SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 79

ARUNG Peneki (Raja Peneki) kemudian disematkan ke pundak La Maddukkelleng. Menggantikan ayahnya. Ia amat menyadari bahwa peperangan dengan bangsa sendiri atau bahkan dengan kerabat sendiri akan terjadi. Pengadilan Tellumpoccoe itu hanyalah alat permulaan untuk memobilisasi aliansi Tellumpoccoe membasminya dengan kekuatan senjata.

Maka ia menjawab kemungkinan itu dengan terus memobilisasi rakyat dan tentaranya bersiaga perang. Hanya persoalan waktu akan datangnya peperangan besar. Ia lalu mempersiapkan logistik, dan mesin-mesin perang.

Seluruh meriam-meriam dan amunisi pendukung telah diturunkan dari Kapal. Diderek pakai kereta-kereta. Juga didatangkan banyak kuda. Pasukan pemanah dan kavaleri dibentuk. Selama di negeri rantau, pasukan La Maddukkelleng jarang bergaul dengan kuda.

Mereka rata-rata adalah marinir tangguh tapi belum mengenal kuda secara baik. Tak butuh waktu lama pasukan itu terbentuk. Aji Muhammad Idris sebagai salah satu panglima ternyata jatuh cinta pada kuda. Ia sangat menyukai berkendara kuda. Dalam waktu singkat, ia adalah penunggang kuda yang ahli. Bahkan kemana-mana ia selalu berkuda.

CERITA SEBELUMNYA :

Sesuai hitungan, beberapa waktu kemudian Laskar Bone dibantu pasukan Belanda mengepung Peneki. Berhari-hari kepungan itu dilakukan. Menembakinya dari jauh dengan meriam yang kemudian dibalas oleh pasukan Peneki di bawah pimpinan Kapitan La Banna To Assa.

Sementara itu, suhu politik kawasan makin panas. Kerajaan Wajo yang melihat pengadilan Tellumpoccoe tak mampu menghasilkan keadilan, akhirnya berbalik mendukung La Maddukkelleng. Baginda La Salewangeng sangat terpukul atas morat-maritnya negeri Wajo selama ini. Tak lain karena aliansi Belanda, Bone dan Soppeng.

Apa lagi telah sampai kabar pengepungan Peneki oleh Belanda. Kabarnya, api sudah membakar sebagian Peneki. Bagaimana pun adanya, La Maddukkelleng adalah pangeran asli Wajo. Kemenakan Arung Matoa La Salewangeng, bahkan Arung Matoalah yang mengirim utusan memanggilnya pulang.

Arung Matoa lalu mengeluarkan seruan perang kepada segenap anak negeri Wajo untuk bergabung dengan balatentara Wajo. Maiwa, Gilireng, Pitu Riase dan beberapa anak negeri lain berdatangan ke Tosora, Ibukota Wajo.

Merspons seruan Wajo itu; maka Bone, Soppeng dan Belanda memanggil bala bantuan dari seluruh negeri-negeri sekutunya untuk menaklukkan Tana Wajo. Pasukan bantuan itu mengalir berdatangan menuju Wajo.

Dimulai dari negeri Luwu, kemudian Tanete, Mandar, Sidenreng, Suppa, Alitta, Sawitto, Tana Toraja, Buton dan paling lengkap adalah Pasukan VOC dari Makassar.

CERITA SEBELUMNYA :

Wajo terkepung dari berbagai arah. Dari dalam Peneki, Kapitan La Banna To Assa memerintahkan menggali sebanyak mungkin lubang-lubang persembunyian sebagai tempat berlindung. Juga parit-parit di beberapa sisi pertahanan.

Peneki tak memiliki benteng yang kokoh. Sistim pertahanan mereka rapuh dan mudah diterobos oleh pasukan yang lebih besar. Cambang Balolo, Aji Muhammad Idris, Ambo Pabbola dan beberapa perwira dari Paser dan Kutai diperintahkan untuk konsentrasi di front terdepan menyambut datangnya serangan dari arah selatan, yakni gabungan pasukan Bone Soppeng, dan Belanda.

Namun pasukan pengepung belum juga memulai serangan. Mereka hanya terus memperketat pengepungan. Selama tiga hari itu dua pasukan waspada dalam penantian teror perang. Degup jantung berdetak lebih keras dan napas-napas para pasukan memburu dalam ketegangan menanti gong perang didentumkan.  (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 16 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!