SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

MENURUT beberapa catatan sejarah, rombongan La Maddukkelleng meninggalkan Gugus Pulau Tujuh dalam masa 1722. Ia memboyong serta istrinya, Puteri Hindun Jamilah yang tengah hamil dua bulan. Atas perintah La Maddukkelleng, beberapa orangnya tinggal menetap bergabung bersama Raja Kecil dan menjadi pelatih tetap pasukan khusus.

Catatan sejarah, setahun setelahnya, berita pergolakan antara Raja Siak atau Raja Kecil dengan Sultan Sulaiman masih terus berlangsung beberapa dekade hingga kedua trah ini membangun kekuatan masing-masing dalam wilayah masing-masing pula. La Maddukkelleng tak lagi mendengar perkembangan Tanah Melayu itu sampai waktu yang lama. Ia telah sibuk dalam peristiwa demi peristiwa. Korespondensi yang dilakukannya dengan Raja Kecil juga terhambat oleh banyaknya peperangan-peperangan yang terjadi.

Hingga kemudian diplomasi benar-benar semakin jarang. Tapi dalam catatan lain, saat La Maddukkelleng telah merancang sebuah strategi penguasaan lebih jauh terhadap Selat Makassar melalui pengawasan laut di gerbang kerajaan-kerajaan besar, beberapa orangnya kembali ke Johor dan bergabung dengan Laksamana Raja Dilaut I, yang merupakan perpanjangan generasi dari Raja Kecil.

Ini bagian dari rancangan strategi untuk menempatkan orangnya di berbagai wilayah yang dianggap strategis demi kerja sama di masa yang akan datang. Dalam benak La Maddukkelleng, melakukan pembalasan terhadap Bone dan VOC beserta sekutu-sekutu kuatnya memerlukan energi besar dan koalisi yang besar pula. Maka hal pertama yang dilakukannya adalah menguasai jalur perdagangan mulai dari negeri Melayu sampai semenanjung Sulawesi dan terutama Selat Makassar.

CERITA SEBELUMNYA :

Kepulangan La Maddukkelleng menuju Selat Makassar bukanlah perjalanan yang mudah, meski pun juga romantisme pengantin baru masih terasa. Hari-hari bahagia bersama istrinya ia habiskan dalam pelayaran menuju Pulau Tuah. Ia telah menjanjikan ke Sang Puteri sebuah rumah yang indah di puncak bukit karang pulau. Ia juga berharap agar istrinya itu melahirkan di Pulau Tuah.

Sepanjang perjalanan mereka bertemu dan dihadang oleh kapal-kapal perang VOC yang melintasi wilayah itu. Sebagaimana diketahui, VOC telah menempatkan La Maddukkelleng dan orang-orangnya sebagai bajak laut paling dicari yang banyak merugikan VOC. Maka di mana pun adanya, gerombolan ini terus dikejar dan dijadikan musuh utama, khususnya di wilayah Selat Makassar.

Dalam pelayaran tujuh hari menuju Pulau Tuah, di dekat perairan Filipina, sebuah bentrokan besar tidak bisa dihindari. Mereka bertemu dengan armada VOC yang besar. Mereka dikepung tiga perahu perang dan satu kapal besar. La Maddukkelleng dan pasukannya membalas serangan itu dengan tembakan-tembakan meriam besar pula. Suaranya menggelegar setiap kali memuntahkan peluru. Kapal yang dilengkapi enam meriam besar itu berputar mengatur jarak dengan kapal-kapal penyerangnya.

Beberapa perahu bintak kecil yang menjadi sekoci perang pembantu siap  diturunkan. Ada empat perahu dan semua dalam posisi siap dikerahkan dengan satu perahu diisi dua meriam serbu yang berjarak tembak dekat. La Banna mengatur formasi dan segera memerintahkan setiap bintak diawaki hanya lima pasukan marinir terlatih. Ke empat perahu ini melakukan manuver untuk melonggarkan pengepungan. Dalam hujan laut yang tiba-tiba turun, perang itu berlangsung sangat dahsyat.

Dentuman-dentuman meriam dari kedua pihak terdengar silih berganti. Demikian pula dari perahu bintak itu. Kedahsyatan perang dicatat oleh seorang kapitan laut Belanda bernama Van Hork sebagai perang sengit dalam badai. Selama dua malam satu hari perang berlangsung dengan kerusakan pada kapal masing-masing. Hingga dalam perang malam kedua, La Banna yang telah kehilangan satu perahu Bintak dan kapal besarnya mengalami kerusakan di buritan belakang, ia memerintahkan untuk menurunkan lagi perahu bintak dengan misi menyerang langsung dengan menaiki kapal paling besar VOC.

La Banna dan Ambo Pabbola ikut langsung dalam misi maut itu. Setiap perahu kini berisi enam perajurit tangguh dengan senjata api maupun badik dan keris. Tugas mereka di tengah malam yang gelap adalah menyerbu langsung ke pertahanan musuh. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 3 times, 1 visits today)
La MaddukellengPulau TuahSang PembebasTragedi Kepulangan
Comments (0)
Add Comment