SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 177

TAK membutuhkan waktu lama, La Maddukkelleng berhasil menyusul pelarian-pelarian itu. Di sebuah pulau besar dari gugus Pulau Tujuh terdekat, kapalnya dihadang oleh dua kapal patroli berjenis Jung berukuran kecil. La Banna sebagai nahkoda memerintahkan untuk menurunkan dua layar dan mengibarkan bendera Peneki.

Para penghadang itu tak lain adalah pasukan Raja Kecil yang kebanyakan orang-orang Bugis sisa-sisa pasukan Daeng Matekko dari Wajo. Mereka terkejut melihat bendera Peneki dikibarkan di kapal itu. Mereka segera merapat dan alangkah terkejutnya setelah tahu bahwa kapal itu adalah milik Peneki.

Lebih terkejut lagi setelah tahu bahwa La Maddukelleng, adik dari mendiang Daeng Matekko adalah pemilik kapal besar itu beserta pasukan-pasukannya. Mereka langsung menghaturkan sembah dan menyampaikan peristiwa kekalahan pilu yang telah mereka alami di Johor. La Maddukkelleng menyuruh mereka bersabar.

“Berita itu telah saya dengar di Tumasik. Lengkap secara keseluruhan. Laki-laki selalu tegar dalam semua situasi. Kekalahan itu, dan kematian kakanda Daeng Matekko di tangan To Passarai dan La Melleng sudah menjadi garisan Allah. Saya pasti akan berhitung dengan mereka dan akan menebus kematiannya. Kematian dalam pertempuran bukanlah menjadi aib yang memalukan. Saya sudah mendengar betapa kalian telah menjadi petempur yang gagah berani. Seorang laki-laki bertugas menjalankan perjuangan sampai titik darah penghabisan. Tak ada yang perlu disesali dari sebuah kekalahan perang. Bersabarlah sambil terus menyusun perhitungan untuk waktu-waktu yang akan datang.” La Maddukkelleng berkata dengan kalimat yang tegas, lugas dan penuh tekanan.

“Iyye, Puengku. Kami semua yang tersisa kini menyusun kekuatan bersama Raja Kecil di Gugus Pulau ini. Kalau Puengku berkenan, sudilah kiranya mampir dan bertemu dengan Yang Mulia Raja Kecil. Kami sedang merumuskan langkah-langkah berikutnya. Siapa tahu ada satu dua kata-kata pappaseng dari Puengku untuk kami di tanah rantau ini.”

“Baik. Saya memang sengaja datang untuk bertemu kalian dan juga berkenalan lebih jauh dengan Raja Kecil. Bahkan mungkin kami akan bermukim beberapa waktu untuk saling bertukar pengalaman. Antarkan kami ke sana.” La Maddukkelleng berkata dalam nada memerintah. Namun tetap dalam intonasi yang tenang dan singkat.

Rombongan patroli itu kemudian menuntun dari depan arah menuju markas baru Raja Kecil dan pasukan-pasukannya. Hampir setengah hari, mereka tiba di pulau terluar dari gugus pulau-pulau yang ada di sana. Dari jauh, pulau itu seperti perkampungan nelayan biasa. Tak ada tanda-tanda tempat bermukim sebuah pasukan perang.

CERITA SEBELUMNYA :

Kecuali memang terlihat beberapa kapal cukup besar di lepas pantai. Mereka ikut berlabuh tak jauh dari kapal-kapal itu. Setelah didahului oleh isyarat ke darat, beberapa perahu kecil dan juga Jung Pengintai mengantarkan mereka ke darat.

Pulau itu berpasir putih, telah tumbuh banyak pohon kelapa menjulang menandakan sebagai pulau yang telah lama didiami manusia. Tanpa banyak cerita rombongan terus berjalan ke tengah pulau yang tampak murung. Aura duka atas kekalahan yang baru terjadi menyambut kedatangan mereka di rumah panggung besar yang menonjol.

Sepertinya itu menjadi tempat paling layak dari seluruh pulau. Berfungsi sebagai pusat komando atau mungkin istana sementara. Di sana telah menanti pembesar-pembesar yang berjejer dengan pakaian warna warni. Ada banyak orang berkumpul di sana. Beberapa rumah kecil yang terlihat asri juga dihuni orang-orang yang berdiri dengan tombak di tangan yang berfungsi mirip penyanggah tubuh. Mereka semua bukan penduduk biasa. Terlihat tegap layaknya serdadu tempur yang tangguh.

Memang demikianlah. Sejak pertempuran akhir yang membuat Raja Kecil dan pasukan Minangkabaunya termasuk Daeng Matekko beserta anak buah mengalami kekalahan besar, mereka kehilangan lebih dari separuh pasukan. Termasuk kapal-kapal perang dan persenjataan. Mereka melarikan diri atas bantuan seorang kepala suku yang menjadi loyalis Raja Kecil.

Wilayah gugus Pulau Tujuh ini adalah kekuasaan Sang Kepala Suku. Tempat terluar dari jangkauan armada Opu Lima Bersaudara. Rumah itu dan juga seisi pulau adalah rumah kepala suku yang diserahkan kepada Raja Kecil sebagai markasnya yang baru.

Ia sendiri masih punya satu pulau kecil tak kalah indahnya tak jauh dari pulau itu. Mereka telah memutuskan menjadikan tempat itu sebagai basis baru untuk membangun kembali sisa-sisa kekuatan yang masih tersisa. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!