Di Balik Ancaman Sanksi, Indonesia Berpeluang Raih 110 Juta USD dari Carbon Fund

0 61

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Daddy Ruchiyat, Ketua Harian Dewan Daerah Perubahan Iklim Kalimantan Timur mengungkapkan, Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) adalah lembaga kemitraan global yang berfokus pada upaya pengurangan emisi melalui pencegahan deforestasi dan degradasi hutan, konservasi cadangan karbon, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan karbon negara-negara berkembang.

“Kegiatan yang mengacu pada persiapan implementasi Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+),” sebut Daddy dalam paparannya pada Workshop (pembelajaran) Jurnalistik “Peningkatan Pemahaman Kesadartahuan Publik” Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) Carbon Fund di Kalimantan Timur, yang digelar di Hotel MJ Samarinda, Sabtu (7/9/2019) pagi.

FCPF beranggotakan 47 negara berkembang, kata Daddy lebih lanjut, 18 negara berada di kawasan Afrika, 18 negara di Amerika Latin, 11 negara di Asia termasuk Indonesia. Memiliki 18 kontributor pendanaan yang tediri dari 16 negara maju, 1 swasta, dan 1 NGO.

“Dana hibah dikucurkan FCPF untuk program REDD+ dalam dua bentuk. Pertama dana hibah persiapan (The Readiness Fund) dan dana implementasi (The Carbon Fund) REDD+,” jelas Daddy.

Daddy juga menjelaskan, program Carbon Fund di Kalimantan Timur adalah program milik Republik Indonesia yang diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Karena itu dilaksanakan di Kalimantan Timur, maka Kalimantan Timur berkolaborasi dengan mereka untuk mempersiapkan program-program yang diperlukan supaya implementasi Carbon Fund bisa berjalan dengan baik.

“Ini satu apresiasi yang besar, tidak semua negara diberi kepercayaan ini,” jelas Daddy.

Menjawab pertanyaan DETAKKaltim.Com terkait sanksi yang bisa diberikan apa bila target penurunan emisi tidak tercapai, Daddy mengatakan sanksi terbesar adalah pernyataan bahwa Indonesia tidak mampu melaksanakan REDD+.

“Sanksi yang paling besar adalah statement bahwa ternyata Indonesia tidak mampu melaksanakan program REDD+, gagal!” jelas Daddy.

Terpisah, menurut Muhammad Fadli, narasumber lain dalam kegiatan ini, Indonesia memiliki peluang untuk memperoleh insentif maksimal sebesar 110 Juta USD atau maksimal 22 juta ton CO2e, dari FCPF-Carbon Fund Bank Dunia, dengan berdasarkan penghitungan pembayaran berbasis kinerja melalui pengukuran pengurangan emisi yang dilakukan. Satu nilai nominal yang menurut Fadli kecil.

“Kecil itu,” kata Fadli.

Berita terkait : Gelar Workshop Jurnalistik, Biro Humas Pemprov Kaltim Kupas FCPF

Proporsi pembagian manfaat dijelaskan Fadli lebih lanjut, tanggung jawab dan kewenangan sebesar 25%, Kinerja Penurunan Emisi sebesar 65%.

“Penghargaan diberikan kepada Desa/Kampung dan masyarakat Adat yang membuktikan praktik terbaik dalam mengelola hutannya, dengan tingkat emisi yang sangat rendah atau sama dengan nol,” jelas Fadli.

Rencana pembayaran Carbon Fund terungkap dalam kegiatan Workshop ini pada tahun 2023, yang didahului dengan pengukuran pada  tahun 2022.  Hingga saat ini, disebutkan setidaknya 3 negara telah menikmati FCPF Carbon Fund masing-masing Kongo, Ghana, dan Mozambik. (LVL)

(Visited 11 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!