Duplik Pemalsuan Surat Tanah, Hutur : Terdakwa Seharusnya Dibebaskan

Sengketa Tanah Warisan Pensiunan TNI Kopral Sunaryo

Joko Sutejo didakwa menggunakan surat palsu. Tapi, dari fakta Elvinae-lah yang menyerobot tanah. Ada rencana Elvinae dan Grady Lim akan dilapor kepada yang berwajib.

DETAKKaltim.Com, TARAKAN: Duplik sidang lanjutan perkara pidana Nomor – 290/Pid.B/2021/PN.Tar dengan terdakwa Joko Sutejo, Tim Penasehat Hukum menilai kilennya seharusnya dibebaskan dari Dakwaan.

“Seharusnya perkara ini terlebih dahulu diselesaikan secara perdata dengan fakta-fakta hukum, tanah yang dikuasai terdakwa Joko Sutejo adalah tanah negara sebagaimana dalam Surat Pernyataan 01 Mei 1984 perihal merawat dan menggarap tanah perwatasan negara,” kata Hutur M Sagala SH seorang dari Tim Penasehat Hukum Terdakwa Joko Sutejo.

“Selanjutnya, tanah yang diakui saksi pelapor Grady Lim berdasarkan kuasa dari Elvinae adalah tanah milik sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/76/III/2021/Kaltara Res Tarakan tanggal 24 Maret 2021. Padahal, surat yang dimiliki Elvinae adalah tanah negara,” lanjut Hutur Sagala dalam sidang yang dipimpin Achmad Syarifuddin SH MH didampingi Imran Marannu Iriansyah SH MH dan Abd Rachman SH MH dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, Jum’at (17/12/2021).

Dengan adanya perbedaan tanah yang disengketakan perlu ada kepastian hukum berdasarkan Putusan Pengadilan tentang status tanah, kata Hutur lebih lanjut, apakah tanah negara atau tanah milik.

Pertanyaannya. Siapakah yang berhak atas tanah yang dipersengketakan? Sebab, selama proses perkara ini berjalan, tidak jelas status tanah yang dipersengketakan. Penyidik sendiri tidak pernah meminta penjelasan dari Badan Pertanahan Negara (BPN), dalam hal ini Kepala Kantor Pertanahan Tarakan.

Selama 38 tahun Terdakwa menggarap dan merintis lahan yang ditinggal orang tuanya Almarhum Sunaryo. Sebagaimana dalam Nota Pembelaan Terdakwa, sejak tahun 1983 dia mengikuti orang tuanya berkebun dan membantu orang tua menambang Kerikil dan Pasir sewaktu duduk di sekolah STM dari tahun 1986 – 1991 yang lalu.

“Koq tiba-tiba ada orang yang mengaku tanah tersebut miliknya,” kata  Joko Sutejo dalam pembelaannya.

Atas fakta-fakta inilah, kata Hutur M Sagala, yang berhak atas tanah yang dipersengketakan adalah Joko Sutejo. Ini sesuai Pasal 529 KUHPerdata.

BERITA TERKAIT :

Sedangkan Soeyatno dan Normansyah yang memberi hak (menjual, red) kepada Elvinae pada tahun 1997, tidak pernah menguasai dan menduduki tanah yang dipersengketakan. Bahkan Elvinae sendiripun selama 24 tahun tidak pernah menguasai fisik tanah dimaksud.

Terhadap Replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Cakra Budi Hartanto SH MH, Tim Penasehat Hukum Joko Sutejo menolak materi pokok pada unsur dengan sengaja memakai Surat Palsu, atau yang dipalsukan seolah-olah telah terbukti dan terpenuhi.

Menurut Hutur M Sagala, tanda tangan Bustani yang dipersoalkan dalam Surat Pernyataan tanggal 01 Mei 1984 tidak pernah diperiksa dalam perkara ini.

Sepuluh surat yang ada tanda tangan Bustani yang dijadikan sebagai tanda tangan pembanding, tidak jelas sumbernya dan bisa jadi kesepuluh surat pembanding itu yang palsu.

“Siapa yang menjamin keabsahannya,” kata Hutur dengan dialek Bataknya yang kental.

Dengan nada menggurui, seharusnya tanda tangan Bustani sendirilah yang dibuat di hadapan Penyidik sebagai tanda tangan pembanding, bukan asal comot dari beberapa surat yang ada tanda tangan Bustani.

“Jangan jangan Bustani sengaja tidak diperiksa atau disembunyikan supaya tidak terungkap kebenarnannya, karena setelah ditelusuri oleh Tim Penasehat Hukum, ada issu bahwa tanah Elvinae ada di seberang Jalan Bhayangkara dan surat aslinya digadaikan oleh suaminya. Makanya selama pemeriksaan perkara ini, saksi Elvinae tidak dapat memperlihatkan surat-surat aslinya,” beber Hutur membuat bulu kuduk berdiri.

Hutur M Sagala menilai Dakwaan JPU yang menyatakan dengan sengaja memakai Surat Palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, sebagaimana dalam Pasal 263 Ayat (2) KUHP tidak terbukti dan tidak terpenuhi.

BERITA TERKAIT :

Masih kata Hutur, dalam Duplik yang disampaikan Tim Penasehat Hukum Joko Sutejo, tindakan JPU mengaduk beberapa keterangan tanpa mengingat pokok utama yang harus terpenuhi. Jika dokumen dinyatakan palsu dan dijadikan objek dalam suatu perkara, maka untuk pembuktian dokumen tersebut palsu harus ada dokumen asli sebagai pembandingnya.

Sebagaimana pendapat R Soesilo dalam bukunya, “Kitab Hukum Pidana serta komentar-komentar lengkap Pasal demi Pasal”. Penerbit Politeia Bogor. “Sengaja” maksudnya bahwa orang yang menggunakan harus mengetahui benar palsu. Jika ia tidak tahu akan hal itu, ia tidak dihukum”.  Kata Hutur M Sagala mengutip Bab XII angka 6 halaman 169 tentang memalsukan surat-surat.

Dari fakta tersebut, lanjut Hutur, justru Elvinae-lah yang menyerobot tanah Terdakwa dengan memasang pagar  bekas drum aspal. Sementara proses Penyidikan berjalan, Elvinae menyuruh orang memasang pagar dari seng di tanah yang dipersengketakan.

“Ada waktunya nanti Elvinae, Grady Lim, dan kawan-kawan kami laporkan kepada yang berwajib perihal penyerobotan tanah,” tegas Awali Punjaya SP SH, Tim Kuasa Hukum seusai sidang.

Menurutnya, tanah negara tidak boleh diperjual-belikan seperti yang dilakukan Elvinae. Artinya, bagaimana seseorang menjual tanah negara menjadi tanah milik, bukankah telah terjadi persekongkolan Elvinae, Soeyatno, dan Normansyah menggelapkan tanah negara.

“Kenapa Penyidik tidak memeriksa ketiga orang ini sebagai penjual tanah negara,” kata Awali mengulang duplik yang dibacakan dalam sidang. (DETAKKaltim.Com)

Penulis : SL Pohan

Editor   : Lukman

(Visited 20 times, 1 visits today)
Ahli WarisKopral SuyonoPengadilan Negeri TarakanPurnawirawan TNITerdakwa Joko Sutejo
Comments (0)
Add Comment