SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 121

CATATAN sejarah menuliskan saudara-saudara Opu Daeng Marewa yang lain, bertebaran di seantero Tanah Melayu dengan mengukir sejarah di tempat masing-masing. Opu Daeng Parani menikahi puteri Raja Selangor. Kemudian beliau menikah lagi dengan adik Raja Kedah. Dengan demikian, Opu Daeng Parani adalah menantu Raja Selangor dan juga adik ipar Raja Kedah.

Kemudian di Kalimantan Barat, Opu Daeng Manambung dinobatkan menjadi Sultan Mempawah  yang bergelar Pangeran Emas Surya Negara. Beliau inilah yang bermenantukan Syarif Abdurrahman (keturunan Said Al Qadri Jamalullail) yang mendirikan Kerajaan Pontianak dan dinobatkan sebagai Sultan Pontianak I.

Opu lainnya adalah Opu Daeng Cella’, beliau adalah Yang Dipertuan Muda Riau II (1729-1746) bergelar Sultan Alauddin Syah. Beliau menggantikan kakaknya Opu Daeng Marewa yang berpulang kerahmatullah dalam tahun 1729 M.

Kemudian putera Opu Daeng Ri Lekke’ yang bungsu, yakni Opu Daeng Kamase dinobatkan menjadi Raja Sambas Kalimantan Barat bergelar Pangeran Mangkubumi.

Ini adalah kisah jejak perantauan putera Bugis Makassar di tanah Melayu, Sumatera, dan Kalimantan Barat. Opu Daeng ri Lekke’ dan kelima puteranya menorehkan tinta gemilang sebagai perantau sukses yang menjadi penghuni tetap, seperti menetapnya kaum muhajirin di Madinatul Munawwarah, hidup bersaudara membangun peradaban dengan kaum Anshar.

Ketokohan Opu Daeng ri Lekke’ dalam kurun waktu tertentu, telah menempatkan diri sebagai puncak piramida tertinggi dalam silsilah (Royal Families Tree) Kerajaan Melayu dan Kalimantan.

Kiprahnya melalui daya juang yang penuh keberanian, dan diimbangi oleh strategi yang jitu membuahkan tulisan sejarah emas hingga akhir zaman. Namun kita tidak sedang mengembangkan cerita ke arah itu. Kita sedang menuliskan persinggungan sejarah yang tak kalah gemilangnya, dari torehan jejak kesatria Bugis penjelajah yang bernama La Maddukkelleng.

CERITA SEBELUMNYA :

Di atas adalah sekelumit tentang negeri Johor yang awalnya menjadi tujuan La Maddukkelleng. Ia sama sekali tidak tahu bahwa beberapa waktu sebelum ia dalam pelayaran menuju Johor, puncak peperangan seperti diurai di atas terjadi demikian dahsyatnya. Andai saja La Maddukkelleng tiba lebih cepat tiga atau lima bulan sebelumnya, boleh jadi ia akan terlibat dalam perang besar itu secara signifikan.

Namun beberapa minggu setelah perang mereda, baru ia sampai di Tumasik dan mendengar tentang kakaknya yang tewas dalam perang. Ia mendengar kabar duka tentang kematian kakaknya itu di tangan seorang pemuda Bugis yang berkepandaian tinggi.

Alangkah kagetnya setelah ia mengetahui bahwa pemuda itu adalah La Sigajang To Passarai, bersama seorang pengawalnya yang bernama La Melleng yang ditugaskan khusus untuk mengejarnya. Ia mencatat dengan baik peristiwa itu, dan bertekad untuk mengadakan perhitungan dengan mereka khususnya La Sigajang dan La Melleng.

Dalam kesedihan ia mendengar bagaimana dua armada besar Daeng Matekko disita oleh La Sigajang. Ia membawa rampasan itu berlayar ke arah timur. Ia kemudian mendengar pengikut-pengikut kakaknya yang kebanyakan dari Wajo dan Gowa melarikan diri bersama Raja Kecil menuju timur ke arah gugus Pulau Tujuh.

Tak menunggu lama La Maddukkelleng segera mengangkat jangkar, dan mengembang layar besar menyusuri jejak Raja Kecil di kepulauan yang tersebar sampai ke jauh ke arah Laut Cina Selatan.

Sepanjang jalan ia terlibat bentrok sporadis beberapa kali dengan pasukan Sultan Sulaiman yang tak lain adalah gabungan orang-orang Bugis rantauan dan orang-orang Minang. Pasukan-pasukan itu mengejar Raja Kecil namun bertemu musuh baru yang ternyata lebih ganas. Sebagai petempur laut yang teruji banyak peristiwa, semua bentrokan itu dimenangkan oleh La Maddukkelleng.

Beberapa armada Sultan Sulaiman dipukul mundur atau ditenggelamkan. Sebagai luapan kemarahan, sepanjang jalan pulang, La Maddukkelleng menyuruh membakar beberapa pulau dan menjarah isinya. Ia mengukir cerita baru di sana sebagai pasukan bajak laut dengan sebutan Gora’E.

Lebih lima bulan lamanya La Maddukkelleng malang melintang di wilayah perang laut Malaka. Namun strategi dari Opu Lima Bersaudara adalah membiarkan mereka di laut dan hanya memperkuat pertahanan darat.

La Maddukkelleng pun berhitung, bahwa ini bukanlah perangnya, keterlibatan ini dilakukannya semata untuk membuktikan bahwa saudara Daeng Matekko memiliki perhitungan sendiri dengan kematiannya. Maka mereka tidak melanjutkan bentrokan sampai ke darat. Haluan kapal lalu diarahkan kembali ke timur, menyusur jejak Raja Kecil dan terutama mengejar La Sigajang To Passarai. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!