SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 150

DALAM tiga tahun setelahnya itu pula, meski telah menjadi momok selat Makassar, Pulau Tuah sebagai markas La Maddukkelleng tetap menjadi tempat yang rahasia bagi pelaut lain. Sulit diakses karena merupakan kawasan laut yang dikelilingi karang-karang dangkal dengan pulau-pulau menjulang yang tersebar banyak.

Pernah satu ketika VOC mengirim tiga armada laut dengan ekspedisi penghukuman dan menggempur La Maddukkelleng di sekitar Pulau Tuah. Namun setelah pertempuran dua hari, satu dari kapal itu berhasil ditenggelamkan, dua lagi dirampas. Sebagian ABK yang sekaligus pasukan Belanda itu tenggelam di laut, sebagian kecil lainnya melarikan diri dengan perahu sekoci.

Sejak saat itu, nama La Maddukkelleng sebagai perompak atau bajak laut menjadi sangat populer di kalangan pelaut terutama VOC. Nama besarnya menjulang bagai menara mercusuar sebagai perompak paling berbahaya dan sangat meresahkan Gubernur Hindia Belanda waktu itu, sehingga ekspedisi-ekspedisi laut terus dilakukan untuk menangkap atau menghalau La Maddukkelleng.

Kesemua itu tak berhasil malah momok menakutkan La Maddukkelleng sebagai penguasa Selat Makassar semakin membesar. Pengikutnya makin bertambah banyak. Beberapa perantau Mandar, Bugis, Makassar dan juga bajak laut asal Filipina yang ditaklukkan tunduk dan bergabung jadi anak buah La Maddukkelleng.

Sementara kehidupan para penghuni Pulau Tuah makin membaik karena pendapatan meningkat. Mereka menciptakan pasar untuk mereka sendiri. Beberapa hasil laut yang berharga mereka pasarkan ke pulau besar terdekat. Harta-harta rampasan laut yang mereka dapat setelah disisihkan untuk kepentingan pulau dibagi ke seluruh penghuni. Pun kegiatan perdagangan juga menghasilkan keuntungan besar.

CERITA SEBELUMNYA :

Puengta La Maddukkelleng telah membangun negara kecil di pulau itu dengan struktur pemerintahan lengkap. Pendapatan dari cukai dan perampasan kapal dagang yang memiliki hubungan dengan VOC terus meningkat. Perdagangan dan hubungan baik dengan orang-orang Inggris terus pula digalakkan dalam skema yang menguntungkan kedua belah pihak.

Pada saat itu, boleh disebut Selat Makassar telah menjadi wilayah kekuasaan pasukan La Maddukkelleng. Seluruh perdagangan yang berlangsung atau melalui Selat Makassar di bawah pengawasannya. Juga muara-muara sungai besar sebagai gerbang kerajaan-kerajaan daratan besar juga tak luput dari kendali pasukan La Maddukkelleng.

La Maddukkelleng dalam masa lima sampai tujuh tahun sejak penaklukan Pulau Tuah mulai membangun hubungan dengan kerajaan-kerajaan pesisir pulau besar dengan mengatasnamakan diri sebagai Arung Peneki Tana Wajo. Ia menawarkan kerja sama pertahanan laut kepada Paser, Kutai dan juga Bolongan.

Khusus Kutai, La Maddukkelleng telah mengirim utusan untuk menemui La Mohang Daeng Mangkona di Samarinda, menyampaikan satu waktu akan dikunjungi La Maddukkelleng. Tiga kerajaan besar ini memiliki gerbang muara sungai menuju laut. Sehingga pada dekade itu La Maddukkelleng telah membentuk sebuah persekutuan kawasan di bawah pengaruhnya.

Ia menjadi sekutu bagi kerajaan-kerajaan berpengaruh di pesisir timur Kalimantan. Ia juga melakukan ekspedisi perdagangan antar pulau di bawah bendera Arung Peneki. Kapal-kapal perdagangan itu berlayar sampai Pulau Jawa dan Sumatera. Dari merekalah La Maddukkelleng mendapatkan informasi-informasi tentang perkembangan nusantara, termasuk di negeri Makassar dan Bugis yang telah ditinggalkannya.

Ia mendengar betapa sepeninggalnya, Raja Bone La Patau Matanna Tikka telah wafat dan digantikan oleh puterinya Batari Toja yang meneruskan kebijaksanaan politik internasionalismenya yang pro Belanda VOC. Ia juga mendengar betapa Makassar sangat terpuruk di bawah Belanda. Ditinggal pergi oleh putera dan puteri Sultan Hasanuddin Karaeng Galesong dan I Patima Daeng Takontu ke Jawa dan terlibat peperangan di sana.

Semua itu membangun sketsa dalam benak La Maddukkelleng, bahwa akan tiba saatnya kembali ke Tana Ugi menyalakan api peperangan terhadap Belanda VOC.

Beberapa dari kapal-kapal ekspedisi itu ditugaskan khusus untuk memonitor kawasan Selat Makassar. Kutai di Samarinda, Banjar, Berau, Bolongan dan Balanipa di Majene. Semua informasi dikumpulkan untuk membangun peta politik persekutuan kerajaan-kerajaan pesisir. Tiada lain dilakukan La Maddukkelleng untuk mencari sekutu andai kelak harus berperang terbuka dengan VOC Belanda dan sekutu-sekutunya yang mayoritas dari kerajaan-kerajaan di negeri-negeri Sulawesi Selatan.

La Maddukkelleng lebih melirik Paser dan Kutai sebagai daerah yang strategis untuk bermukim kelak. Maka mulailah ia membangun komunikasi dan hubungan diplomasi awal. Semua dilakukan mengatasnamakan diri sebagai Arung Peneki. La Maddukkelleng membaca dengan sangat akurat bahwa Kutai pernah lama di bawah pengaruh Gowa-Tallo sebelum perang Makassar. Setelah kekalahan Hasanuddin di perang itu, Kutai diserahkan ke Banjar oleh Belanda.

Oleh karenanya, peta politik dan konflik itu dipelajari dengan seksama sebagai jalan masuk membangun koalisi politik pesisir. Ia menyampaikan ke Matoa Samarinda (La Mohang _Pua Ado) untuk terus menjadi bagian menentukan dari Kutai, mengabdi penuh sebagaimana pengabdian yang diberikan kepada Wajo.

Pun Muara Kandilo Paser juga terus dibangun hubungan-hubungan dagang sebagai pintu memahami secara baik warna konflik dan pengaruh antara Banjar dan juga Kutai. Semua dirangkumnya dalam perencanaan-perencanaan matang. Ia membentuk tim ekspedisi berjumlah tujuh orang berangkat ke Paser dan menetap di Muara Kandilo. Bermukim di kerajaan itu sebagai perantau biasa sampai datangnya perintah selanjutnya. Demikian pula ke Samarinda.

(BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!