Sidang Korupsi Pembayaran BPHTB Hadirkan Notaris Bersaksi

Kerugian Keuangan Negara Rp1 Milyar

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA: Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Samarinda dalam perkara nomor 39/Pid.Sus-TPK/2023/PN Smr dan 40/Pid.Sus-TPK/2023/PN Smr, melanjutkan sidang dengan Terdakwa Maryam dan Arsandy, Senin (24/7/2023).

Sidang yang diketuai Nugrahini Meinastiti SH didampingi Hakim Anggota Nur Salamah SH dan Suprapto SH MH MPSi, masih beragendakan pemeriksaan Saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sri Rukmini Setyaningsih SH MH dan Indriasari Sikapang SH dari Kejaksaan Negeri Samarinda.

Saksi yang dihadirkan adalah Dedek Yuliona SH MKn, Notaris Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tempat kedua Terdakwa bekerja saat peristiwa hukum ini terjadi, 1 Agustus 2011 sampai 30 September 2014 yang menjabat sebagai Staf.

Dalam keterangannya menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim, Saksi Dedek menjelaskan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ditentukan harga tanah bukan luasan tanah.

“Harganya,” jelas Saksi menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim apakah BPHTB ditentukan luas tanah atau harga pembelian.

Modus yang dilakukan kedua Terdakwa, dengan melakukan pemalsuan pembayaran BPHTB. Kasus ini terungkap setelah ada ekspos dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan Dispenda Kota Samarinda, yang menurut Saksi baru kali ini ada ekspos tersebut.

“Tiap tahunkah ekspos ini? Atau baru kali ini,” tanya Ketua Majelis Hakim.

“Baru kali ini,” jawab saksi.

Sejumlah pertanyaan masih diajukan kepada Saksi.

Sebagimana disebukan JPU dalam Dakwaannya, kasus ini terungkap saat Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Samarinda menghadiri kegiatan Pekan Panutan Pajak Tahun 2017, yang diselenggarakan Pemerintah Kota Samarinda di Gedung Bankaltim.

Baca Juga:

Pada saat sesi penyampaian hasil realisasi pencapaian pendapatan pajak dari Surat Setoran Pajak Daerah SSPD Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSPD-BPHTB), terdapat perbedaan data nilai pajak yang diterima antara Bapenda Kota Samarinda dengan Kantor Pertanahan Kota Samarinda, dimana data realisasi BPHTB di Bapenda lebih kecil nilainya dibandingkan dengan data yang ada di Kantor Pertanahan Kota Samarinda.

Hasil temuan tersebut kemudian dicocokkan dengan sistem online Bapenda, diketahui terdapat sejumlah pengurusan penerbitan baru dan/atau peralihan Hak Atas Tanah (HAT) masyarakat melalui beberapa PPAT, yang pembayaran BPHTBnya tidak tercatat dalam Sistem Perbankan namun sudah diterbitkan sertifikatnya Kantor Pertanahan Kota Samarinda.

Bapenda Kota Samarinda kemudian bersurat kepada beberapa Notaris/PPAT, salah satunya adalah Saksi Notaris/PPAT Dedek Yuliona SH MKn untuk mengirimkan bukti pendukung. Berupa lembar 2 form SSPD-BPHTB yang merupkan lampiran untuk PPAT dari 80 Wajib Pajak (WP), yang pengurusan peralihan HAT periode tahun 2015-2018 melalui PPAT Dedek Yuliona SH MKn.

Dari 80 lembar form SSPD-BPHTB yang diterima dari Saksi Notaris/PPAT Dedek Yuliona SH MKn tersebut, kemudian dicocokkan kembali dengan sistem online Bapenda Kota Samarinda. Dari pencocokan itu tidak ditemukan transaksi, sesuai masing-masing lembar form SSPD-BPHTB dimaksud.

Sehingga 80 lembar form SSPD-BPHTB pengurusan peralihan HAT periode tahun 2015-2018 dari  Saksi Notaris/PPAT Dedek Yuliona SH MKn tersebut diduga fiktif. Di sistem online Bapenda, tidak ada pembayaran/setoran masuk.

Dari pengecekan di BPD Kaltimtara, diketahui ada beberapa WP tidak ada transaksi pembayaran BPHTB.  Selain itu, ada juga nominal yang tidak sesuai di sistem dengan jumlah yang lebih kecil dari semestinya.

Selanjutnya, terhadap 80 puluh orang yang merupakan pemegang hak pertama kali dan peralihan berdasarkan berkas Kantor Pertanahan Kota Samarinda, 76 berkas untuk proses peralihan hak dan pendaftaran pertama produk berupa Sertifikat telah diserahkan kepada pemohonnya.

Sedangkan 4 berkas yang dibatalkan tidak jadi proses di Kantor Pertanahan Kota Samarinda, dan berkas telah dikembalikan.

Berdasarkan pengakuan Terdakwa Arsandy sejak tahun 2015 sampai 2018, ia tidak pernah menyetorkan biaya BPHTB dan PPH Final yang ditugaskan padanya, tetapi uang tersebut dipergunakan bersama-sama Terdakwa Maryam untuk kepentingan pribadi.

Dan sebagian lagi diberikan kepada Saksi Fadly dan Umi Trisnawati Staf Kantor Notaris/PPAT Dedek Yuliona SH MKn, yang telah mempercayakan penitipan uang pembayaran BPHTB dan PPH Final WP tersebut.

Kepada Saksi Fadly dan Umi Trisnawati, Terdakwa Arsandy menyampaikan uang yang diberikan dengan nilai bervariasi paling kecil Rp150 Ribu hingga Rp3 sebagai fee dari Bapenda Samarinda.

Untuk memuluskan aksinya, Terdakwa Arsandy dan Terdakwa Maryam mengedit sendiri bukti bayar bank menggunakan Laptop, serta membubuhkan stempel dan paraf pejabat palsu dalam form SSPD-BPHTB WP. Yaitu Stempel lunas Bankaltim, Stempel validasi BPHTB, Stempel Pejabat Bapenda Kota Samarinda, serta memalsukan tanda tangan WP.

Perbuatan melawan hukum tersebut memperkaya Terdakwa Maryam sebesar Rp315.449.950,-, Terdakwa Arsandy Rp716.704.550,-. Saksi Umi Trisnawati sebesar Rp28 Juta dan Saksi Fadly sebesar Rp28 Juta, berasal dari uang pembayaran BPHTB milik WP yang mengurus peralihan HAT melalui Kantor Notaris/PPAT Notaris/PPAT Dedek Yuliona SH MKn periode tahun 2015-2018.

Uang yang diperoleh Terdakwa Maryam dipergunakan untuk membeli tanah, Mobil Xenia, HP, melakukan  tour ke 5 Negara Asia masing-masing Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam dan Philipine tahun 2015 dan 2016.

Berdasarkan perhitungan Tim Ahli Auditor BPKP Perwakilan Propinsi Kaltim yang termuat dalam Buku Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara Nomor: LAPKKN–478/ PW17/5/2021 tanggal 24 Desember 2021, dan Berita Acara Pemeriksaan Ahli Roy Sandi Sianturi S Akt tanggal 18 Agustus 2022, diketahui kerugian keuangan negara akibat perbuatan kedua Terdakwa sebesar Rp1.088.154.500,00. (Rp1 Milyar)

Sidang perkara ini masih akan dilanjutkan, Senin (31/7/2023) dengan agenda pemeriksaan Saksi dari JPU. (DETAKKaltim.Com)

Penulis: LVL

(Visited 196 times, 1 visits today)
Dedek YulionaKejari SamarindaKorupsi BPHTBMaryam ArsandyPengadilan Tipikor
Comments (0)
Add Comment