SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 111

RAJA Kecil menyuguhkan arak China yang hangat, panggang pelanduk, bebek dan ikan-ikan segala jenis dalam berbagai masakan. Baginda memulai menyantap dan mempersilakan La Maddukkelleng mengambil makanan yang dihidangkan di meja besar berkaki pendek di depan mereka. Terlihat seperti lesehan gazebo di Istana Pulau Tuah.

Tapi untuk hidangan bagi tamu lain disediakan di meja tersendiri di pojok. Orang-orang makan secara prasmanan. La Maddukkelleng mengambil bebek panggang yang terlihat lezat. Kemudian udang laut besar dan beberapa jenis makanan lainnya. Ia mengunyah pelan sambil sesekali bersenda gurau dengan Raja Kecil. Perjamuan itu berhenti hampir larut malam.

La Maddukkelleng merasakan hangat di seluruh tubuhnya. Pengaruh arak Cina itu lumayan panas. Ia tidak biasa meminum minuman yang keras. Gurunya sendiri, Bissu Tungke’ adalah peminum tuak pahit, semacam arak nira yang difragmentasikan dari tuak manis. Orang-orang Makassar menyebut ballo’. Namun ia tak pernah mau mencobanya.

Pamannya La Salewangeng Arung Matoa juga melarangnya meminum minuman keras. Agama melarangnya. Pun akan merusak pikiran dan mengeraskan hati, begitu katanya. Tadi ia meneguk beberapa gelas karena menghormat Raja Kecil yang menyebutnya sebagai minuman penghangat tubuh, bukan minuman keras. Memang rasanya hangat dan harum. Kini, ia merasakan badannya terasa ringan aneh. Saat melangkah pulang menuju rumah peristirahatan, ia ditemani pengawal paling setianya, La Banna To Assa.

“Sepertinya, Tuan Puteri suka mencuri pandang ke arah Petta?” La Banna memulai godaannya.

Kini, pengaruh arak membuat La Maddukkelleng tak lagi merasakan jengah atas godaan itu. Ia malah menimpali sambil tertawa lepas.

“Saya juga memperhatikannya, dia memang gadis yang manis dan cantik. Jarang saya menemukan gadis secantik itu di Wajo. Hindun Jamilah, namanya secantik orangnya, hehe..”

La Maddukkelleng terus saja bicara lepas. La Banna memperingatkan tuannya kalau dia dalam pengaruh arak.

CERITA SEBELUMNYA :

“Arak Cina terkenal sangat keras, Pueng. Ia memang harum tapi rasanya membuat tubuh melayang.”

La Maddukkelleng menyadari keadaannya. Ia segera mengerahkan lemmung jiwa dalam tubuhnya mengusir hawa arak. Hanya dalam sekejap, terlihat samar uap mengepul dari ubun-ubunnya. La Banna semakin kagum dengan junjungannya ini, jelas sekali hawa sakti lemmung dalam tubuhnya telah mencapai tingkat yang sudah sangat tinggi.

Uap itu makin lama makin banyak lalu akhirnya menipis. Itulah pengerahan tenaga lemmung yang disalurkan mengusir semua hawa buruk dalam tubuh. Dalam tingkat yang sudah sempurna, ia bisa mengeluarkan racun dari tubuh melalui keringat.

La Banna lalu mengajak tuannya itu untuk pulang beristirahat. Tapi oleh La Maddukkelleng ia malah diajak ke ruang terbuka pantai yang luas. Malam memang sedang purnama, terlihat sangat terang di pantai yang berpasir putih itu.

“Saya belum mau tidur, Banna. Ayo kita ke ruang terbuka di ujung sana. Perintahkan seluruh pasukan untuk istirahat.”

La Banna mengangguk dan segera balik badan menuju rombongan lain. Perintah istirahat segera disampaikan.

Di ujung pulau itu seperti permadani putih yang terhampar di bibir pantai. Langit sedang terang, bersih dipenuhi bintang dan bulan yang hampir purnama. Pantulan bayang di bibir pantai dan ombak berkejaran seperti menari menirukan irama bintang yang berkerlipan. Seperti hampir pagi saja. La Banna mengikut di samping La Maddukkelleng yang berjalan pelan sambil menengadah ke langit. Tiba-tiba, La Maddukkelleng melompat agak jauh ke depan.

“Saya ingin engkau menilai kemajuan silat ku. Sejak meninggalkan pulau, aku hanya melatih lemmung dalam tubuh. Jarang aku mengolah jurus-jurus Sulapa. Aku akan mainkan unru (jurus) terakhir dari Sulapa Seppulo.”

Berkata begitu, tanpa menunggu kalimat La Banna, La Maddukkelleng mulai memasang kuda-kuda menghadap laut. Kedua kakinya terpentang dan ditekuk agak lebar, tangan setengah bersedekap lalu memulai dengan gerakan lambat, telapak tangan seolah menolak bumi. Itulah kuda-kuda pembukaan silat sulapa tingkat tinggi.

La Banna pernah melihat gurunya Tunreng Talaga memainkan jurus-jurus itu. Ia sendiri baru sampai sulapa eppa dan sedikit sulapa enneng. La Maddukkelleng tiba-tiba mengeluarkan suara dengus dari hidungnya. Setelah itu melakukan gerakan memutar yang cepat ke arah samping. Selanjutnya La Banna hanya menyaksikan bayangan La Maddukkelleng berputar seperti gasing disertai suara menderu-deru. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!