PESAN JENGHIS KHAN

OPINI

0 139

Penulis: Andi Ade Lepu                                                                                                                                               Pemerhati Masalah-Masalah Sosial

 

“Saya adalah hukuman Tuhan. Jika kalian tidak melakukan dosa maka Tuhan tidak akan mengirim saya.”

Penggalan kalimat di atas adalah kata-kata dari Jenghis Khan, seorang nomaden bar-bar yang kemudian menjadi Maharaja Penakluk Dunia. Semua tinta sejarah mencatat bala tentaranya yang merayap bagai kawanan belalang, melumat apa saja yang dilaluinya di seluruh penjuru dunia.

Jejak kakinya mengukir sungai darah, tumpukan bangkai manusia, dan nyala api yang berkobar-kobar. Asap gelap yang membumbung tak juga padam meski ia telah melampaui kota itu dalam perjalanan berhari-hari. Khan menempatkan diri sebagai penghancur peradaban paling bengis dalam sejarah.

Kita tak perlu menuliskan ulang kebiadaban dan kekejamannya di sini. Kita sudah mengetahuinya melalui bacaan-bacaan tua yang telah berdebu di rak buku.

Khan memosisikan diri sebagai utusan langit dalam wujud prahara penghukuman atas dosa-dosa manusia. Ia juga dalam kesombongan total mengakui dirinya sebagai alasan duka nestapa yang menimpa kehidupan.

Ia menyetarakan dirinya dengan Tsunami, letusan gunung berapi, dan lain-lain yang datang sebagai balasan angkara murka atas dosa-dosa anak Adam. Jika membaca literatur agama, Jenghis Khan sangat bisa benar. Kerusakan yang ditimbulkan bala tentaranya hampir bisa kita setarakan dengann bencana kemanusiaan yang memporakporandakan bumi.

Pada tahun 1257 M, cucu Jenghis Khan yang bernama Hulagu, memasuki Bagdad dan menghancurkannya. Dia membantai 400.000 lebih jiwa manusia, tak peduli anak-anak, orang tua, wanita, maupun laki-laki. Tumpukan mayat memenuhi jalan-jalan kota yang terbakar. Masjid dan perpustakaan-perpustakaan hampir semuanya rata dengan tanah.

Bau amis darah memenuhi udara dan sungai-sungai mengalirkan air berwarna merah. Khalifah Al-Musta’sim beserta keluarga ditumpas habis, kecuali seorang anaknya yang kecil dibawa ke Mongol untuk dijadikan budak.

Baca Juga:

Setelah itu, Hulagu yang membangun markas di luar kota mengumumkan hendak bertemu dengan ulama paling berilmu di kota Baghdad yang masih tersisa. Tak ada satu pun yang berani menemuinya, kebengisan dan kekejamannya membuat nyali semua orang ciut.

Tapi akhirnya seorang guru madrasah muda bersedia menjadi sukarelawan memenuhi undangan pemimpin zalim itu. Ia bahkan belum memiliki jenggot. Ia berangkat sendiri berjalan kaki menuju markas besar Hulagu. Ia membawa seekor Unta, seekor Kambing, dan seekor Ayam jantan. Saat tiba di depannya, Hulagu memandang pemuda itu dari kaki hingga ke ujung rambut dan berkata,

“Hanya engkaukah yang memenuhi panggilanku?”

Dengan tenang, Kadihan, nama pemuda itu menjawab; “Jika engkau menghendaki yang lebih besar, di luar ada seekor Unta. Kalau Anda ingin yang berjenggot, di luar ada seekor Kambing. Dan jika tuan mau menemui yang bersuara nyaring, aku membawa serta seekor Ayam jantan.”

Hulagu tersadar ini bukan pemuda sembarangan. Ia bertanya, “Katakan padaku, apa yang membawaku sampai ke sini?”

Ulama muda ini menjawab, “Perbuatan kami sendirilah yang telah membawamu ke sini. Kami tak pernah lagi bersyukur atas nikmat Allah. Kami telah ditenggelamkan oleh kesenangan dunia, hidup penuh foya-foya, dan abai pada agama. Kami hanya disibukkan dengan jabatan, pangkat, dan kekayaan. Allah yang telah mengirim dan menggerakkanmu kemari untuk mencabut kembali semua kenikmatan itu.”

Hulagu kembali bertanya, “Lalu, apa yang dapat mengusirku dari sini?”

Pemuda kita menjawab, “Jika kami kembali mampu menyukuri nikmat pemberian Allah, dan kemudian kami berhenti bertikai satu sama lain, maka Anda tidak akan pernah bisa bertahan di sini..”

Dialog yang bersejarah ini sangatlah relevan untuk kembali kita tuliskan hari ini. Bahwa bencana dan semua bentuk prahara yang melanda tak lepas dari ulah kefasikan kita sendiri. Jenghis Khan menyebutnya sebagai “penghukuman” langit.

Jika langit terus mengirimkan kepada kita pemimpin zalim, suka berbohong, penipu, korup, bajingan, dan lain-lain; maka itu bisa kita kategorikan sebagai bentuk bencana yang melanda.

Pesan Jenghis Khan ini bertemurun sepanjang zaman. Dibaca oleh pemuda bernama Kadihan di Irak untuk menjawab pertanyaan Hulagu, cucu Jenghis Khan sendiri. Kemudian kita tuliskan ulang sebagai jawaban atas banyaknya pertanyaan, kenapa kehidupan terasa semakin berat? Keadilan seperti makin menjauh? Dan pemimpin kita makin susah untuk kita percayai?

Wallahu a’lam bishshawab. (DETAKKaltim.Com)

Editor: Lukman

(Visited 135 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!