SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 69

LA MADDUKKELLENG melompat jauh berbarengan dengan La Banna dan Cambang Balolo. Ia meraih layar terjauh berayun berputaran beberapa kali lalu mendarat di geladak bagian depan yang masih porak poranda oleh tabrakan.

Tak jauh darinya La Banna dan Cambang Balolo juga sudah mendarat, disambut banyak musuh yang menyerangnya dari berbagai arah. Perkelahian dalam suasana hiruk pikuk terjadi. Kedua pasukan jatuh bangun dalam hempasan ombak yang berkecamuk.

Sebagian besar pasukan La Maddukkelleng melompat dan mendarat di buritan yang cukup luas. Tanpa komando, mereka saling serang dalam jarak yang sangat dekat. Kacau balau. Sudah banyak yang terkapar dengan luka tikaman, tebasan maupun letusan senjata api. La Maddukkelleng mencari-cari sekeliling.

Tiba-tiba matanya menangkap bayangan orang bergerak cepat menyelinap di antara orang-orang yang sedang bertempur. Setiap melangkah, orang-orang terpelanting atau terjengkang oleh tangannya yang menyibak.

La Maddukkelleng kaget, itulah To Passarai, musuh besar yang sepuluh tahunan tak bertemu sejak peristiwa di pesta Teddo. Kepandaiannya meningkat pesat terlihat dari caranya melayani keroyokan. Tangannya sibuk menangkis dan menangkapi senjata yang datang menyerang. Menangkapi senjata tajam dengan tangan telanjang!

CERITA SEBELUMNYA :

Tak membuang waktu La Maddukkelleng melompat ke arah pertempuran dan mendorong dengan pengerahan Lemmung Manurung sepenuhnya ke arah To Passarai yang saat itu menangkis dua pedang penyerangnya. Merasakan ada serangan besar yang datang, To Passarai berbalik lalu mengerahkan tangan menangkis.

“Dukk.. Duessshhhh……”

To Passarai hampir terjengkang jika tidak cepat-cepat melompat mundur bergulingan ke belakang. Ia merasakan serangan tenaga yang sangat besar menghantam kedua lengannya. Ia terkejut tapi kemudian bangkit tertawa.

“Ha ha ha haaaaa….. Akhirnya kita bertemu di tengah lautan luas tak bertepi. Kucari engkau sampai jauh ke tanah Melayu, tak dinyana bertemu di sini di wilayah tanpa hukum. Takdirmu akan terkubur di dasar lautan, Maddukkelleng. Hari ini kita lihat apakah aku mampu membalaskan kematian adik seperguruanku atau engkau yang membalaskan kematian kakakmu Daeng Matekko..!”

“Adikmu mati dalam perkelahian jujur sebagai laki-laki, begitu pula kakakku. Tapi engkau merampok harta benda kakakku Daeng Matekko secara pengecut. Engkau juga telah bersombong menyerang Pulau Tuah. Dosamu bertumpuk. Bukan saya yang akan terkubur, tapi engkau, La Passarai!” Berkata begitu La Maddukkelleng segera mengirimkan serangan dahsyat.

Ia tahu, musuhnya ini tangguh, maka ia tak main-main. Ia langsung menggebrak dengan pukulan Sulapa Arua beserta pengerahan lemmung sepenuhnya.

“Hiiyaaaattt…….!” Lengking suara La Maddukkelleng menggetarkan isi kapal seolah menghentikan angin yang bergemuruh.

Dari kedua tangannya keluar hawa panas disertai angin yang menderu-deru. Inilah pukulan khas Lemmung Manurung yang diwarisinya dari Karame’E Tompo Balease. Tubuhnya merendah lalu meluncur cepat menyerbu ke arah To Passarai yang juga telah memasang kuda-kuda pertahanan.

Serangan dahsyat itu diterima To Passarai dengan melompat ke samping kanan lalu membalas dengan tusukan keris ke arah lambung. Ia tak berani menghadapi serangan itu dengan berdepan. Ia telah menghindar namun angin serangan itu masih terasa. Berbareng tusukan keris yang dilakukan dengan tenaga lemmung yang penuh ia juga mendorong dengan tangan terbuka ke arah datangnya serangan.

“Duukkk… Plakk..!”  Terdengar benturan tenaga keras dua kali. Keris To Passarai hampir terlepas dari genggaman saat tiba-tiba La Maddukkelleng mengubah serangan ke dada lalu dibelokkan ke arah pergelangan. Tangan satunya menyampok menghalau serangan dari tangan kanan.

To Passarai terhuyung namun kuda-kuda La Maddukkelleng juga terseret ke belakang. Pertemuan pukulan pertama ini menunjukkan La Maddukkelleng masih unggul dalam hal tenaga lemmung. Mereka lalu bertempur dengan gerakan cepat bukan main.

Goyangan kapal oleh ombak membuat pertarungan berlangsung berat. Keduanya harus menyesuaikan dengan posisi kapal yang kadang miring kadang terhempas. La Maddukkelleng mengambil keputusan untuk tidak berlama-lama dalam bertarung. Ia harus mengakhiri perkelahian ini dengan unru-unru terampuhnya. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 2 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!