Konflik Warga Long Bentuq dengan PT SAWA Ditanggapi Direktur LBH Kutim

Syarif : Perlu Segera Membuat Langkah Kebijakan
DETAKKaltim.Com, KUTAI TIMUR : Munculnya konflik antara PT Subur Abadi Wana Agung (SAWA) dengan masyarakat adat Long Bentuq, Kecamatan Busang, Kutai Timur (Kutim), yang berbuntut unjuk rasa di jalan dan melakukan penutupan jalan di Km 16, Rabu (3/2/2021), mendapat tanggapan dari Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kutim, Minggu (7/2/2021).

Kepada DETAKKaltim.Com Direktur LBH Kutim Syarif Pandu Arifin mengatakan, Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, sebenarnya sudah berkomitmen memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat. Namun, dalam pelaksanaannya masih jauh Panggang dari Api.

“Pemerintah Kabupaten Kutai Timur perlu segera membuat langkah kebijakan, sebagaimana Perda Provinsi Kaltim 1/2015, untuk segera mengakui hak atas tanah dan wilayah masyarakat adat,” kata Syarif.

Selama ini konflik dengan masyarakat adat masih terjadi, kata Syarif lebih lanjut, salah satunya di Kecamatan  Busang, Desa Long Bentuq, yaitu masyarakat adat Dayak Modang Long Wai bersitegang dengan Perusahaan Sawit yang beroperasi di wilayah tersebut.

“Persoalan ini tidak bisa diselesaikan kalau hanya beberapa pihak saja yang terlibat, ini harus menjadi perhatian serius. Pemkab Kutai Timur perlu mendudukkan seluruh stakeholder, dan membuka fakta secara jujur dalam pengambilan keputusan jangka panjang, untuk pengakuan dan perlindungan masyarakat adat,” tandas Syarif.

Salah satu poin dalam aksi unjuk rasa tersebut disebutkan, PT SAWA harus membayar denda adat atas kerusakan tanah dan tanam tumbuh senilai Rp15 Milyar.

Menanggapi tuntutan tersebut, General Manager Licence & CSR PT SAWA Angga Rachmat Perdana dalam keterangan tertulisnya kepada media, Jum’at (5/2/2021) menyatakan, telah memberikan ganti rugi atas seluruh bidang tanah yang dipersoalkan Kepala Adat Desa Long Bentuq, Kecamatan Busang, Kutai Timur.

“Pembebasan lahan dilakukan pada tahun 2009-2014, dengan melibatkan Tim 9 dari Pemda dan Kepala Adat Dayak dari 3 Desa yakni Desa Long Pejeng, Long Lees dan Long Nyelong, juga Kepala Adat Besar Suku Dayak Kenyah Se-Sei Atan,” kata Angga Rachmat Perdana.

Lebih lanjut Angga menjelaskan, permasalahan muncul pada tahun 2015 ketika terjadi perubahan batas Desa yang mengakibatkan sebagian wilayah Desa Long Pejeng menjadi wilayah Desa Long Bentuq. Hal mana menimbulkan tuntutan dari Kepala Adat Dayak Long Bentuq agar PT SAWA membayar denda adat sebesar Rp15.000.000.000,-. (Rp15 Miliar).

Berita terkait : Unjuk Rasa di Long Bentuq, Warga Kena Imbas Buah Sawit Busuk

“Karena lokasi tanah yang dipersoalkan tersebut sudah pernah diganti rugi, tentu kami menolak tuntutan tersebut. Tidak mungkin perusahaan memberikan ganti rugi dua kali atas lahan yang sama. Namun jika warga Long Bentuq menginginkan kemitraan, perusahaan akan segera merealisasikannya,” jelas Angga Rachmat Perdana.

Akibat  Unjuk rasa masyarakat adat Dayak Modang, Desa Long Bentuq, akivitasi perekonomian masyarakat terganggu, karena aksi dibarengi dengan penutupan Portal Km 16. Demikian disampaikan Pengurus Koperasi Mandiri 1 Krispensius kepada media, Minggu (7/2/2021).

Menurut Krispensius, masyarakat merasakan dampak penutupan Portal Km 16. Buah Sawit milik masyarakat tidak bisa dijual ke pabrik, sehingga banyak sekali buah yang dibuang dan akhirnya membusuk. Padahal, saat ini sedang panen dan cuaca juga cukup baik. (DK.Com)

Penulis : LVL

(Visited 58 times, 1 visits today)
LBH KutimLong BentuqSAWA Sawit
Comments (0)
Add Comment