SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 77

PANJANG lebar La Maddukkelleng membela diri dengan maksud menggugah semua yang hadir. Namun apalah arti pembelaan di depan hukum yang telah mendapatkan tekanan besar dari atas. We Batari Toja selaku penguasa imperium Bone atas prakarsa Belanda menginginkan agar hukum dijatuhkan keras kepada La Maddukkelleng.

Tuduhan dan sangkaan kepadanya berlapis-lapis. Maka saat majelis hakim sedang berembug, La Maddukkelleng membaca keadaan, ia segera memohon untuk meninggalkan sidang memberi kesempatan kepada majelis hakim untuk mengambil keputusan.

Hakim Tellumpoccoe tak mencegahnya, apa lagi di luar ruang sidang ribuan pasukan La Maddukkelleng sedang menunggu. Pasukan ini jauh lebih banyak dari pasukan Tellumpoccoe yang berjaga di sekitar rumah sidang.

La Maddukkelleng kembali ke Sengkang, negeri Ibunya. Hasil keputusan majelis hakim itu tak pernah benar-benar disampaikan secara terbuka. Bahkan menjadi misteri sejarah. Namun kabar yang beredar, La Maddukkelleng dinyatakan bebas dari segala tuduhan.

Arung Matoa yang memimpin sidang meski berada di bawah pengaruh tiga negeri Tellumpoccoe, di dalam hatinya memiliki kecenderungan lain. Apa lagi, dialah yang mengirim utusan untuk memanggil pulang La Maddukkelleng. Ia sedang memainkan peran ganda.

Sebagai hakim salah satu bocco yakni Wajo, dan sebagai pemimpin yang sudah lama bercita-cita memerdekakan negerinya dari penjajahan Bone Belanda. Pengadilan Tellumpoccoe hanyalah ekspresi ketidaksukaan dan kegelisahan Batari Toja terhadap La Maddukkelleng.

CERITA SEBELUMNYA :

Maka meski pengadilan itu tak berbuah apa-apa, ia berusaha untuk melenyapkannya melalui aliansi Tellumpoccoe ditambah Luwu, Tanete, Ajatappareng, Mandar, Toraja, Buton dan pasukan VOC di Makassar. Negeri-negeri persekutuan ini telah dikontak bersiap memerangi La Maddukkelleng.

Maka tiga hari kemudian, perintah rahasia datang dari Arung Matoa ke La Maddukkelleng dan pasukannya agar segera meninggalkan Sengkang. Mereka disuruh membebaskan Peneki, tanah kelahiran La Maddukkelleng, negeri bawahan Wajo yang sebelumnya telah cukup lama dikuasai oleh Bone.

Perang pembuka dengan aliansi Tellumpoccoe meletus di pinggiran Peneki. Tanpa kendala berarti, pasukan La Maddukkelleng di bawah La Banna To Assa memenangkan perang. Orang-orang Bone berikut pasukan lainnya yang bermarkas di Peneki diusir dan dikejar sampai ke hutan-hutan.

La Maddukkelleng memasuki Peneki yang kini lebih ramai namun berbeda saat dulu ia meninggalkannya. Rumah orangtuanya, La Mataesso To Adettia bersama istrinya We Tenriangka Arung Singkang masih berdiri kokoh. Beberapa penghuninya datang menyambut, mereka menangis haru dan memeluk anak yang dulu mereka bantu besarkan kini telah menjelma seorang laki-laki perkasa.

Para pengasuh rumah itu, bercerita kalau Puengta La Mataesso telah lama wafat sehingga Ibunda Puengta Tenri Angka lebih banyak di Sengkang. La Maddukkelleng sudah mengetahui cerita itu, tapi dibiarkannya orang-orang tua itu bercerita dan menumpahkan rindu. Mereka adalah para abdi yang setia, merawatnya saat kecil, mengasuhnya sepenuh jiwa.

La Maddukkelleng terkenang Peneki yang selama di rantauan kadangkala terbayang sebagai de javu yang sering melintas di momen-momen tertentu. Ia menghela napas dan meminta untuk beristirahat sejenak. Bukan di kamar utama, tapi di ruang pengasuhan yang dihuni para inang dan abdi rumah tangga yang juga berfungsi sebagai istana Peneki.

CERITA SEBELUMNYA :

Ia mengenali bantal dan guling itu sebagai milik ayahandanya. Dibiarkannya para pengasuh yang sudah tua-tua itu memijitinya dan mengipasnya. Mereka menikmati pertemuan sebagai sebuah kebahagiaan, seolah memutar ulang kenangan indah masa kecil.

Ratu Andin Anjang tersenyum melihat suaminya tidur pulas dikelilingi bekas-bekas pengasuhnya. Ia bergabung dan ikut tidur di sisinya. Sangat lama mereka tak tidur berduaan. Ini adalah tidur pertama di negeri Peneki yang hanya sering didengarnya lewat cerita dan tutur suaminya, yang di matanya adalah seorang lelaki sempurna, pemberani, berkepandaian dan menyayangi keluarga.

Ia memberi isyarat kepada para inang untuk meneruskan pijitannya. Ia lalu tertidur dengan senyum kecil di sudut bibirnya. Para inang memandangi Ratu Paser ini, wajah yang membayang ibu dan kecantikan khas seorang ratu.  (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 7 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!