SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 84

HARI itu Senin di awal bulan Sya’ban, istana Peneki, negeri kecil di wilayah Wajo, ramai hadir para tetamu dan rakyat dari berbagai lapisan. Matahari terang sejak pagi hari menghangatkan bumi yang semingguan terakhir diguyur hujan. Jalan tanah yang tadinya basah dan becek, kini terlihat memadat dengan bekas pedati dan tapak kuda yang membentuk garis jalan yang meliuk jauh.

Bak lukisan abstrak memanjang berkelok saling bertindihan dalam jejak pesan kehidupan yang telah terpatri dalam masa yang panjang. Suasananya hidup dan mekar penuh gairah. Sawah yang membentang hijau di kejauhan, Salo (sungai) Peneki yang terhubung dengan teluk mengular dalam barisan pohon-pohon nipah, buajeng dan araso yang tumbuh bergerombol sepanjang tepiannya.

Demikianpun rimbunan kelapa dan belukar yang melingkari kebun-kebun di dataran yang lebih tinggi seolah membentuk formasi yang khas, sketsa negeri kecil damai, yang penduduknya tumbuh bersama aroma wangi tanah dan segala keberkahan yang tumbuh di atasnya.

Rumah-rumah penduduk memanjang rapi, berbaris sepanjang jalan-jalan basah nan kemerahan. Ada pula beberapa tempat di mana rumah-rumah dibangun dalam kompleks jalan-jalan kecil yang dibuat berjejer dan bersusun sampai ke area kebun aneka tumbuhan. Semua menggambarkan harmoni yang mengalir wajar menyambut hari dan datangnya orang-orang yang hilir mudik di pusat pemukiman paling ramai di dusun itu.

Sebagian dari orang-orang yang berkumpul sejak tiga hari ini riuh berbicang sambil menikmati sirih di ruang utama, sebagiannya lagi di kolong rumah yang luas sambil mendengarkan kecapi, bacing-pacing (alat musik tiup dari batang padi yang memiliki bunyi nada khas), dan tarian yang tak pernah berhenti disuguhkan dari pojok dalam.

Para pesilat atau akrab disebut pamencak silih berganti naik panggung memperagakan bunga mencak (pembukaan jurus silat yang indah seperti tarian) dari berbagai aliran di Peneki. Peragaan itu diawasi langsung oleh tiga guru silat istana Peneki yang sejak acara berlangsung tak pernah lepas dari pakaian adat berwarna kuning dipadu warna merah di lengan dan sabuk. Itu pakaian resmi perguruan Peneki. Passapu (penutup kepala yang dililit khusus) dipasang di kepala pertanda acaranya pamentasan pencak silat.

Bunga-bunga silat itu diperagakan dengan diiringi permainan musik padendang. Permainan ini memakai alu yang dipukulkan secara ramai-ramai oleh ibu-ibu ke lesung kayu panjang dengan irama acak. Ia menemukan harmoni hentakan setelah seorang pemain utama melakukan ketukan-ketukan pukulan keras di sela-sela suara alu yang dipukul bertalu-talu. Iramanya mengundang hentakan kaki dan tarian. Maka semakin ramai dan keras irama padendang itu, semakin bersemangat pula pemain silat memainkan jurus-jurus indahnya. Terkadang pemain utama yang disebut AmboPadendang merangkap juga sebagai pesilatnya.

BERITA TERKAIT :

Di lain sesi, beberapa kali diadakan pertandingan persahabatan antara jago-jago silat yang hadir. Jago-jago silat ini dinamai pannigara (saduran dari istilah pendekar). Pertandingan bersahabatan itu berlangsung dalam suasana kekeluargaan. Tradisi silat atau mencak memang sedang tren di masa-masa itu. Seluruh negeri akrab dengannya.

Pada waktu itu, perang besar yang berlangsung hampir seabad, yang berentetan dengan peperangan-peperangan kecil dan sporadis, membuat tumbuh subur perkumpulan pencak silat sebagai penyuplai utama pasukan kerajaan. Di seantero negeri-negeri Telumpoccoe (Bone, Soppeng, Wajo) terkenal banyak perkumpulan silat dengan induk perguruan berbeda di masing-masing kerajaan.

Di Bone, terkenal perkumpulan silat bernama Mencak Sangge yang dipimpin seorang pannigara berilmu tinggi yang bernama La Pallao Guru Cenrana. Ia memiliki banyak murid. Pusatnya di muara Sungai Cenrana. Sebagai penyuplai utama pasukan kerajaan, perguruan ini dibiayai oleh kerajaan, mereka diberi hak pengelolaan kawasan muara. Beberapa konsesi dari cukai keluar masuknya kapal dan juga hasil pajak nelayan mereka dapatkan.

Perkumpulan Mencak Sangge adalah penyuplai terbesar perajurit kerajaan. Lulusan Mencak Sangge terkenal piawai memainkan senjata badik dan tombak. Beberapa cerita tentang mereka disohorkan memiliki ilmu kesaktian yang tahan bacok, kebal senjata tajam. La Pallao sebagai maha guru Mencak Sangge dinobatkan sebagai salah satu pamencak (pesilat) yang menghuni papan atas dunia pannigara waktu itu, sejajar dengan beberapa mahaguru di beberapa belahan dunia lain. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 7 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!