Sedih, Dina : Jangan Diskriminasikan Kami Atlet Paralympic

0 175

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Meski  menduduki peringkat ke-7 dalam  Pekan Olah Raga Paralympic  (Peparnas) XV  di Bandung  Jawa Barat, namun ternyata keberhasilan tersebut tidak serta merta membawa rasa bahagia bagi  sebagian atlet Paralympic Kaltim.

Seperti yang dirasakan Dina Mariana, atlet Paralympic Kaltim cabor Angkat Berat Kelas 85Kg, yang  mendapat Medali Perak.

“Melihat keeratan kami sebagai atlet Disabilitas, saya sedih melihat semua ini, orang di sana berbahagia tapi saya tidak, “ ungkap Dina dengan wajah sendu, Rabu (2/11/2016).

Dina Mariana menjawab pertanyaan wartawan. (foto:My)
Dina Mariana menjawab pertanyaan wartawan. (foto:My)

Dina merasa tidak bahagia dengan prestasi yang berhasil diraihnya tersebut, karena bukan bahagia yang didapatnya,  namun  malah rasa  derita yang menderanya. Pasalnya saat mengikuti  event untuk para atlet Disabilitas di Indonesia tersebut, uang saku tidak mereka dapatkan.

“Uang saku kami dapatkan setelah kami hendak pulang, tapi meski kami berjuang dalam kesedihan tapi kami tetap semangat. Alhamdulillah. Makanya kalau orang mau bicara bahagia maka di sini saya tidak bahagia,”  jelas Dina menguraikan isi hatinya.

Dina menerangkan jika harapan teman-temannya para atlet Disabilitas, adalah agar mereka jangan dibohongi, karena yang namanya janji mereka sudah lelah selalu diberi janji.

“Dari pengalaman saya bergelut sebagai atlet Paralympic, sebenarnya atlet Disbilitas ini tidak sulit kok. Berilah mereka bonus berapa saja yang penting ada sebagai tali asih, kasilah mereka biar  Rp1 juta, yang penting ada tanda mata. Itu yang kami harapkan,” jelas  Dina.

Sebagai atlet Peparnas, menurut Dina, mereka diberi uang saku sebesar Rp2.375.000,-, kemudian disisihkan Rp1.800.000,- untuk tiket, sisanya digunaka untuk biaya TC satu bulan, jelas tidak cukup untuk membiayai  pengeluaran mereka.  Sehingga kerap harus menalangi sendiri dan ini beda dengan atlet PON yang selama Puslatda mendapatkan gaji setiap bulannya.

“Yang paling lucu lagi, panitianya mendapatkan gaji uang saku selama  2 bulan, sedangkan atlet yang berjuang cuma dapat 1 bulan,” bebernya.

Dina juga menjelaskan jika ia melihat ada diskiriminasi hak mereka.

“Saya merasa terdiskriminasi sekali, saya tidak mau tahu alasan pemerintah karena defisit kesulitan keuangan. Karena kami sebagai atlet harus disesuaikanlah dengan atlet PON normal yang memiliki gaji Rp4 juta per bulan,” sebutnya.

Padahal gembar–gembornya ingin disamaratakan dengan atlet normal tapi buktinya mana?.

“Saya tidak mau lagi dibohongi, capek dengan janji-janji,” keluhnya lagi.

Yang mereka tuntut, kata Dina, adalah yang janji sebenarnya. Baik bonus maupun  uang pembinaan, termasuk adanya Badan Pengawas bagi Nasional Paralympic Committee (NPC) Kaltim, agar bisa memberikan pengawasan  kerja dari NPC. Dengan harapan bisa terjun ke lapangan melihat kondisi para Atlet Disabiltas yang butuh pembinaan kontinyu,  bukan hanya duduk di belakang meja.

Berita terkait : Sukses Perbaiki Peringkat, Gubernur Sambut Atlet Papernas Kaltim

Dina mencontohkan dirinya, untuk biaya sebagai atlet Angkat Berat jelas butuh asupan gizi dan vitamin, yang terpaksa menggunakan uang pribadi. Padahal ia hanya seorang ibu rumah tangga biasa.

Dan sang suami Saiful Rahim yang merupakan asisten pelatih tersebut, kerap menggendong atlet Disabilitas Angkat Berat asuhannya jika tidak menggunakan kursi roda, juga terpaksa usaha wiraswasta untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga mereka. (*MY)

(Visited 12 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!