Konflik Lahan, PT Pertamina Gas Dituding Rampas Lahan Milik Warga Bontang

0 466

DETAKKaltim.Com, BONTANG : Keluarga Hajjah Zahrah, pemilik lahan yang terletak di RT 08, Dusun Sungai Api-Api, Desa Suka Rahmat, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, seluas 2 hektar berdasarkan surat keterangan pelimpahan hak (ganti rugi tanah) tahun 2000 dari Hajjah Nyiwi (Bibi) menuding PT Vico Indonesia dan PT Pertamina Gas telah merampok lahan miliknya sejak tahun 2004 hingga sekarang.

Lahan tersebut sebelum adanya pemekaran wilayah antara Bontang – Kutai Timur sesuai (UU Nomor 47 tahun 1999 dan PERMENDAGRI Nomor 25 tahun 2005) adalah masuk wilayah Bontang Desa Sekambing, Kecamatan Bontang Selatan. Dengan batas-batas sesuai keterangan Kepala Desa Sekambing tanggal 15 April 1992, Nomor : 05-593/DS-BTGS/IV/1992.

Namun setelah adanya pemekaran wilayah berdasarkan tapal batas wilayah, tanah keluarga Zahrah secara otomatis berubah menjadi masuk wilayah Kutai Timur. Dan tahun 2018 lalu, Zahrah membayar Pajak Bumi dan Bangunan lahan tersebut senilai Rp280 Ribu.

Menurut Zahrah, PT Vico Indonesia pada tahun 2003 melalui superitendent Pipe Line Sumarno ingin membeli sebagian tanahnya untuk akses jalan keluar masuk truck pengangkut air untuk memenuhi kebutuhan air bagi para Operator dan Security yang jaga di Stasiun Kompresor Gas (SKG KM 53), yang kebetulan letak Pos tersebut berada di atas tanah milik keluarga Zahrah di bagian belakang. Namun keluarga Zahrah menolak keinginan tersebut karena tanah yang akan dibeli oleh Vico hanya sebagian kecil saja. Keluarga Zahrah menawarkan kepada Sumarno bahwa bila pihak Vico mau membeli secara  keseluruhan tanahnya seluas 11 hektar, keluarga Zahrah baru mau untuk menjualnya. Tetapi pihak Vico tidak mau atas tawaran tersebut dengan alasan terlalu luas, sedangkan perlunya hanya untuk akses jalan saja.

“Dengan pertimbangan untuk kepentingan Negara dan Bangsa, akhirnya keluarga Zahrah sepakat untuk memberikan pinjam pakai jalan yang diperlukan tanpa sewa kepada pihak Vico Indonesia. Dan akhirnya tawaran tersebut disetujui oleh PT Vico,” kata Zahrah di Bontang, Kamis (16/5/2019).

Tahun 2004 ketika Zahrah mengikuti suaminya yang sedang tugas belajar (kuliah di STEM Cepu – Jateng), Sumarno datang ke kosan Van Nasibuan di Cepu dengan membawa Surat Perjanjian Pinjam Pakai Jalan lengkap persyaratannya, yang sudah siap untuk ditanda tangani oleh keluarga Zahrah.

Namun apa yang terjadi, begitu keluarga Zahrah kembali ke Bontang tahun 2005, ia sangat terkejut melihat kondisi kebunnya, dimana bagian atas gunung telah diratakan dan telah berdiri beberapa fasilitas perusahaan berupa 3 buah bangunan perkantoran, 1 buah  tower, pagar kawat pengaman yang  permanen dan jaringan pipa gas.

“Dari sinilah keluarga Zahrah baru menyadari bahwa jalan yang  dipinjamkan kepada Vico Indonesia ternyata hanya untuk membohongi dan merampas hak-hak kami,” kata Zahra lebih lanjut.

Keluarga Zahrah merasa sangat dirugikan dan sangat keberatan atas kesewenang-wenangan Vico dan Pertamina Gas, karena lahannya dirampok dan semua tanaman yang tumbuh di atasnya dirusak oleh Vico dan Pertamina Gas.

Sebagai pemilik lahan yang sah, keluarga Zahrah meminta kepada Pertamina Gas sebagai perusahaan BUMN untuk taat Undang-Undang dan dapat menunaikan kewajibannya kepada masyarakat, khususnya kepada pemilik lahan untuk membayar ganti untung tanah, membayar sewa tanah selama 15 tahun, dan membayar kompensasi hasil penjualan gas alam ke PKT, anak-anak Perusahaan PKT.

Sebagai pensiunan PT Badak NGL tahun 2016 yang mempunyai masa kerja selama 34 tahun lebih dengan jabatan terakhir sebagai Coordinator Operation & Maitenance Development Program, Van Nasibuan, suami Zahrah, memahami betul bahwa pihaknya sangat dirugikan dalam kasus ini. Karena gas alam yang mengalir melewati tanahnya mempunyai nilai komersil yang sangat besar. Berdasarkan data yang ia peroleh tanggal 1 Maret 2018, penghasilan Pertamina Gas mencapai kisaran Rp35 hingga Rp36 Milyar per hari.

Belum lagi dengan adanya penambahan jaringan gas untuk masyarakat Bontang dan juga dengan beroperasinya Pabrik PKT V, tentunya penghasilan komersil Pertamina Gas juga lebih bertambah besar lagi, namun Van Nasibuan mengaku belum memiliki datanya.

“Begitu besarnya hasil yang didapat dan dinikmati Pertamina Gas, keluarga Zahrah sebagai pemilik lahan yang sah hanya sebagai penonton tanpa ada kompensasi pembagian hasil sepeserpun,” tandas Van Nasibuan.

Selain tanah yang dikuasai Pertamina Gas tersebut, Van Nasibuan juga menyebutkan memiliki lahan sekitar 10 hektar yang menyatu dengan lahan yang kuasai Pertamina Gas dalam beberapa surat yang dibeli dari beberapa orang.

Terkait tudingan perampokan lahan tersebut, DETAKKaltim.Com melakukan konfirmasi ke pihak Humas PT Vico Indonesia namun diperoleh informasi bahwa perusahaan tersebut saat ini telah diganti dengan Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) sebagai operator. Namun setelah PT Vico Indonesia tidak ada, tanggung jawab pengelolaan asset-assetnya ke PHSS.

Saat diminta tanggapan terkait klaim Van Nasibuan dengan istrinya terkait lahan tersebut, Humas PHSS mengatakan tidak punya otoritas untuk memberikan tanggapan.

“Mohon maaf, saya tidak punya otoritas untuk memberikan tanggapan. Tapi kalau punya pertanyaan saya bisa sampaikan ke manajemen dulu,” kata Hidayah, Humas PHSS.

Namun hingga tulisan ini diterbitkan, belum diperoleh penjelasan dari manejemen PHSS. Sedangkan Humas Pertamina Hulu Mahakam (PHM) yang coba dikonfirmasi menyebutkan untuk menghubungi Humas SKK Migas, Danang.

Saat dikonfirmasi, Danang mengatakan kalau masalah itu urusan Migas Ilir, bukan Hulu tempatnya. Diapun mengaku tidak mengenal perusahaannya. (LVL)

(Visited 78 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!