SANG PEMBEBAS

Roman Sejarah dan Kiprah Petualangan Kesatria Tana Ugi, La Maddukkelleng

“IYYA sudah, mari kita tidur. Tapi sebelumnya, kita berlatih dulu. Ayo serang aku.” Berkata begitu La Maddukkelleng sudah maju ke depan dan memasang pembukaan kuda-kuda ala Silat Sendeng Baruga, pencak silat khas Kerajaan Peneki. Terlihat seperti posisi sebuah tarian.

“Manalah saya berani, Pueng?”

“Ini hanya berlatih, saya ingin menghilangkan seluruh pengaruh Arak Cina Raja Kecil. Lagi pula kita bisa saling melihat kemajuan kita masing-masing. Ayo, jangan tanggung dan ragu-ragu.” La Maddukkelleng mengubah posisi kuda-kuda dengan kedua tangan direntang terbuka. Seperti penerima tamu yang mempersilakan tamu masuk ke Baruga.

“Baik, Pueng. Jaga serangan!” La Banna maju dan mengirim pukulan dengan napas terdengar keluar dari hidung. Ia tahu bahwa tingkatan silat tuannya ini melampauinya maka segera ia mengirim serangan dengan tenaga penuh. Ia bahkan mengerahkan separuh tenaga lemmung di kedua tangannya. Menyerang dengan tangan terkepal mengarah dada yang terbuka.

“Hiiyaaat….” La Maddukkelleng menghindar dengan mudah. Tapi La Banna mengirim serangan susulan melalui lutut kanan yang disertai dengan sapuan ke kedua kaki. La Maddukkelleng hapal ini adalah salah satu serangan atau yang disebut Unru Tellu dari Silat Sulapa Eppa. Tapi karena La Banna adalah murid Tunreng Talaga, maka jurus itu mengalami perubahan. La Maddukkelleng merasa seolah diterjang gelombang ganas yang datang bertubi-tubi pada setiap perkembangan jurus.

“Bagus..” La Maddukkelleng tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada serangan pengawal utamanya ini. Ia merendahkan tubuh lalu berputar ke samping sambil menapaki serangan pada kaki.

“Buk…!” terdengar bunyi benturan.

Detik berikutnya La Maddukkelleng telah mendahului La Banna sebelum ia melanjutkan dengan jurus berikutnya. Sebuah sodokan ke arah rusuk kiri yang cepat, La Banna kaget dan segera membuang tubuh ke kanan. Tapi ternyata itu hanya pancingan saja.

La Maddukkelleng memainkan sebuah jurus simpanan dari Silat Baruga milik ayahandanya Puengta La Mataesso di Peneki. Dimulai dengan serangan dua tangan yang seolah menggunting dari dalam. Lalu susul menyusul dengan terjangan kaki yang bertubi-tubi ke semua persendian tangan, kaki dan lutut La Banna.

Di selal-sela serangan itu, La Maddukkelleng mengerahkan separuh tenaga Lemmung Manurung yang dimilikinya. Disalurkan ke semua ujung jari dan kakinya. Akibatnya luar biasa. La Banna hampir terjengkang. Namun pengawal tangguh ini terus menggulingkan tubuh jauh ke belakang. La Maddukkelleng mengejarnya dengan pengerahan perkembangan jurus-jurus lain.

La Banna sangat terdesak. Ia mengenali beberapa ciri jurus itu, tapi mengalami banyak sekali perubahan. Ia lalu melompat jauh ke belakang dan berseru.

CERITA SEBELUMNYA :

“Cukup, Pueng, saya bahkan tak mengenali silat yang barusan. Ia menjura dengan kedua tangannya di dada. Ia sangat takjub sekali. Seperti diketahui dalam beberapa kali bentrok dengan musuh, La Banna sangat sulit menemui lawan sepadan. Tapi dengan tuannya ini, sungguh ia jauh tertinggal.

“Mohon petunjuk Puengku, unru apa barusan yang dipakai menyerang saya? Saya seperti tak mengenalinya.” La Banna bertanya masih dengan posisi menjura.

“Hehe.. Yang tadi itu adalah unru (jurus) simpanan dari Silat Baruga ayahanda Puengta La Mataesso yang dipadu pengerahan Lemmung Manurung. Engkau tangguh Banna, kata ayahanda, jarang yang bisa menghindar dari jurus itu. Tapi engkau mampu meredamnya dengan baik. Engkau memang pengawalku yang paling kuandalkan.” La Maddukkelleng menghampiri La Banna lalu menepuk bahuknya.

“Ayo kita pulang.”

Mereka beranjak ke pondok masing-masing. Memeluk mimpi dan cita-cita perjuangan esok hari. Keduanya larut dalam jalan takdir yang mempertemukan. La Maddukkelleng kesatria pelarian dengan tugas yang demikian berat di pundak, sedang La Banna pengawal setia yang rela mengorbankan diri sebagai pallapi aro (perisai dada) bagi junjungannya.

Dua anak manusia ini bertemu dalam pakem perguruan, lalu ikatan nilai-nilai adat. Mereka menekuni takdir masing-masing dengan sepenuh jiwa dan keikhlasan sebagai mahkluk yang dituntun oleh suratan takdir Allah, Dewata Tungke’E. (BERSAMBUNG/DETAKKaltim.Com)

Penulis : Andi Ade Lepu

(Visited 2 times, 1 visits today)
#La MaddukkellengRaja KecilSang Pembebas
Comments (0)
Add Comment