Tuntut Hapus Sekolah Gratis, Musyahrim : Tata Ulang Kebijakan

0 39

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA :   Salah satu pernyataan sikap yang disampaikan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)  Kaltim kepada  Pemerintah Provinsi Kaltim adalah penghapusan sekolah gratis yang selama ini  telah menjadi kebijakan dari pemerintah, sebagai  bagian dari pelaksaan Undang Undang (UU) yang mewajibkan 20 persen APBN dan APBD untuk sektor pendidikan.

Terkait tuntutan penghapusan sekolah gratis ini, Musyahrim Ketua PGRI Kaltim, Selasa (22/11/2016) menjelaskan, jika alasan dari tuntutan tersebut adalah karena pembangunan  pendidikan  di dalam UU adalah tanggung jawab pemerintah  dan masyarakat.

“Nah peran serta dari masyarakat tersebut jika ditutup dengan sekolah gratis, maka masyarakat tidak bisa berperan. Itu alasan  kami meminta  ditata ulang agar tidak gratis, ditata bagaimana masyarakat bisa memberikan kontribusi terhadap dunia pendidikan,” ungkapnya.

Menurutnya, kita harus melihat realitas di lapangan, karena dengan anggaran yang ada saat ini belum bisa memenuhi anggaran standar yang seharusnya dari satuan pendidikan, sehingga jika hanya menunggu anggaran dari  pemerintah  maka  akan lama. Terlebih  dengan kondisi saat ini,  terlalu berat beban pemerintah.

Sementara masyarakat dan stake holder yang lain,  menurut Musyahrim punya kemampuan, kenapa  tidak digali.

“Sesungguhnya jika UU 20 persen tersebut bisa dilaksanakan, maka Insya Allah semua kebutuhan sekolah akan ter-cover di sekolah gratis,” sahutnya.

Namun  belum bisa terlaksana, sebutnya, karena selama ini masih menimbulkan penafsiran  ganda di bidang pendidikan. Sebab ada instansi-instansi lain yang mengelola fungsi pendidikan, jadi tidak 100 persen anggaran tersebut dikelola oleh Dinas Pendidikan.

Selama ini masyarakat telah terbiasa dengan pola sekolah gratis, dan jikapun beralih ke sekolah tidak gratis, maka sebut Musyahrim, ada Komite Sekolah yang akan mengatur kebutuhan Sekolah.

“Semacam kebutuhan pembangun toilet di sekolah. Bisa melalui Komite Sekolah  meminta pada orang tua bagi pembangunan toilet di sekolah tersebut,” tuturnya.

Bukan asal pungut, lanjut Musyahrim, tapi apa yang menjadi kebutuhan yang bisa dipenuhi oleh sekolah. Semacam menyewa pelatih senam dan peralatan senam, yang tak bisa dilakukan sekolah, maka dapat  dibantu  dengan  memungut biaya dari orang tua.

“Sedangkan jika sekolah tersebut gratis, maka  jelas tidak  bisa memungut dari orang tua karena fasilitas  pembangunan sekolah semua ditanggung  oleh pemerintah,” lanjutnya lagi.

Sedangkan terkait adanya Satgas Saberpungli yang sedang gencar-gencarnya digalakkan  pemerintah, di dalam  memerangi pungli, jika dikaitkan dengan pungutan  kepada orang tua agar tidak disebut pungli, menurut Musyahrim aturannyalah yang harus ditata.

“Jadi  dengan melalui Komite Sekolah, bantuan orang tua tidak dalam bentuk uang tunai, tapi dalam bentuk pembangunan fasilitas Sekolah, Masa itu pungli?, jadi seperti itu maksudnya. Bukan seperti pungutan-pungutan yang tidak jelas,” terangnya lagi.

Dengan sekolah tidak gratis ini, dapat ditata dan diatur, dibuat dalam bentuk Perda Pendidikan, atau melalui Peraturan Gubernur (Pergub) atau Peraturan Walikota (Perwali) serta Peraturan Bupati (Perbub),

“Itulah yang kita maksud dalam tuntutan penghapusan sekolah gratis tersebut. Karena jika diplot gratis maka kepala sekolah tidak ada peluang untuk mengembangkan sekolahnya, hanya  menunggu  anggaran saja. Semantara standar keuangan pembinaan sekolah belum memenuhi  standar  yang seharusnya,” pungkasnya. (*MY).

 

(Visited 1 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!