SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

0 86

TAK ada jalan lain, mereka harus mundur. La Banna dalam keadaan terluka memaksa diri berjalan agak terpincang. Dia kini memegang pistol dan sesekali menembak ke arah pengejar. Di tengah gelap dan deru langkah pasukan yang mndur ke arah Benteng Somba Upu, terdengar kabar dari pasukan Gowa kalau Karaeng Bonto Langkasa terkena peluru.

Karaeng perkasa itu menderita luka yang parah. Kini ia digotong menuju perbatasan. Malam gelap saat rombongan pasukan itu mundur menuju Gowa. Letusan senapan dan meriam masih terdengar gencar. Pasukan artileri La Maddukkelleng menyeret puluhan meriam dalam keadaan tergesa. Namun sesekali meriam-meriam itu ditembakkan ke arah Makassar.

Pagi hari mereka sudah terkonsolidasi di pertahanan Gowa. Tak ada pasukan yang mengejar. Ribuan pasukan gugur dan luka-luka. Kabar paling menyedihkan adalah Mangkubumi Gowa I Mappasempe’ Karaeng Bontolangkasa tewas oleh luka yang dideritanya.

Karaeng perkasa itu menolak untuk diobati. Ia mati dengan tangan memegang hulu keris. Saat itu tanggal 8 September 1739. La Maddukkelleng sangat terpukul, ditambah panglima paling diandalkannya sementara masih dalam perawatan yang hampir saja tewas di tangan I Banranga, pannigara sakti Bawakaraeng.

CERITA SEBELUMNYA :

Mengingat orang tua raksasa itu, La Maddukkelleng menghela napas. Ia sebenarnya hampir mengalahkannya, namun fakta bahwa ia hanya menang kecepatan membuatnya bertekad untuk terus menyempurnakan lemmung Manurung warisan Karame’e.

Ia juga merasakan ada luka dalam dari pertemuan tenaga dengan orang tua itu, namun mampu diatasi dengan kekuatan lemmung yang dimilikinya. Sesekali jika menarik napas, ada sakit dalam yang menyertai. Betapa banyak orang sakti di dunia ini. Namun I Banranga adalah lawan paling tangguh yang pernah dihadapinya.

Hal itu wajar, karena I Banranga bisa disebut setara dengan gurunya sendiri, bahkan mungkin melampaui tingkat Bissu Tungke’ yang entah di mana kini. Jauh di tempat lain pula, I Banranga yang masih nyeri oleh bekas goresan Gecong Pangkajenne juga sangat penasaran.

Ia hampir tewas di tangan La Maddukkelleng, sungguh sakti Sultan Paser itu. Padahal ia hanya murid dari Karame’e Tompo Balease. Ia tak mampu membayangkan bagaimana kesaktian gurunya, orang yang pernah dicari-carinya untuk mengadu ilmu. Mengingat ini ia bergidik sendiri.

CERITA SEBELUMNYA :

Beberapa hari setelah Karaeng Bontolangkasa dikebumikan, La Maddukkelleng menghitung kekuatan. Terasa sekali semangat tempur pasukan Gowa sangat menurun. Pun pasukan-pasukannya dalam kondisi kelelahan. Maka ia putuskan untuk mundur ke Wajo.

Ia memilih melalui jalur laut bersama Aji Muhammad Idris dan La Banna yang masih dalam pemulihan lukanya. Panglimanya itu mengalami luka dalam cukup parah. Ambo Pabbola memimpin pasukan darat berjalan kaki menuju Wajo melalui pegunungan Camba.

Mereka akan bertemu di Tosora dalam hitungan beberapa hari ke depan. Bisa disebut serangan ke Makassar ini gagal. Walaupun kerugian juga tidak sedikit di pihak Belanda dan sekutunya.

(BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com) 

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 7 times, 1 visits today)
Leave A Reply

Your email address will not be published.

error: Content is protected !!