Dugaan Tipikor CV JAR, Siapa Yang “Bermain” Dokumen Pengapalan Batubara

Tak Ada RKAB, Samara : Ada 8 Kali Pengapalan

DETAKKaltim.Com, SAMARINDA : Untuk mengungkap kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pembayaran Royalti, sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam penjualan Batubara yang mengakibatkan kerugian negara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 7 orang saksi ke Ruang Sidang Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Samarinda, Senin (6/12/2021) sore.

Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Kepala Teknik Tambang (KTT) CV Jasa Andhika Raya (JAR) Ir Samara Massolo. Dalam keterangannnya menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Dr Hasanuddin SH MH, Samara yang bekerja di perusahaan tersebut sejak 2018-2020 mengaku mengenal Terdakwa Hartono, sebagai Kuasa Direktur CV JAR dari Syamsu Alam.

Setelah ditanya terkait tugas-tugasnya sebagai KTT, saksi kemudian ditanya lokasi Tambang CV JAR. Dijawab saksi di Desa Ulung, Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara, dengan luasan sekitar 42 hektar.

“Dari 3 tahun saudara bekerja di situ, pernah ada penambangan?” tanya Ketua Majelis Hakim.

“Pernah Yang Mulia,” jawab saksi.

Ditanya apakah ada penambangan tahun 2019, saksi menjelaskan ada penambangan awal tahun 2019. Dengan penambangan Desember 2018, berdasarkan perhitungan survey jumlahnya sebanyak sekitar 10 Ribu Metrik Ton. Berdasarkan uji lab, jelas saksi, kalorinya 7000 Kcal.

Hingga akhir tahun 2019 Batubara itu masih ada, belum dijual. Namun hingga akhir tahun 2020, dijelaskan saksi, sudah tidak ada di tempat.

Ditanya mengenai Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RAKB), saksi Samara menjelaskan pernah mengusulkan ke Dinas Pertambangan (ESDM) Kaltim, namun belum disetujui.

“Saksi tahu nggak kalau CV JAR itu pernah melakukan penjualan Batubara?” tanya Ketua Majelis Hakim.

“Tidak tahu Yang Mulia,” jawab saksi.

Menjawab pertanyaan Anggota Majelis Hakim Arwin Kusmanta SH MM, saksi Samara mengatakan tidak mengenal Ferdinan. Mengenai Surat Keterangan Asal Barang (SKAB) Batubara, harusnya ditandatangani KTT. Namun saksi mengatakan, sebagai KTT di CV JAR ia tidak pernah menandatangani.

“Pernah nggak mengeluarkan Surat Keterangan Asal Barang,” tanya Arwin.
“Tidak pernah Yang Mulia,” jawab saksi.

“Tidak pernah tanda tangan?” tanya anggota Majelis Hakim lagi.

“Tidak pernah,” jawab saksi.

Menurut saksi, ia tidak pernah menandatangani itu karena RKAB tidak disetujui. Mengenai dokumen SKAB yang ada, saksi mengatakan tidak tahu. Begitu juga penjualan Batubara yang terjadi, saksi juga mengatakan tidak tahu.

Ketika didesak pertanyaan terkait pejualan Batubara dari CV JAR, saksi mengungkapkan baru mengetahui setelah mengajukan permohonan presentasi RKAB ketiga kalinya.

“Sebelum presentasi saya pertanyakan, orang Dinas Pertambangan menyampaikan kepada saya bahwa ngapain lagi kamu ngurus (RKAB) ini. Sudah ada penjualan,” jelas saksi tanpa menyebutkan nama Pegawai Dinas Pertambangan yang menunjukkan data tersebut.

Saksi juga menjelaskan, ia tidak diperbolehkan mengambil foto data penjualan tersebut. Namun saksi melihat, dari data yang diperlihatkan ada 8 kali pengapalan.

Ditanya mengenai kapan mengatahui itu, saksi tidak ingat persisnya. Namun itu terjadi pada tahun 2019. Setelah mengetahui hal itu, ia menyampaikan kepada Terdakwa Hartono dan Irwan Santoso.

Lantaran Terdakwa Hartono sudah di Jakarta (tahanan), saksi kemudian menyampaikan kepada Irwan jika dalam laporan penjualan itu, kalori Batubaranya tidak sesuai dengan Batubara di CV JAR 6000 Kcal. Bahkan pembayaran royaltinya 3 persen.

“Tanggapan Pak Irwan?” tanya Arwin.

“Tanggapan Pak Irwan, wah ini nggak benar lagi,” jawab saksi.

Sejumlah pertanyaan masih diajukan kepada saksi dan saksi-saksi lainnya.

Dikofirmasi usai sidang, Irwan Santoso yang menjadi pelapor dalam kasus ini membenarkan diberitahu saksi Samara terkait informasi dari Dinas Pertambangan tersebut.

“Awal Oktober 2019, tepatnya 1 Oktober 2019,” kata Irwan singkat.

BERITA TERKAIT :

Terdakwa Hartono Bin Ahsan nomor perkara 37/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr didakwa melakukan Tindak Pidana Korupsi Pembayaran Royalti, sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam penjualan Batubara, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp4.503.087.964,29,-.

Rinciannnya, jumlah PNBP yang seharusnya dibayar CV JAR selama tahun 2019 sebesar Rp5.282.605.201,29,-, namun yang dibayar hanya sebesar Rp779.517.237,00,-.

Kerugian tersebut berdasarkan hasil perhitungan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur Nomor : SR-290/PW17/5/2020 tanggal 6 Oktober 2020.

Timbulnya kerugian tersebut akibat perbuatan Terdakwa Hartono mengatas namakan CV JAR membayar royalti provisional kualitas Batubara, dengan tingkat Kalori (Kkal/kg, airdried basis (adb) < 5.100 tarif 3% dari harga jual.

Namun pada kenyataannya, sesuai kalori yang tercantum dalam Report of Analysis (ROA) Batubara CV JAR memiliki tingkat kalori (Kkal/kg, airdried basis) ≥ 6.100 atau 6.668 kcal/kg adb, sehingga terdakwa seharusnya membayar kewajiban PNBP dengan tarif  7% dari harga jual.

Terdakwa Hartono didakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RO Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab KUHPidana dalam Dakwaan Primair.

Subsidair Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RO Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab KUHPidana. (DETAKKaltim.Com)

Penulis : LVL

(Visited 1 times, 1 visits today)
#CV JARDokumen PengapalanTerdakwa HartonoTipikor e-PNBP
Comments (0)
Add Comment