Tiga Bocah Pelayan Tetamu Allah di Mina

0 239

MINA, Mekkah, Sabtu (2/9/2017). Pagi di Mina ketika Matahari mulai beranjak naik menyinari maktab-maktab pelontar jumrah yang sebagian besar sedang bergegas ke Jumrat al Ula, Wutsqa dan Aqaba, tempat melontar. Sebagian lagi masih baru saja shalat dhuha atau berkumpul mengabadikan momen-momen kebersamaan, sebelum meninggalkan kawasan Mina menuju Mekkah untuk Tawaf Ifadah atau terakhir sebelum mereka pulang ke negara masing-masing.

Mata saya tertumbuk pada tiga bocah cilik yang baru berumur belasan tahunan. Mereka tiga sahabat yang ramah dan senang ketika saya tawari berfoto bersama. Dalam hitungan menit. Muncul ide saya mewawancarainya. Satu di antara mereka paham sedikit Bahasa Inggris, tapi mereka bertiga paham baik Bahasa Arab. Untuk memperlancar wawancara. Saya minta tolong ke saudara Ainul Yaqin, pembimbing atau mutawwif (guide) jamaah travel untuk menerjemahkan ke Bahasa Arab, beberapa pertanyaan saya ke ketiga sahabat ini.

Saya mulai bertanya ke adik Yusuf Abdul Karim (13). Kemudian ke Abdul Rahman Bondagji (14) dan terakhir ke Hamzah Abdullah Shahrani (13).

Yusuf mengaku berdarah Afghanistan, wajahnya putih sedikit merah dan gagah, mengaku lahir dan sekolah di Saudi Arabia. Sekolah di Madrasah Daril Ulum, Kelas 4. Kedua, Bondagji. Sekarang kerja bantu-bantu jamaah haji, asli Saudi Arabia. Kelas 2 Tsanawiyah. Bondagji mengaku ini tahun ketujuh ikut bantu-bantu katering keluarganya melayani tetamu Allah di Maktab 112 di Mina. Tidak mengharapkan imbalan uang Real atau Dollar.

Bocah ketiga, Hamzah asal Saudi Arabia dan masih keluarga dengan Abdul Rahman, Kelas 1 SMP, sudah 3 tahun ikut bantu-bantu katering keluarganya.

Ketika saya tanya mereka, motif ikut kerja? Dijawabnya dengan riang. Ini hobi kami, mengisi waktu liburan sekolah dan senang melayani tetamu Allah dari berbagai negara. Mereka mengaku tidak minta uang ke tamu-tamu. Belum ada di antara mereka yang sudah melaksanakan rukun dan wajib haji.

Saya tanya ketiganya. Apa cita-cita dan impiannya kalau sudah besar. Satu per satu menjawab. Hamzah ingin menjadi bos Maskapai Saudi Arabia. Abdul Rahman ingin jadi Pilot. Sementara Yusuf masih belum punya cita-cita karena masih kecil, dan termuda di antara dua sahabatnya.

Baca juga : Persahabatan Orang Bugis dan Madura di Mekkah

Mendengar temannya belum punya cita-cita. Hamzah yang duduk paling kiri bereaksi dengan mengutip pendapat Imam Syafii, artinya: …Bilang ke gurunya Wakiq. Bahwasanya ya Allah. Kenapa hafalan saya cepat hilang? Tinggalkan maksiat kata gurunya. Ilmu Allah tidak akan diberikan ke mereka yang malas belajar.

Mereka teman sepermainan. Kami tinggal 4 malam di Maktab keluarganya. Akhir wawancara,  saya bilang. Semoga cita-cita dan impian Rahman dijabah oleh Allah. Amin.  (M. Saleh Mude, Kontributor Informasi Haji 2017 untuk DETAKKaltim.Com di Mina)

(Visited 8 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!