng  memenangkan pertempuran menentukan di Binuang.  Harta benda seluruh pulau dirampas, markas pertahanan mereka di beberapa pulau dibakar. Namun penyerangan tidak dilakukan sampai ke daratan besar. La Maddukkelleng menyuruh meneruskan langkah ke misi utama.

Ini hanya pemberitahuan bahwa La Maddukkelleng dan La Banna To Assa telah kembali membuat perhitungan dengan Belanda dan sekutu-sekutunya. Perang pembukaan itu bersifat pemanasan saja. Mereka terus berlayar ke selatan, sesekali tembakan meriam dilakukan di sepanjang perairan Majene.

Saat melewati Tanete mereka mampir di Pulau Sabutung, satu di antara pulau-pulau yang tersebar di perairan Siang atau Pangkajenne. Jarak Makassar tinggal beberapa waktu lagi. Jangkar dibuang tak jauh dari daratan pulau. Seperti ritual memasuki rumah yang lama ditinggal, mereka sejenak menghitung peruntungan dan mengurai peta.

CERITA SEBELUMNYA :

Tapi tak sampai semalam di pulau, armada Belanda mengendus keberadaan mereka. Serangan atas Mandar Balanipa telah sampai di telinga Belanda. Kapal-kapal Belanda dengan persenjataan lengkap mengejar. Musuh bebuyutan bertemu dan terjadilah perang pertama.

Mulanya hanya ada dua kapal perang Belanda yang menembakkan meriam-meriam jarak jauh yang kemudian dibalas dengan tembakan menggelegar dari kapal utama. Namun tak lama berselang, berdatangan kapal lain.

Kapitan La Banna melaporkan telah berdatangan enam kapal Belanda. Enam melawan dua. Perintah perang digelorakan. Sementara meriam-meriam besar terus menyalak dari dua kapal La Maddukkelleng, puluhan perahu Bintak diturunkan dan segera dikerahkan menambah gempuran sekalius pertahanan. Bintak-bintak ini melaju mengambil manuver luar dengan memuat meriam-meriam serbu.

Situasi pengepungan kini mengubah kedudukan perang. Perahu-perahu Bintak itu berada di atas arah mata angin. Dari mengepung, kini berbalik posisi Belanda terkepung. Dentuman meriam silih berganti menyalak dari dua kubu. Tapi yang paling merepotkan Belanda adalah gempuran dari perahu-perahu Bintak.

Posisi tembak dari dua kapal perang Peneki cukup jauh, tapi Bintak-Bintak itu mendekat dalam jarak mematikan. Satu kapal perang Belanda telah mengalami kerusakan parah saat dengan sangat nekat satu Bintak mendekat dalam jarang tembak bedil dengan kapal. Ia menghancurkan buritan siku belakang kapal. Kapal rusak parah.

Evakuasi penumpang serdadu dilakukan dalam situasi kapal menuju karam. Hanya beberapa yang selamat, melarikan diri dengan sekoci. Selebihnya terkubur di dasar laut. Saat perahu Bintak pasukan La Maddukkelleng mendekat, kapal itu telah tenggelam di dasar laut. Menjadi pusara dan rumah besar bagi ikan-ikan yang berpesta.

CERITA SEBELUMNYA :

Kecamuk perang dahsyat yang terjadi itu terlihat di kejauhan dari daratan Pangkajenne, api perang terlihat berkobar-kobar laksana kembang meteor jatuh dari langit. Dentuman-dentuman meriam bersahutan bagai ladumang di malam lebaran. Orang-orang sadar, telah terjadi perang besar antara pemerintah Belanda dengan entah pasukan dari mana.

Tak mungkin pasukan Makassar atau yang lainnya. Semua telah dikuasai dan dilumpuhkan oleh Belanda. Gubernur Hindia Belanda waktu itu, Abraham Patras telah mengeluarkan aturan yang membatasi kepemilikan kapal-kapal perang bagi semua kerajaan-kerajaan di nusantara. Tak ada yang tahu bahwa kini ada kekuatan baru yang muncul di lautan dengan armada perang yang kuat.

Dua kapal perang La Maddukkelleng itu memiliki layar-layar yang bersusun lebar dan kuat dengan tiga tiang utama. Namun yang paling dahsyat adalah gempuran Bintak-bintak yang mampu melaju kencang dengan satu layar ditambah tenaga dayung. Mereka membawa meriam-meriam kecil yang langsung menyerbu bagai belalang mendekati musuh yang besar.

 (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!