Rapor Merah Trend Sosial Media

0 52
  • Opini
  • Penulis:  Reza Pramasta Gegana, S.H., M.Kn.

SOSIAL media masih merajalela, berbagai trend mencuat ke luar permukaan sosial media. Minimnya kesadaran dan kedewasaan bermain sosial media sangat mempengeruhi kondisi dunia maya. Dunia maya kini tidak semua isinya baik- baik saja. Kita sebagai pengguna sosial media harus dengan baik memilah dan memilih mana tontonan yang cocok untuk kita.

Sudah seharusnya ketika media sosial dijadikan sebagai media untuk bersosial, sebagaimana maksud bersosial itu sendiri bisa diartikan sebagai bentuk cara berkomunikasi. Ada orang bijak bilang media sosial itu, “ mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat”. Hal ini merupakan kalimat yang menarik, yang jauh seolah- olah dekat, tetapi yang dekat secara tidak sadar menjadi jauh. Banyak fenomena di masyarakat sekarang bahwa ketika makan bersama keluarga, masing- masing anggota keluarganya memainkan gawai mereka.

Semakin kesini media sosial tidak hanya digunakan sebagai komunikasi antar penggunanya saja. Sekarang media sosial bisa dijadikan sebagai media flexing. Mengutip dari kompas.com, flexing adalah tindakan menyombongkan diri tentang hal- hal yang berhubungan dengan uang, seperti banyak uang yang kita miliki atau barang mahal apa saha yang kita koleksi. Pendek kata flexing bisa juga disebut dengan pamer.

Flexing ini fenomena lama yang baru disadari secara sadar. Hal ini sudah terjadi sudah lama, namun flexing masa sekarang banyak sekali balutannya. Ada yang berbalut apresiasi diri terhadap pencapaian, motivasi untuk orang lain, bahkan ada yang menjadikan flexing sebagai strategi pemasaran.

Menurut Rhenald Kasali pada laman kompas.com juga mengatakan, bahwa flexing bayang digunakan sebagai strategi pemasaran. Bahkan flexing akhir- akhir ini membawa dampak bagi Indonesia. Banyak kasus terbongkar busuknya dari flexing tersebut. Belum lama ini ada Rafael Alun, yang terbongkar karena flexingnya yang dilakukan oleh anggota keluarganya.

Fenomena yang lain yang muncul adalah mandi lumpur. Ada beberapa akun yang menggunakan kegiatan mandi lumpur untuk menjadi terkenal ataupun mencari uang dari gift yang didapatkan. Terdapat beberapa  di sosial media terkait konten yang mengemis di sosial media. Hal ini bisa kita liat dengan marak di salah satu sosial media yang saat ini sedang naik daun.

Berbagai trend yang tumbuh di masyarakat sekarang ini hampir kebanyakan diawali dari media sosial, baik itu trend yang positif maupun negatif. Diawal kita sudah bahas mengenai fenomena bungkus, yang mana itu trend yang menurut saya sendiri itu negatif. Sudah seharusnya hal seperti itu tidak dipamerkan di media sosial.

Bukankah itu membuka aib pribadi? Ataukah manusia sekarang sudah tidak mengenal konsep aib? Tidak sedikit manusia sekarang melakukan segala cara agar menjadi viral ataupun terkenal. Ini menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan ketika manusia sudah rela melakukan segala cara agar menjadi terkenal. Apakah sekarang masyarakat akan menormalisasi hal- hal semacam itu?

Masyarakat secara umum harus disadarkan dengan langkah preventif yaitu literasi media sosial yang baik. Bahwa harus secara sadar bahwa tidak semuanya yang ditunjukan di media sosial itu adalah nyata. Perlu disadari bahwa untuk menuju terkenal itu masih banyak cara lain, dari berbagai contoh di sosial media yang terkenal dengan jalur viral itu sedikit yang bisa bertahan lama karena beberapa dari contoh viral itu ya hanya viral, mereka tidak ada potensi lebih yang untuk digali.

Butuh sesuatu yang genuine, asli, dan potensial, tidak hanya jual sensasi saja. Tetapi sekali lagi itu memang pilihan masyarakat untuk memilih jalan terkenal yang bagaimana. Selanjutnya, diharapkan dengan terbentuknya literasi sosial media yang baik ke masyarakat diharapkan menjadikan sosial media masyarakat itu menjadi suatu dunia maya yang sehat. Dengan adanya sosial media yang baik diharapkan, tidak mudah masyarakat untuk terkena trigger konten terkait hal- hal yang dirasa buruk.

Dengan adanya literasi media sosial yang baik masyarakat bisa untuk memilah mana konten yang baik atau buruk, masyarakat dituntut untuk bisa menjadi lebih rasional dan berpikir kritis dalam menghadapi era gempuran media sosial ini. Masyarakat tidak mudah menelan sebuah informasi yang ada di media sosial, harus selalu melihat dari sumber lain, untuk memastikan hal itu.

Masyarakat Indonesia sudah seharusnya sejak dini untuk dibekali literasi media sosial. Agar penggunaan media sosial dapat digunakan dengan bijak dan semestinya. (*)

Editor: Lukman

(Visited 23 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!