SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 100

Baik. Kamu bicara sekarang. Kalian dari kelompok bajak mana? Kalau bicara jujur, Puengta tentu akan pertimbangkan memberimu ampun. Tapi kalau tidak, hmm.. kamu akan bernasib lebih buruk dari kawanmu barusan.” La Banna bicara, suaranya penuh ancaman.

“Kami anak buah Wak Kannaco..”

“Sarangmu di mana?!”

“Di Pulau Tuah.”

“Di mana itu?” La Banna mendesak.

“Arah utara dari sini, masih sehari lebih pelayaran.” Si bajak makin pasrah.

“Baik, kamu antarkan kami ke sana. Kamu tetap diikat. Jika kamu bekerja sama, kamu akan hidup. Tapi kamu jangan coba-coba mempermainkan kami, hukumannya mati!” La Maddukkelleng kini berbicara dan memutuskan untuk mencari sarang perompak yang terkenal itu. Semua anak buahnya menjadi paham rencana dari sang pemimpin.

“Kami akan bekerjasama dan takkan mempermainkan Tuanku. Jika Wak Kannaco tahu kami yang mengantar, kami pasti juga akan dihukum mati. Kami akan menjadi pengikut tuanku, jika diperkenankan. Kami mohon ampun.” Berkata begitu kedua perampok yang sadar berhadapan dengan siapa kini malah memohon dijadikan anak buah La Maddukkelleng.

“Permohonanmu akan dipertimbangkan, tapi kamu harus buktikan dulu kalau kamu tidak berbohong dan membantu kami ke tempat Wak Kannaco. Kalian tetap diikat.”

La Maddukkelleng lalu mengajak La Banna, Cambang Balolo, Daeng Mangkana dan Ambo Pabbola berembuk di ruang kemudi. Anak buahnya yang lain mengamankan dua bajak tangkapan itu. Ikatan keduanya dipisah dan ditempatkan berjauhan.

“Saya tiba-tiba punya rencana lain dengan perompak itu.” La Maddukkelleng memulai rembukan.

“Iyye, pueng. Apa kata puengku siap kami jalankan” Cambang Balolo menjawab yang dianggukkan oleh yang lain.

“Kita serang mereka dan markasnya kita rampas untuk menjadi tempat tinggal kita sementara. Saya merasa bekal kita untuk ke Johor belum memadai. Jika cocok, kita bisa menjadikan tempat itu sebagai kampung pertama kita di rantauan. Bawa satu tawanan itu kemari!”

Tak lama, Cambang Balolo sudah datang menyeret salah seorang tawanan itu. Dia yang tadi berbicara saat interogasi.

“Siapa namamu dan ceritakan tentang dirimu secara singkat!” La Maddukkelleng menanyai langsung lelaki dengan muka kehitaman itu.

“Hamba bernama Congkeng. Anak buah dari Wak Kannaco. Hamba tadinya nelayan dari Majene, dipaksa jadi anggota bajak lima tahun lalu setelah perahu saya dirampas.”

CERITA SEBELUMNYA :

Dari penuturan bajak Congkeng dan juga penjelasan dari La Banna, terungkap bahwa Wak Kannaco bertahun-tahun telah merajai Selat Makassar sebagai perompak yang ditakuti. Bukan hanya oleh kapal-kapal pedagang yang melintas, tapi juga oleh kapal-kapal kerajaan termasuk kapal dagang VOC Belanda.

Mereka memiliki armada dan anak buah yang banyak. Dia memiliki satu kapal Jung besar yang bersenjatakan meriam. Anak buahnya hilir mudik di laut mengintai kapal-kapal untuk mereka rampok. Kepala perahu berpatung singa adalah ciri khas mereka. Kapal-kapal yang secara tetap melintas di wilayah itu ada beberapa yang dengan sukarela menyerahkan upeti sebagai uang keamanan laut.

Tak ada yang tahu persis asal muasal Wak Kannaco. Ada cerita kalau dia berasal dari Filipina Selatan. Soalnya selain bahasa Melayu dan Bugis, dia juga kadang berbahasa Tagalok, Bahasa Filipina. Dia seorang Bajo peranakan yang berilmu tinggi. Jago menyelam, berbadan tinggi besar dan konon kebal terhadap senjata tajam.

Istrinya empat. Semua diikutkan dalam kapal besarnya. Sarang besar mereka di salah satu pulau-pulau kosong tersembunyi yang banyak tersebar dari pesisir Borneo sampai Filipina. Anak-anak buahnya juga menyebar mendiami pulau-pulau itu. Salah satunya adalah yang menyerang kapal La Maddukkelleng.

Mereka diharuskan menyetor hasil rampokan sekali sebulan. Kalau mereka tak menemukan kapal, maka mereka menyerang kampung-kampung di pesisir Borneo sampai Sulawesi. Salah satu kampung yang pernah mereka serang adalah Majene, seperti yang pernah dituturkan oleh La Banna. Dari penyerangan-penyerangan itu mereka menculik anak laki-laki untuk dipaksa menjadi anak buah. Itulah mengapa mereka memiliki banyak anak-anak buah.

Beberapa kelompok bajak kecil juga berafiliasi dengan Wak Kannaco. Setiap serangan atau perampokan-perampokan berskala besar mereka laporkan ke Wak Kannaco sebagai koordinasi. Terutama serangan-serangan yang berbau politis. Terkadang misi perampokan yang mereka lakukan bersifat pesanan dari pihak kerajaan atau kelompok tertentu.

Maka ramai menjadi perbincangan kelompok Wak Kannaco sebagai perompak yang sering menyerang kampung-kampung termasuk kota-kota kerajaan yang berada di pantai, pulau atau sungai. Selama itu, reputasi mereka makin berkibar. Beberapa kerajaan sering bentrok dengan mereka termasuk dengan VOC.

Tapi penguasaan mereka terhadap lautan khususnya Selat Makassar yang memiliki banyak pulau-pulau tersebar antara Borneo dan Filipina membuat mereka sulit dilacak dan ditumpas. Mereka telah menjadi raja rompak Selat Makassar yang ditakuti.

La Maddukkelleng menengadah ke langit. Inikah awal kehidupanku di tana rantau? Ia menggumam dalam hati seraya menghitung peruntungan dengan menaklukkan Wak Kannaco, legenda bajak laut yang baru didengarnya. Ia segera memerintahkan mempercepat perahu mengikuti petunjuk bajak Congkeng. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 6 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!