SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

PUENGTA melompat ke arah penyerang itu dengan maksud mendahului serangan, namun seorang prajurit yang tak sigap terkena peluru persis di dada, ia roboh bersimbah darah.

Saat bersamaan, La Maddukkelleng dengan kecepatan luar biasa berhasil menendang siku lelaki tinggi besar itu, senjata api terlempar tapi dengan sigap ia mencabut senjata lain, sebuah pedang panjang melengkung yang mengeluarkan cahaya putih berkilau.

Ia menyabet beberapa kali ke pinggang dan kaki yang dihindari dengan sigap oleh La Maddukkelleng. Tenaga orang ini sangat besar, hal itu terasa dari bunyi mendesing setiap kali ia menusuk atau menyabet kiri kanan. La Maddukkelleng merasa harus menyelesaikan pertempuran secepatnya.

Saat serangan itu datang ke sekian kalinya, ia mengeluarkan pukulan Lemmung Manurung di kedua tangannya diteruskan dengan jurus terampuh dari Sulapa Arua miliknya. Ia mengarahkan pukulan dengan dua tangan terkepal sekaligus mengarah ke rusuk. Kuda-kudanya merendah hampir menyentuh tanah.

Serangan pertama mampu diimbangi si Belanda dengan sabetan pedang, tapi La Maddukkelleng pada detik berikutnya telah mengubah serangannya ke pergelangan kaki lawannya. Kaki besar itu kena tangkap, dan sebelum sadar apa yang terjadi tubuh besar itu melayang tinggi lalu jatuh berdebug di tanah.

Tapi orang bule ini memang memiliki tenaga besar dan juga kepandaian silat yang cukup tinggi. Ia masih sempat bergulingan menjauh. Dadanya sesak. Ia merasa betapa tenaga musuhnya tidak lumrah orang biasa. Serangan pertama tadi meski mampu diimbangi tapi tak kurang mendatangkang rasa nyeri luar biasa di tulang rusuknya. Mungkin ada tulang yang patah di sana. Tiba-tiba ia seperti tersadar,

“Apa kamu orang bernama Maddukkelleng?” Ia bertanya dengan logat aneh, tangan memegangi dada.

“Ya, dan engkau pasti pemimpin serangan ini. Engkau orang Belanda berpakaian seragam pertama yang akan kubunuh secara langsung. Bersiaplah engkau!”

Berkata begitu La Maddukkelleng menggeser kaki maju. Aneh, ia tidak terlihat melangkah, namun bergerak sangat cepat seolah kaki itu memiliki roda di bawahnya. Belanda itu merogoh pinggangnya, tangannya cepat mengambil sesuatu di sana. Sepersekian detik Maddukkelleng membaca bahaya. Itu adalah semacam bahan peledak, serangannya diarahkan untuk menyampok benda berbahaya itu. Benda itu terbang tinggi lalu..

“Duaarrrr…..!”

CERITA SEBELUMNYA :

Ia meledak di udara. Detik berikutnya tanpa mampu diikuti dengan pandangan mata, Belanda berpangkat Mayor itu terjungkang dengan luka dalam yang meremukkan dadanya. Unru terampuh dari Sulapa Arua menamatkan riwayatnya.

Pertempuran di bagian tengah pulau ini sudah selesai. Mayat bergelimpangan termasuk empat orang Belanda berpakaian seragam lengkap. La Banna yang menyaksikan tuannya tadi menghancurkan lawannya, juga telah menyelesaikan serangan akhir yang menewaskan musuhnya, seorang pannigara lokal yang diperalat Belanda.

Ia bisa merasakan jurus-jurusnya yang cukup ampuh tadi. Ia pastilah bukan prajurit biasa. Di sisi kiri pulau pertempuran masih berlangsung seru. Terdengar teriakan nyaring berkali-kali. Seorang prajurit tergopoh datang melapor,

“Puengku, ada musuh tangguh di sana. Dia telah melumpuhkan beberapa orang kita. Saat ini sedang bertarung dengan Sultan Darise (Muhammad Idris) dibantu Punggawa Cambang Balolo.”

Tak membuang waktu, La Maddukkelleng dan La Banna melompat jauh ke arah pertempuran. Beberapa pasukan penyerang telah tergeletak, juga pasukan La Maddukkelleng banyak yang terluka. Terlihat Sultan Aji Muhammad Idris berjibaku dengan seorang lelaki tinggi yang bersenjatakan keris. Ia dibantu oleh Cambang Balolo.

CERITA SEBELUMNYA :

Tapi orang itu mampu mengimbangi keduanya. Bahkan beberapa kali Aji Muhammad Idris terpukul mundur. Tapi tak percuma menantu La Maddukkelleng ini ngotot untuk ikut berjuang. Dia memiliki kesaktian khas, semua pukulan yang datang, baik tangan kosong maupun senjata seolah tak mempan di tubuhnya.

Ia terus bertarung dengan keris Kutai-nya, sebuah pusaka kerajaan yang bernama Buritkang. Keris panjang yang memiliki ronce di pangkal gagang yang berbunyi ramai saat digerakkan. Cuma nampaknya musuh itu berkepandaian tinggi. Berkali-kali dia mendesak dua penyerangnya. Melihat ini La Maddukkelleng tertarik. Ia segera berteriak menghentikan pertarungan.

“Berhenti…!” Suara itu menggema menggetarkan tempat itu. La Maddukkelleng mengerahkan ilmu Seppung Paggerak, semua orang berhenti, sukma terasa tersedot oleh suara itu. Aji Muhammad Idris dan Cambang Balolo melompat mundur. Sementara musuh mereka itu tertegun, berdiam sambil memandang tajam ke arah La Maddukkelleng.

“Siapa saudara ini? Melihat pakaian dan cara bersilat, jelas engkau bukanlah orang Makassar?” La Maddukkelleng bertanya dengan nada suara yang masih mengguntur.

(BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 6 times, 1 visits today)
#La MaddukkellengKeris KutaiSang PembebasSultan Muhammad Idris
Comments (0)
Add Comment