SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 60

IA menjadi inspirasi sejarah generasi berikutnya, bahwa kemerdekaan adalah hak asasi tertinggi bagi seluruh bangsa yang harus diperjuangkan dengan segala cara sampai akhir hayat. Bahwa memperjuangkan kemerdekaan, kebenaran dan juga harga diri adalah tugas mulia kesatria anak negeri.

Ia telah menorehkan dengan sangat lugas prinsip kemerdekaan orang Wajo. Maradeka to Wajo’é, najajiang alena maradeka, tanaemi ata, naia tomakketanaé maradeka maneng, ade’ assamaturusennami napopuang. Orang Wajo adalah orang yang merdeka sejak lahir. Hanya tanah pertiwi sebagai abdi, seluruh yang bertanah adalah merdeka semua. Adat yang menjadi kesepakatan bersama dijunjung sebagai tuan tertinggi.

Ironisnya, derajat adat (ade’) sebagai yang dijunjung tinggi ini justru sering menempatkan La Maddukkelleng sebagai pembangkang terhadap adat. Manakala visi kemerdekaan yang diperjuangkannya bertabrakan dengan apa yang pernah disepati secara adat, maka ia sering memilih mengesampingkan adat.

CERITA SEBELUMNYA : 

Penafsiran aturan adat bisa dibahas kelak secara tudang sipulung (duduk bermusyawarah bersama), tapi kemerdekaan adalah hal yang tak bisa ditunda atau ditawar. Ia berteguh pada prinsip itu. Dua kata dalam semboyan Wajo, adat dan kemerdekaan (ade’ dan maradeka), jika berhadapan dalam prioritas, maka ia memilih mendahulukan kemerdekaan.

Hal inilah yang membuat La Maddukkelleng sering berhadapan dengan pengadilan adat, khususnya pengadilan Tellumpoccoe. Karena meski dalam takaran tertentu tiga kerajaan Bone, Soppeng dan Wajo adalah negeri berdaulat yang terkadang berseteru satu sama lain, namun mereka memiliki peradilan bersama sebagai salah satu hasil Lamumpatue Ri Timurung, yang ditandatangani tiga kerajaan ratusan tahun lalu.

Peradilan ini dikhususkan bagi pelanggaran-pelanggaran hukum yang melibatkan tiga kerajaan. Bisa yang menyangkut hubungan bilateral, kejahatan lintas kerajaan atau persoalan-persolan krusial yang melibatkan bangsawan tiga kerajaan.

CERITA SEBELUMNYA :

Sampai akhir hayatnya, La Maddukkelleng adalah terdakwa Pengadilan Tellumpoccoe. Kepadanya disangkakan pelanggaran-pelanggaran adat. Baik ketika masih muda, menjadi pelarian dan juga pasca peperangan yang banyak dilakoninya. Namun istimewanya, selama itu pula, Tellumpoccoe tak pernah berhasil menjatuhkan hukuman apa pun terhadapnya.

Ia selalu bisa menyampakan argumentasi filosofis yang kemudian menjadi perdebatan panjang. Di penghujung hidupnya, status sebagai terdakwa tidak pernah dicabut oleh Tellumpoccoe, meski juga tak ada keputusan hukum apa pun sampai dakwaannya terkubur bersamaan berpulangnya Sang Pembebas Wajo itu.  (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com) 

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 9 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!