SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 107

DI SAAT yang genting itu, Arung Matoa menginstruksikan untuk memindahkan pertahanan ke Paria. Ini dilakukan untuk menggeser medan perang ke luar Ibukota mencegah banyaknya korban di kalangan rakyat biasa. Mereka mundur menyeret peralatan tempur sambil terus memuntahkan peluru, baik dari meriam-meriam maupun bedil-bedil buatan Inggris.

Upaya ini berhasil. Perang beralih ke Paria. Namun keadaan tidak berubah, bahkan pengepungan musuh kembali menguat. Koordinasi antar pasukan belum kompak. Terutama antara pasukan La Maddukkelleng dengan pasukan kerajaan. Ini karena mereka bergabung saat perang sudah berkecamuk, kekompakan belum terbangun, simulasi perang dilakukan dalam bentuk praktek langsung tanpa ada latihan bersama.

Di saat yang krusial itu, Arung Matoa La Salewangeng yang sudah sepuh menyadari bahwa kepemimpinan harus di tangan yang lebih energik dan bertenaga, Maka, dalam suasana amuk perang, beliau mengusulkan ke Arung Ennengnge untuk mengangkat La Maddukkelleng sebagai penggantinya memimpin kerajaan. Dia terlampau tua untuk perang besar seperti ini. Arung Enneng melakukan sidang darurat dan menyetujui usulan itu.

CERITA SEBELUMNYA :

La Maddukkelleng didaulat menjadi Arung Matoa Wajo. Awalnya La Maddukkelleng menolak tapi tak ada waktu untuk berargumentasi. Dalam desingan peluru dan dentuman meriam, La Maddukkelleng diangkat menjadi Arung Matoa Wajo ke XXXIV, ia mengangkat sumpah di depan dewan adat bertepatan 8 November 1736.

La Maddukkelleng mengambil alih seluruh inisiatif perang. Pasukan gabungan diintegrasikan dalam satu komando dengan Kapitan La Banna To Assa sebagai Panglima Perang. Namun pengepung makin mendekat. Satu malam, pasukan khusus pengintai melaporkan persediaan amunisi dan personil tempur pihak musuh makin bertambah. Mereka mendapatkan pasokan dari Buton dan negeri-negeri kecil Wajo yang berbalik mendukung Soppeng – Bone.

Atas saran Arung Enneng dan juga Puengta La Salewangeng, maka dikirim surat khusus ke La Pallawa Gau Arung Maiwa Datu Pammana untuk menambah pasokan bantuan dan menyampaikan situasi yang genting. La Pallawa Gau yang pernah bertarung bersama-sama La Maddukkelleng melawan bangsawan Bone di keributan Pesta Teddo lebih dua puluh lalu tergugah. Apalagi telah didengarnya bahwa sahabat lamanya La Maddukkelleng telah diangkat menjadi Arung Matoa.

Salah satu tokoh Wajo yang disegani ini terjun langsung dengan membawa serta pasukan pilihan Pammana ratusan orang. Di perbatasan Kampiri, mereka ditahan oleh sejumlah besar pasukan VOC dan Bone. Lewat pertempuran sengit dan nekat, mereka mampu lolos dan bergabung dengan pasukan Tana Wajo di bawah La Maddukkelleng.

CERITA SEBELUMNYA :

La Pallawa Gau lalu diberi gelar Petta Pillae (Panglima Perang Wajo yang berpanji merah) setiba di Wajo. Bergabungnya pasukan berani mati dari Pammana ini meningkatkan semangat perang orang-orang Wajo. Pada Pebruari 1737 melalui perang sengit sehari semalam tanpa tidur, mereka berhasil masuk kembali ke Tosora yang tadinya dikuasai pasukan sekutu. Petta Pillae bersama Panglima La Banna To Assa lalu mengubah strategi dari bertahan menjadi menyerang.

Pertahanan terkuat, kata La Banna, ada pada penyerangan yang efektif. Sambil memperkuat pertahanan dalam Tosora, diam-diam mereka mengerahkan pasukan melingkar menuju Tampangeng yang dikuasai gabungan pasukan Soppeng dan Tanete. Serangan dahsyat di siang hari itu tak diperkirakan sebelumnya oleh markas perang sekutu di Tampangeng.

Pasukan Soppeng dan Tanete dibuat kocar kacir oleh serangan mengejutkan yang tidak mereka sangka sama sekali, mayat-mayat mulai berjatuhan, bergelimpangan sepanjang jalan dan gerbang pertahanan Tampangeng. Sebagian lari menyelamatkan diri dan terjun ke Sungai Walennae. Banyak yang mati tenggelam.

Kapitan La Banna bersama Pallawa Gau Petta Pilae memasuki markas Tampangeng tanpa perlawanan. Mereka menyerah dan meletakkan senjata. Pemimpin-pemimpinnya ditawan untuk dibawa ke Tosora sebagai tahanan perang. Di antara yang ditawan adalah To Assettuang Arung Ujung, Puanna Wesse Datu Mario Riwawo, To Appetuju Arung Bulu Matanre, Arung Kiru-Kiru dan Arung Umpungeng. Mereka dibawa ke hadapan Arung Matoa untuk diadili.   (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 4 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!