SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 76

“HA HA HAAAAA… Engkau pastilah Petta La Maddukkelleng. Tak menyesal turun dari Bawakaraeng, akhirnya aku bisa menjajal keampuhan ilmu Sultan Paser yang kesohor sampai ke puncak tertinggi Bawakaraeng. Mari kita menuntaskan tempur ini!”

Berkata begitu I Banranga langsung mengerahkan kepandaian menyerang dengan kepalan besinya yang diputar putar. Terdengar angin menderu-deru yang keluar dari dua tangannya yang besar. Ranting pohon-pohon di sekitar tempat itu bergoyang-goyang oleh angin berpusaran yang keluar dari pengerahan tenaga itu.

Tokoh kita ini memang sangat jarang menggunakan senjata tajam. Dua kepalan tangannya sesungguhnya jauh lebih ampuh dari sepasang keris. Ia merajai Bawakaraeng dengan ilmu Kepalan Besi-nya. Kini, ia tidak lagi main-main. Ia langsung mengerahkan seluruh tenaga sakti yang dimilikinya, disalurkan melalui dua tangannya menyerbu ke arah La Maddukkelleng.

Detik berikutnya pertempuran dua orang berkepandaian tinggi berlangsung seru. Bayangan keduanya terlihat sangat cepat berkelabatan di sana sini. Apalagi ditambah malam yang hanya diterangi penerangan obor-obor kota.

CERITA SEBELUMNYA :

La Maddukkelleng tak boleh main-main, ia sadar sedang menghadapi salah satu pannigara terkemuka dunia para pamencak. Gurunya, Bissu Tungke’ pernah menuturkan sosok manusia sakti Bawakaraeng ini sebagai satu di antara sedikit tokoh-tokoh sakti manrapi di daratan Sulawesi.

Maka, tanpa ragu ia langsung memainkan kombinasi Sulapa Seppulo dengan Lemmung Manurung sepenuhnya. Ketika untuk kesekian kali datang serangan menderu dari kedua tangan I Banranga yang berputaran aneh, ia melayani dengan unru terakhir dari Sulapa tingkat sepuluh yang telah dikuasainya dengan sempurna.

Diawali dengan memutar tubuh dalam kuda-kuda hampir menyentuh tanah sembari menyapu serangan lengan yang mendatangkan tenaga sangat besar dari I Banranga. Sampokan ini meminjam tenaga lawan dengan membiarkannya mengenai tempat kosong namun memberi dorongan dari samping.

I Banranga seperti memukul kapas yang dalam, tenaganya hanyut. La Maddukkelleng terus berputaran dan melompat makin cepat dari depan, belakang, samping atas dan seluruh penjuru. Inilah keistimewaan Sulapa tingkat sepuluh yang dimainkan dengan sangat cepat, lawan akan merasa diserang dari delapan penjuru mata angin.

Tenaga Lemmung Manurung yang keluar dari kedua tangan itu menimbulkan pusaran angin yang besar, bergelombang seperti badai dan menyengat laksana halilintar menyambar-nyambar. Dua silat tinggi yang mengandalkan kepalan tangan beradu keras lawan keras.

“Hiyaaaat….!”

I Banranga berteriak keras saat dalam satu kesempatan ujung kaki La Maddukkelleng menyapu lututnya dan mengirimkan serangan dahsyat ke arah rusuk sebelah kiri. Sambil memekik nyaring I Banranga menarik tubuh dan tangan kiri balas mengirim pukulan dahsyat ke arah sisi kiri pertahanan La Maddukkelleng. Dua tangan penuh tenaga lemmung itu berbenturan keras.

“Duaarrrr, deeeesshhh..!” Akibatnya La Maddukkelleng terpelanting ke kanan bergulingan dengan dada terasa sesak, tapi I Banranga terjengkang dan jatuh berdebum ke tanah.

CERITA SEBELUMNYA :

Ia melotot memandang ke arah La Maddukkelleng yang kini telah berdiri dengan posisi siap melanjutkan serangan. Seolah tak percaya bahwa tenaga lemmungnya yang mampu meremukkan batu leppana yang keras jadi debu, kini dihadapi oleh La Maddukkelleng secara berimbang, malah mampu membuatnya terjengkang.

Hanya karena tenaga lemmung sakti dalam tubuhnya telah terpelihara berpuluh tahun, membuatnya lebih matang sehingga tak terluka berat.

“Lemmung Manurung Tompo Balease?? Hahahaaaa… Hari ini aku menghadapi sekaligus murid dua manurung yang seumur hidup kucari namun tak pernah kujumpai, Tunreng Talaga dan Karame’E Tompo Balease.. Ayo, mari kita teruskan sampai ada yang terkapar jadi mayat!”

I Banranga terlihat makin bersemangat setelah sadar bahwa La Maddukkelleng Arung Matoa ini, mewarisi pukulan-pukulan dari Karame’e Tompo Balease. Satu dari manusia setara manurung yang belum sempat bertemu.

Mereka kembali bertempur lebih keras dari tadi. Kalau I Banranga meningkatkan tenaga pada kedua tangannya yang besar, La Maddukkelleng mengubah-ubah silatnya dari Sulapa ke Silat Sendeng Baruga dengan pengerahan penuh Lemmung Manurung.

Ini kadang membuat I Banranga kebingungan. Tapi tak percuma ia menyandang nama besar sebagai anreguru tertinggi Rimba Bawakaraeng. Semua serangan-serangan dahsyat dari La Maddukkelleng mampu dibuyarkannya dengan tenaganya yang besar.

Ketika dalam satu gebrakan, kedua tangan mereka kembali beradu tenaga lemmung, tubuh keduanya bergetar keras namun I Banranga tiba-tiba meraih pinggang La Maddukkelleng dengan tangan kirinya yang besar. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com) 

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 12 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!